Pemalsuan Hadits (Bagian ke-2)

Publish

8 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1825
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Pemalsuan Hadits (Bagian ke-2)

Oleh: Donny Syofyan

Pertimbangan dan keyakinan subjektif tak bisa dihindari. Ketika menilai riwayat hadits, seorang tentu akan bertanya; apakah yang dikatakan si perawi? Apakah itu sesuai dengan keyakinan saya atau tidak? Bagaimana jika itu tidak hanya bertabrakan dengan keyakinan saya tetapi juga dengan kecenderungan politik saya, perasaan saya tentang apa yang dimaksud dengan keadilan sosial? Seperti dicatat di hampir semua buku pengantar tentang sejarah hadits yang ditulis sarjana Muslim, kesetiaan atas nama iman berperan besar saat memberikan penilaian dan pertimbangan atas hadits. 

Yang pasti semua orang mengakui bahwa hadits dipalsukan karena berbagai alasan.

Kita dapat melihat ini lewat kumpulan buku-buku yang berisikan hadits-hadits palsu. Ada yang membuat-buat hadits demi mendukung entitas politik tertentu. Ada karena mendukung kecenderngan teologis tertentu. Ada juga karena ingin mengembalikan kaum perempuan ke posisi lama dan marjinal yang bertolak belakang dengan keadaan dan tuntutan masyarakat modern. Berbagai macam motif berada di balik pemalsuan hadits.

Motif politik dalam pemalsuan hadits juga terkait erat dengan sejarah perpecahan dalam Islam. Segera setelah Nabi SAW meninggal, umat Islam mulai mengalami perpecahan, orang-orang mulai berpisah. Ada perang antara faksi-faksi Muslim. Perpecahan Sunni-Syi’ah juga terjadi. Jadi sedari awal sudah ada motif dan dorongan untuk mengarang atau memalsukan hadits secara politis dan teologis.

Yang terbaik yang bisa dilakukan oleh para sarjana hadits saat melakukan pertimbangan dan penyaringan adalah menguliti karakter individu-individu yang meriwayatkan hadits (perawi). Terkadang mereka adalah orang-orang dengan watak yang baik tetapi memiliki kecenderungan dan kepentingan politik atau teologis yang berbeda. Karena tidak sejalan dengan perkembangan bidang yang kita sebut klasifikasi dan kajian hadis, maka riwayat mereka tidak dikumpulkan.

Dalam pemahaman Sunni, kaum Syi'ah bertanggung jawab membuat-buat, mengarang dan memalsukan hadits untuk mendukung faksi mereka. Merespons kelompok Syi`ah ini, sementara kaum Sunni turut terlibat mengarang riwayat sebagai counter. Ketika kaum Syi`ah melihat apa yang dilakukan kaum Sunni, mereka semakin menggencarkan upaya mereka untuk memalsukan hadits. 

Dalam buku-buku pengantar hadits yang ditulis oleh ulama Sunni, kita akan menemukan bahwa riwayat-riwayat seperti ini disebutkan. Bahkan dikatakan bahwa ada seseorang yang saat sekaratnya mengakui bahwa dia telah memalsukan ribuan hadis. Pertanyaannya adalah apakah dia sekadar membanggakan dan melebih-lebihkan dirinya atau dia benar-benar melakukan pemalsuan hadits? Jika benar, mana saja hadits-hadits yang dibuat atau dikarang itu?

Simpul kata, para ulama adalah juga manusia. Mereka melakukan yang terbaik untuk menyaring riwayat-riwayat untuk mencari tahu siapa mengatakan apa, kapan, dan apakah mereka bertemu satu sama lain. Apakah mereka orang yang dapat dipercaya dan sebagainya. Ini dari sudut pandang yang mengumpulkan hadits. Lalu apakah muatan riwayat itu sendiri bisa dipercaya? Apakah riwayat-riwayat ini memang dikatakan atau dilakukan oleh Nabi SAW? Atau apakah riwayat itu diciptakan seseorang karena berbagai alasan? 

Para ulama dan sarjana hadits berupaya keras menggunakan penilaian dan pertimbangan terbaik yang mereka miliki. Cara-cara ulama dalam menjaga hadits yaitu dengan adanya keharusan menyebutkan sanad, mengadakan perlawatan mencari hadits dan berhati-hati dalam menerimanya, mengadakan penelitian terhadap orang-orang yang diduga sering membuat hadis palsu dan memerangi mereka, menjelaskan keadaan perawi dan menetapkan kaidah-kaidah untuk dapat mengetahui hadits-hadits palsu.

Sekarang saatnya bagi kita untuk memikirkan apakah kerja-kerja para ulama dan sarjana hadits sebelumnya sudah final atau masih menyisakan ruang untuk kita tinjau kembali. Melihat hadits-hadits yang bermasalah dalam perkembangan ilmu-ilmu hadits hari ini, jawabannya tentu masih ada ruang buat kita semua untuk meninjau kembali kitab-kitab hadits yang ada. Terus terang, beberapa pihak sudah mulai menanyakan apa yang perlu dilakukan lebih banyak lagi.

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Kitab-Kitab Hadits (Bagian ke-2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas A....

Suara Muhammadiyah

15 December 2023

Khazanah

Bani Israil dalam Al-Qur'an Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Si....

Suara Muhammadiyah

27 December 2023

Khazanah

Teknologi Yang Mengubah Cara Orang Naik Haji Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam Cepatnya pe....

Suara Muhammadiyah

18 April 2024

Khazanah

Ibrahim dalam Al-Qur`an dan Alkitab (Serial Para Nabi) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Bud....

Suara Muhammadiyah

16 October 2024

Khazanah

Haruskah Wanita Safar Bersama Mahram? Oleh: Safwannur, Alumnus Ponpes Ihyaussunnah Lhokseumawe dan ....

Suara Muhammadiyah

10 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah