Refleksi Pilpres 2024 (1)

Publish

19 February 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
841
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Refleksi Pilpres 2024 (1)

Oleh: Mohammad Fakhrudin, Warga Muhammadiyah Tinggal di Magelang Kota

JABATAN

Jabatan itu amanah 
manakala diperoleh melalui jalan Allah
diawali dengan niat ibadah
dilaksanakan senantiasa dengan bismillah

Sungguh jadi ironi 
manakala jabatan dicari
apalagi dengan cara keji: membohongi hati nurani
menjual harga diri, memfitnah teman sendiri

Sungguh jadi lelucon murahan
manakala jabatan diperebutkan apalagi dengan kekerasan
mengaku beriman, tetapi berkawan dengan  preman 
menghalalkan segala jalan demi tercapainya tujuan
Kebenaran dan kemunkaran pun dicampuradukkan  

Jabatan itu ujian 
menuju kemuliaan atau kehinaan
Mulia jika Quran Hadis dijadikan pedoman
Inilah insan mulia yang lulus ujian
Hina jika keduanya ditinggalkan
Inilah manusia hina yang gagal ujian

Jabatan itu pilihan: 
memberi sebanyak-sebanyaknya 
atau menerima lebih dari haknya
menegakkan kebenaran, tetapi dibenci 
atau mengkhianati nurani, tetapi dipuji

***

Pada 14 Februari 2024 sebagian besar bangsa Indonesia, yang memenuhi syarat, telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih presiden dan wakil periode 2024-2029. Umat Islam Indonesia, yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia, yang memenuhi syarat, idealnya menggunakan hak pilih secara cerdas agar dapat ikut menentukan masa depan Indonesia yang lebih baik. 

Tahapan pencoblosan untuk pemilihan presiden dan wakilnya (pilpres) telah berakhir meskipun di beberapa tempat harus dilakukan “coblos ulang.” Di samping itu, masih ada masalah yang berkaitan dengan penghitungan suara. Pada tahapan ini, sebagaimana diakui oleh KPU, telah terjadi kesalahan “input” (?) yang berakibat ada paslon yang diuntungkan dan ada pula yang dirugikan. Bahkan, kesalahan tersebut menimbulkan reaksi yang sangat keras dari timses yang paslonnya sangat dirugikan. Namun, dari ketiga paslon, telah ada salah satu paslon dengan pendukungnya yang mengklaim sebagai pemenang pilpres dan telah mengadakan “pesta merayakan kemenangan” secara terbuka“ yang di dalamnya terdapat doa syukur.

Pernyataan Pers Muhammadiyah

Dalam rangka menjaga situasi kondusif dan sikap saling menghormati antarsesama di dalam proses pemilu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerbitkan Pernyataan Pers Nomor 001/Per/1.0/A/2024 tentang Pelaksanaan Pemilu 2024, Rabu, 04 Sya'ban 1445/14 Februari 2024. Salah satu butir pernyataan pers yang wajib kita perhatikan dengan serius adalah butir ketiga, yakni 

"Mengimbau semua pihak, khususnya partai politik dan para calon anggota legislatif, serta para  calon presiden- calon wakil presiden dan para pendukungnya, agar bersabar menanti hasil akhir pemilu yang akan disampaikan secara resmi oleh KPU. Semua pihak hendaknya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan hasil pemilu berdasarkan Quick Count yang disampaikan oleh lembaga survei."

Pernyataan tersebut sungguh sangat penting. Isinya mencerdaskan dan mencerahkan pikiran dan hati anak bangsa, khususnya warga Muhammadiyah. Pernyataan itu bersifat netral! Semua pihak diimbau agar bertindak dewasa. 

Idealnya semua pihak mau memenuhi imbauan tersebut. Bukankah sampai saat dikeluarkannya pernyataan tersebut belum ada pengumuman resmi tentang pemenang pilpres? Tambahan lagi, bukankah penetapan pemenang pilpres dilakukan berdasarkan real count?  

Pertanggungjawaban kepada Allah

Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang dikerjakannya. Hal ini dijelaskan di dalam surat al-Muddassir (74): 38

كُلُّ نَفْسٍ بِۢمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ 

"Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,"

Berdasarkan ayat tersebut, kita harus bertanggung jawab atas semua yang kita lakukan, termasuk dalam pilpres. Semua anggota tubuh yang kita gunakan untuk kegiatan pilpres harus kita pertanggungjawabkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Insan (76): 2-3

اِنَّا خَلَقْنَا الْاِ نْسَا نَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَا جٍ ۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat."

اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَا كِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرً

"Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur."

Sementara itu, di dalam surat al-Isra’ (17): 36 Allah Subḥanahu wa Ta'ala berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗ اِنَّ السَّمْعَ وَا لْبَصَرَ وَا لْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰٓئِكَ كَا نَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, pelihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, jelas bagi kita bahwa mata, telinga, dan hati harus kita pertanggungjawabkan juga berkenaan dengan pilpres.

Sudah kita sadari bahwa Allah Subḥanahu wa Ta'ala memberikan hidayah akal kepada manusia sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat az-Zumar (39): 18

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ ۗ اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ هَدٰٮهُمُ اللّٰهُ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمْ اُولُوا الْاَ لْبَا بِ

"(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat."

Berdasarkan ayat tersebut, kita semestinya menggunakan akal sehat dalam segala tindakan. Di samping diberi hidayah akal, kita pun diberi hidayah agama. Bagi muslim bertakwa, agama berkedudukan di atas ilmu. Oleh karena itu, semestinya kita menggunakan akal sehat dengan bimbingan agama dalam mengikuti pilpres, termasuk dalam hal memilih presiden dan wakilnya.

Telah kita ketahui bahwa pertanggungjawaban di dunia dapat disampaikan secara lisan dan/atau tulisan. Di dunia orang dapat lolos dari hukuman karena dapat merekayasa pertanggungjawaban. Hal itu dapat dilakukan karena mulut dapat secara “leluasa” berbohong apalagi untuk kesaksian yang merugikan diri sendiri. Namun, di akhirat? 

Pertanggungjawaban tertulis pun dapat direkayasa. Buktinya, banyak kasus “pembengkakan” anggaran proyek, bahkan, ada pula proyek “abal-abal.” Namun, pada muslim yang bertakwa, ada keimanan bahwa tidak ada satu pun dan sekecil apa pun penyimpangan yang dapat lolos dari pengawasan Allahl Subhanahu wa Ta’ala dan pelakunya dimintai pertanggungjawaban.

Bagaimana mungkin mulut berbohong karena dikunci, tangan yang bicara, dan kaki menjadi saksi sebagaimana dijelaskan di dalam surat Yaasiin (36): 65

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰۤى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَاۤ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan."

Ketakwaan, Syarat Keberkahan 

Ketakwaan mendatangkan keberkahan. Jika  presiden dan wakilnya yang dihasilkan melalui pilpres adalah orang-orang bertakwa, pasti mendatangkan keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-A’raf (7): 96

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Bagi muslim, ketakwaan ditandai dengan, antara lain, amalan shalat. Dia “menegakkan” shalat, tidak sekadar mengerjakannya.

Bagaimana halnya jika ada muslim (apalagi calon pemimpin) yang ketika waktu shalat tiba, justru memilih menunda shalat untuk beraktivitas lain tanpa alasan syar’i? Apakah hal itu tidak berarti bahwa dia melalaikan shalat? Muslim yang mau mengaji pasti tahu bagaimana kehidupan di akhirat bagi orang-orang yang melalaikan shalat! Muslim yang bertakwa beriman bahwa kehidupan akhirat adalah nyata, bukan dongeng belaka.

Muslim yang bertakwa, jika menyelenggarakan acara hiburan, pasti lebih memilih menghentikan acara hiburan untuk mengerjakan shalat daripada mengajak melanjutkan acara hiburan dan mengabaikan shalat!  Mungkinkah keberkahan tercurah dari langit dan  keluar dari bumi sebagaimana dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada surat al-A’raf (7): 96 sebagaimana telah dikutip jika pilpres tidak menghasilkan presiden dan wakilnya yang bertakwa dengan pendukung orang-orang yang tidak bertakwa juga?


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pemikiran Revitalisasi Ajaran Islam Oleh: Dr. Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. H....

Suara Muhammadiyah

5 June 2024

Wawasan

Pondasi Pendidikan Karakter Oleh: Dartim Ibnu Rushd, Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam UMS Pertam....

Suara Muhammadiyah

26 February 2024

Wawasan

Sunat Perempuan: Tradisi yang Harus Ditinggalkan Oleh Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I. Sunat ....

Suara Muhammadiyah

1 September 2024

Wawasan

Oleh: Prof. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, Ketua PDM Jakarta Timur Istilah dan konsep “Islam Berk....

Suara Muhammadiyah

5 January 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Seorang orientalis Barat H.A.R. Gibb dalam bukunya The Wither Islam mengatakan ....

Suara Muhammadiyah

11 September 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah