PETANI MILENIAL DAN KETAHANAN PANGAN

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
130
Foto Istimewa

Foto Istimewa

PETANI MILENIAL DAN KETAHANAN PANGAN

Ancaman krisis pangan global bukan lagi sebatas isapan jempol. World Food Programme (WFP) merilis sekitar 309 juta jiwa mengalami kelaparan kronis yang tersebar di 71 negara. Minimnya ketersediaan pangan memang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah dampak dari perubahan iklim ekstrem sehingga hasil pertanian tidak cukup untuk menghidupi populasi masyarakat dunia saat ini. Maka dibutuhkan usaha ekstrem untuk menyiapkan sumber daya manusia di bidang pertanian yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta skill dan jaringan, sehingga produksi bahan pangan yang berkelanjutan dapat meminimalisir ancaman krisis pangan di masa depan.

Indonesia sebagai negara agraris terbesar di kawasan Asia Tenggara, disusul Thailand, Vietnam, dan Filipina yang mampu memproduksi beras dalam skala besar. Thailand menjadi lumbung padi terbesar di Asia. Begitu juga Vietnam yang mengalami surplus produksi beras. Jika Indonesia sebagai negara agraris terbesar di Kawasan Asia Tenggara, tetapi sedikit aneh karena negara dengan status lumbung padi dan negara surplus beras justru dimiliki Thailand dan Vietnam. Dan realitas politik di negeri ini dalam dasawarsa terakhir yang katanya tidak akan impor beras, namun faktanya ternyata lain. Realitas politik inilah yang selalu merugikan petani di negeri ini.

Realitas politik, terutama lewat kebijakan-kebijakan yang tidak pernah mendukung para petani di Indonesia, telah menciptakan dampak baru yang tidak kalah memprihatinkan. Yakni, status petani yang selalu distigma negatif: bodoh, kotor, dan miskin. Dianggap bodoh karena profesi petani dinilai tidak membutuhkan wawasan pengetahuan yang tinggi karena pekerjaan ini hanyalah warisan dari para orang tua terdahulu. Dinilai kotor karena memang mengolah lahan pertanian selalu bersentuhan dengan tanah atau lumpur dan kotoran (pupuk organik). Selalu miskin karena kebijakan-kebijakan politik pemerintah tidak pernah mendukung kesejahteraan para petani, misalnya dengan impor beras, gandum, kedelai, pupuk, dan lain-lain.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, dari 135,3 juta penduduk Indonesia yang bekerja, sebesar 29,96% bekerja di sektor pertanian. Angka dalam prosentase ini menginformasikan bahwa jumlah petani di Indonesia pada 2022 mencapai 40,64 juta orang. Sebuah kekuatan sumber daya manusia yang cukup besar, tetapi belum mampu mengantarkan negara ini mencapai status surplus pangan.

Selengkapnya dapat membeli Majalah Suara Muhammadiyah digital di sini Majalah SM Digital Edisi 19/2024


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Editorial

REFORMASI KADERISASI MUHAMMADIYAH Krisis Kader dapat dikatakan sebagai pembahasan yang paling serin....

Suara Muhammadiyah

23 November 2023

Editorial

Muhammadiyah Berwawasan Wasathiyah Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si. Anggota, kader, dan pimpina....

Suara Muhammadiyah

30 October 2024

Editorial

Kepemimpinan yang Menggerakkan Kemajuan Muhammadiyah dan Aisyiyah sudah melewati delapan bulan dari....

Suara Muhammadiyah

22 September 2023

Editorial

Buya Hamka: Nasionalisme dan Sedikit Cerita, Wawancara Abdul Hadi Hamka (Cucu Buya Hamka, Penul....

Suara Muhammadiyah

16 April 2024

Editorial

HIZBUL WATHAN DAN NASIONALISME-PATRIOTIK MUHAMMADIYAH Hizbul Wathan (HW)—organisasi Kepanduan....

Suara Muhammadiyah

12 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah