Perjanjian Hudaibiyah: Jalan Menuju Pembukaan Makkah

Publish

25 September 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
490
Photo Source : MuslimPergi

Photo Source : MuslimPergi

Perjanjian Hudaibiyah: Jalan Menuju Pembukaan Makkah (Serial Kehidupan Rasulullah SAW) 

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Sekarang kita melanjutkan perjalanan melalui kehidupan Nabi Muhammad SAW, melanjutkan dari tempat kita tinggalkan di episode sebelumnya. Kita telah menyinggung secara singkat tentang Perjanjian Hudaibiyah. Mengapa perjanjian ini penting, dan peristiwa penting apa yang ditimbulkannya dalam kehidupan Nabi? Apa itu perjanjian damai Hudaibiyah, dan mengapa itu penting?

Pada tahun keenam setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah dari kampung halamannya dan pergi untuk hidup damai di Madinah, beliau berangkat kembali ke Makkah, kota tempat beliau sebelumnya diusir. Dan tujuannya adalah untuk melakukan umrah (haji kecil). Kita tahu ada haji besar yang terjadi pada waktu yang ditentukan dalam setahun, ketika sekitar 2 juta Muslim saat ini berkumpul di Makkah, untuk melakukan haji itu. Nabi Muhammad SAW, bersama para pengikutnya, berniat melaksanakan umrah (haji kecil) ke Makkah. Namun, perjalanan suci ini terhenti di Hudaibiyah, di luar Makkah, karena kaum Quraisy menghalangi mereka memasuki kota.

Untuk menghindari konflik, negosiasi dilakukan antara kedua belah pihak. Hasilnya adalah Perjanjian Hudaibiyah, sebuah kesepakatan yang pada awalnya tampak tidak adil bagi umat Islam. Salah satu poin kontroversial dalam perjanjian ini adalah pelarangan umat Islam memasuki Makkah untuk beribadah. Hal ini bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang kita kenal saat ini, di mana setiap individu berhak menjalankan keyakinannya tanpa hambatan. Meskipun tampak merugikan, Perjanjian Hudaibiyah ternyata memiliki peran penting dalam membuka jalan bagi peristiwa bersejarah yang dikenal sebagai Pembukaan Makkah.

Bagaimana perjanjian yang tampaknya tidak adil ini bisa berujung pada kemenangan besar bagi umat Islam? Meskipun umat Islam merasa berat hati dengan isi Perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW dengan bijaksana menerimanya, bahkan dengan klausul-klausul yang tampaknya semakin memberatkan mereka. Keputusan ini sulit diterima oleh para sahabat yang mendambakan tindakan tegas terhadap kaum Quraisy yang menghalangi mereka beribadah di Makkah.

Salah satu poin yang paling menimbulkan kontroversi adalah ketentuan bahwa umat Islam yang ingin kembali ke Makkah akan diizinkan, sementara orang Makkah yang ingin bergabung dengan Nabi Muhammad SAW tidak akan diizinkan. Ketentuan sepihak ini, yang terkesan menguntungkan satu pihak saja, memicu pertanyaan dan ketidakpuasan di kalangan umat Islam. Mereka bertanya-tanya, bagaimana mungkin Nabi menyetujui perjanjian yang terkesan "mengorbankan" mereka. Namun, di balik keputusan yang tampak kontroversial ini, tersimpan kebijaksanaan dan visi jangka panjang Nabi Muhammad SAW. Beliau lebih mengutamakan perdamaian dan menghindari konflik terbuka, meskipun harus menghadapi ketidakpuasan dari sebagian pengikutnya.

Nabi memahami bahwa perjanjian ini, meski terasa pahit, adalah langkah strategis untuk mencapai tujuan yang jauh lebih besar, yaitu menyebarkan Islam secara damai dan menaklukkan Makkah di masa depan. Meskipun umat Islam merasa keberatan dengan isi Perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW dengan kebijaksanaan menerima perjanjian tersebut, bahkan dengan klausul-klausul yang tampaknya semakin merugikan mereka. Keputusan ini sulit diterima oleh para sahabat yang mengharapkan tindakan tegas terhadap kaum Quraisy yang menghalangi mereka beribadah di Makkah. 

Salah satu poin yang paling diperdebatkan adalah ketentuan bahwa umat Islam yang ingin kembali ke Makkah akan diizinkan, sementara orang Makkah yang ingin bergabung dengan Nabi Muhammad SAW tidak akan diizinkan. Ketentuan sepihak ini, yang seolah-olah hanya menguntungkan satu pihak, menimbulkan pertanyaan dan ketidakpuasan di kalangan umat Islam. Mereka mempertanyakan bagaimana mungkin Nabi menyetujui perjanjian yang terkesan seperti "obral" dan merugikan mereka.

Namun, di balik keputusan yang tampaknya kontroversial ini, Nabi Muhammad SAW menunjukkan kebijaksanaan dan visi jangka panjangnya. Beliau mengutamakan perdamaian dan menghindari konflik terbuka, meskipun harus menghadapi ketidakpuasan dari sebagian pengikutnya. Nabi memahami bahwa perjanjian ini, meskipun terasa pahit, adalah langkah strategis menuju tujuan yang lebih besar, yaitu penyebaran Islam secara damai dan penaklukan Makkah di masa depan. 

Perjanjian Hudaibiyah, yang awalnya tampak merugikan umat Islam, ternyata menjadi titik balik penting dalam penyebaran agama ini. Selama 17 bulan perjanjian tersebut berlaku, jumlah orang yang memeluk Islam melonjak drastis, melampaui jumlah pemeluk baru dalam 17 tahun sebelumnya. Keberhasilan ini dapat dikaitkan dengan strategi Nabi Muhammad SAW yang memilih jalan damai, meskipun umat Islam telah menunjukkan kekuatan mereka dalam Pertempuran Khandaq (Pertempuran Parit). Alih-alih memanfaatkan momentum kemenangan untuk menunjukkan kekuatan militer, Nabi memilih untuk berdiplomasi dan menjalin perjanjian damai dengan kaum Quraisy.

Dalam suasana damai, orang-orang lebih terbuka untuk mendengarkan dan menerima pesan Islam. Mereka tidak lagi terjebak dalam ketakutan dan permusuhan, sehingga bisa menilai ajaran Islam secara objektif. Ketika orang-orang non-Muslim memiliki kesempatan untuk mengenal Islam tanpa tekanan dan ancaman, mereka mulai melihat keindahan dan kebenaran ajarannya. Mereka bertanya pada diri sendiri, "Mengapa saya bukan seorang Muslim?" dan akhirnya memilih untuk memeluk agama ini.

Perjanjian Hudaibiyah membuktikan bahwa pendekatan damai dan dialog jauh lebih efektif dalam menyebarkan Islam daripada kekerasan dan paksaan. Nabi Muhammad SAW, dengan kebijaksanaan dan kesabarannya, berhasil mengubah situasi yang tampaknya tidak menguntungkan menjadi kemenangan besar bagi umat Islam. Strategi Nabi Muhammad SAW untuk mengutamakan perdamaian terbukti sangat efektif dalam menyebarkan Islam. Dalam suasana damai, orang-orang lebih terbuka untuk menerima gagasan baru dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka memiliki kesempatan untuk merenungkan ajaran Islam tanpa tekanan atau ancaman, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk melihat keindahan dan kebenarannya. 

Ketika orang-orang non-Muslim dapat berpikir jernih dan melihat Islam secara objektif, mereka mulai mempertanyakan keyakinan mereka sendiri. Mereka melihat nilai-nilai positif dalam Islam dan tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut. Inilah yang terjadi selama 17 bulan setelah Perjanjian Hudaibiyyah, di mana jumlah umat Muslim meningkat pesat, dari 1.400 menjadi 10.000 orang.

Peristiwa penting ini diabadikan dalam Al-Quran, khususnya dalam Surah Al-Fath (Kemenangan). Surah ini diturunkan berkaitan dengan Perjanjian Hudaibiyah dan menegaskan bahwa meskipun perjanjian tersebut mungkin tampak tidak menguntungkan bagi umat Islam pada awalnya, namun sebenarnya merupakan "kemenangan yang nyata". Kemenangan ini merujuk pada Pembukaan Makkah yang akan datang, di mana umat Islam akhirnya bisa kembali ke tanah suci mereka dan beribadah dengan bebas. Perjanjian Hudaibiyah dan Surah Al-Fath mengajarkan kita bahwa pendekatan damai dan diplomasi jauh lebih efektif dalam menyebarkan pesan Islam daripada kekerasan dan paksaan.

Nabi Muhammad SAW, dengan kebijaksanaan dan kesabarannya, menunjukkan bahwa perdamaian dapat membuka pintu hati dan pikiran orang-orang, memungkinkan mereka untuk menerima kebenaran Islam dengan sukarela. Surah Al-Fath, surah ke-48 dalam Al-Quran, diturunkan setelah Perjanjian Hudaibiyah. Surah ini dimulai dengan pernyataan, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." Kemenangan yang dimaksud di sini bukanlah kemenangan militer yang langsung terlihat, melainkan kemenangan spiritual dan strategis yang tersembunyi di balik perjanjian damai tersebut. Kemenangan sejati ini adalah Pembukaan Makkah, di mana umat Islam akhirnya bisa kembali ke tanah suci mereka dan beribadah dengan bebas, seperti yang kita nikmati saat ini di banyak negara maju.

Perjanjian Hudaibiyah dan Surah Al-Fath mengajarkan kita beberapa pelajaran penting. Pertama, mengutamakan Perdamaian. Seperti Nabi Muhammad SAW yang memilih jalan damai meskipun perjanjian tersebut tampak tidak adil, kita juga harus berusaha mencari solusi damai dalam menghadapi konflik. Terkadang, kompromi dan kesabaran diperlukan untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Kedua, visi jangka panjang. Nabi Muhammad SAW menerima perjanjian yang tampaknya merugikan karena beliau memiliki visi jangka panjang. Beliau tahu bahwa perdamaian akan membuka jalan bagi penyebaran Islam yang lebih luas dan akhirnya penaklukan Makkah. Kita juga harus belajar untuk melihat melampaui keuntungan jangka pendek dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan kita.

Ketiga, kemenangan sejati. Kemenangan sejati tidak selalu berupa kemenangan militer atau materi. Kemenangan sejati adalah ketika kita berhasil mencapai tujuan kita dengan cara yang bermartabat, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Keempat, harga perdamaian. Terkadang, untuk mencapai perdamaian, kita harus bersedia membayar harga yang mahal. Ini mungkin berarti mengesampingkan ego kita, menerima kompromi yang sulit, atau bahkan menelan pil pahit. Namun, jika tujuan akhirnya adalah kebaikan bersama, maka pengorbanan tersebut adalah investasi yang berharga.

Islam adalah agama perdamaian. Nabi Muhammad SAW menunjukkan kepada kita bahwa dengan kesabaran, kebijaksanaan, dan keteguhan hati, kita dapat mengatasi berbagai tantangan dan mencapai tujuan kita dengan cara yang damai dan bermartabat.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Nasib Muhammadiyah Kedepan, Mari Perhatikan Kader Oleh: Noval Sahnitri, Kader PW IPM Lampung Muham....

Suara Muhammadiyah

24 June 2024

Wawasan

Membedah Rahasia Strategi Dakwah Kelompok Salafi Oleh : M.U. Al Faruqi, Demisioner Sekretaris Umum ....

Suara Muhammadiyah

10 May 2024

Wawasan

Anak Saleh (6) Oleh: Mohammad Fakhrudin  Di dalam “Anak Saleh”  (AS) 5 telah....

Suara Muhammadiyah

28 August 2024

Wawasan

Oleh: Amirsyah Tambunan Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dosen Univer....

Suara Muhammadiyah

29 January 2024

Wawasan

Bani Israil dan Tanah yang Dijanjikan Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas A....

Suara Muhammadiyah

1 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah