Nilai Keharusan Intelektualitas dalam Islam

Publish

2 September 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
201
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Nilai Keharusan Intelektualitas dalam Islam

Oleh: Moch. Muzaki, Kader IMM

IMM adalah organisasi intelektual yang memiliki semangat unggul dalam intelektualitas, menjadi akademisi Islam, dan mampu menjadi jawaban atas problema kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, senjata yang harus digunakan dalam memerangi era postmodern ini adalah intelektualitas. Karena pijakan perilaku yang didasarkan atas ilmu pengetahuan akan menciptakan kemaslahatan, maka perlulah kami sedikit memberikan pandangan mengenai nilai keharusan intelektualitas dalam Islam sebagai pijakan untuk mahasiswa.

Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah. Kesempurnaan itu ditandai dengan diberikannya anugerah yang paling berharga, yakni akal pikiran. Akal pikiran inilah yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yang lainnya, dan akal pikiran inilah yang membuat manusia lebih unggul dari yang lainnya. Dengan akal, manusia mampu belajar memahami kehidupan di sekitarnya. Karena proses di dalam pikiran itulah manusia mencoba mengerti hakikat dari segala sesuatu. Karena itulah Allah sangat menekankan agar manusia menggunakan akalnya dengan maksimal.

Namun, terkadang manusia tidak mau atau bahkan malas menggunakan akalnya. Sehingga dalam memahami apapun, manusia salah mengerti, salah memahami, dan tidak tepat dalam menilai sesuatu. Akibatnya, proses pengambilan pelajaran kehidupan tidak berjalan dengan lancar.

Dalam jenjang waktu tertentu, manusia mulai membuat sistem pendidikan secara terprogram. Ada tahapan dalam menempuh pembelajaran. Sehingga di sini penulis ingin menyampaikan pentingnya memfungsikan akal agar lancar dalam menempuh proses pendidikan dan mengetahui nilai intelektualitas dalam Islam. Pertama yang ingin penulis bahas adalah mengenai pengertian akal, lalu bagaimana kedudukan akal dalam Islam, setelah itu bagaimana akal mampu melancarkan proses pendidikan.

Akal Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia berasal dari kata Arab al-‘aql. Kalau kita lihat kamus-kamus Arab, kita akan menjumpai kata ‘aqala yang berarti mengikat dan menahan. Kalau kita mempraktikkan langsung ketika kita berpikir, maka sebenarnya kita sedang mengikat data-data informasi yang telah kita dapatkan.

Dalam pemahaman Profesor Izutzu, kata al-‘aql di zaman jahiliah dipakai dalam arti kecerdasan praktis, yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah. Orang berakal, menurut pendapatnya, adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.

Bagaimanapun, kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami, dan berpikir. Jadi, penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa akal adalah alat kemampuan manusia untuk mengerti, memahami, dan berguna untuk berpikir, mengikat informasi/data, dan dari itu semua berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan.

Maka kaum teolog Islam mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan. Selain memperoleh pengetahuan, akal juga mempunyai daya untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan. Akal dalam pengertian Islam bukanlah otak, tetapi adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia; daya, yang seperti digambarkan dalam Alquran, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya.

Kedudukan Akal dalam Islam Jika kita ingin memahami kedudukan akal dalam Islam, maka kita harus melihatnya langsung dari sumber hukum Islam, yaitu Alquran dan Hadits. Dari sini, kita akan mendapatkan pemahaman bagaimana kedudukan akal dalam Islam.

Maksud kami memperlihatkan kedudukan akal dalam Islam adalah agar kita tahu bahwa Allah sangat memuliakan akal, Allah sangat memperhatikan penggunaan akal secara maksimal, karena akal lah yang mampu membuat kita dapat mengambil pelajaran-pelajaran yang ada di sekitar kita, yang dapat membuat kita lancar dalam proses pendidikan, demi kemajuan diri sendiri, dan kemajuan bangsa.

Kami akan memperlihatkan beberapa dalil yang menunjukkan kedudukan akal dalam Islam:

Tidakkah mereka perhatikan langit di atas mereka bagaimana ia Kami jadikan serta hiasi dan tiada celah-celah padanya? Dan bumi Kami bentangkan serta letakkan di atasnya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya dari tiap jenis pasangan yang indah? (Surat ke-50 ayat 6-7)

Maka hendaklah manusia merenungkan dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang ditumpahkan keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. (Surat ke-86 ayat 5-7)

Kitab yang Kami turunkan padamu penuh berkah agar mereka merenungkan ayat-ayatnya dan orang berfikiran memperoleh pelajaran. (Surat ke-38 ayat 29)

Apakah yang menciptakan sama dengan yang tidak menciptakan? Apakah tidak kamu perhatikan? (Surat ke-16 ayat 17)

Apakah orang yang tunduk beribadat di malam hari, duduk, dan berdiri, berjaga-jaga terhadap hari kiamat dan mengharapkan rahmat Tuhan? Katakan: Apakah sama orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu? Hanya orang yang berpikiranlah yang dapat mengambil pelajaran. (Surat ke-39 ayat 9)

Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli, bisu, dan tidak mempergunakan akal. (Surat ke-8 ayat 22)

Sungguh pada penciptaan langit dan bumi serta bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir. (Surat ke-3 ayat 190)

Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan tentang kedudukan akal dalam pandangan Islam. Semua bentuk ayat-ayat yang dijelaskan, ayat-ayat yang di dalamnya terdapat kata-kata nazara, tadabbara, tafakkara, faqiha, fahima, aqala, ayat-ayat yang berisikan penyebutan ulul albab, ulu al-ilm, ulu al-absar, dan ayat kauniah. Semua itu mengandung anjuran, dorongan, bahkan perintah agar manusia banyak berpikir dan mempergunakan akalnya. Berpikir dan mempergunakan akal adalah ajaran yang jelas dan tegas dalam Alquran sebagai sumber utama dari ajaran-ajaran Islam.

Hadits sebagai sumber kedua dari ajaran-ajaran Islam sejalan dengan Alquran, juga memberi kedudukan tinggi pada akal. Salah satunya adalah: “Agama adalah penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tak berakal.”

Betapa tingginya kedudukan akal dalam ajaran Islam dapat dilihat dari Hadits Qudsi berikut, yang di dalamnya digambarkan Allah berfirman kepada akal:

“Demi kekuasaan dan keagungan-Ku tidaklah Kuciptakan makhluk lebih mulia dari engkau. Karena engkaulah Aku mengambil dan memberi, dan karena engkaulah Aku menurunkan pahala dan menjatuhkan hukuman.”

Dengan kata lain, akal lah makhluk Tuhan yang tertinggi dan akal lah yang membedakan manusia dari binatang dan makhluk Tuhan lainnya. Karena akal lah manusia bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya, dan akal yang ada di dalam manusia itulah yang dipakai Allah sebagai pegangan dalam menentukan pemberian pahala atau hukuman kepada seseorang.

Begitulah tingginya kedudukan akal dalam ajaran Islam, tinggi bukan hanya dalam soal-soal keduniaan saja tetapi juga dalam soal-soal keagamaan/keakhiratan sendiri.

Penghargaan tinggi terhadap akal ini sejalan pula dengan ajaran Islam lain yang berkaitan dengan akal, yaitu menuntut ilmu. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah tentang ilmu pengetahuan. Perintah yang terdapat dalam Alquran ini diperjelas lagi oleh Hadits Nabi Muhammad, yaitu mencari ilmu itu dari masa di ayunan sampai akan masuk ke liang lahat. Jelas Hadits ini mengandung konsep yang modern, pendidikan seumur hidup; pendidikan tidak hanya di bangku sekolah/kuliah namun juga diteruskan di kehidupan sehari-hari.

Itulah penjelasan mengenai kedudukan akal dalam Islam, sehingga sekarang kita mengetahui bahwa Islam sangat mengangkat derajat kegunaan akal dan orang-orang yang menggunakan akalnya/orang-orang yang berilmu. Karena dari akal lah manusia mampu membedakan benar-salah, baik-buruk, dan mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan. Jadi setelah ini kita akan memahami tentang pentingnya memfungsikan akal demi kelancaran kita sebagai manusia dalam proses pendidikan kita (baik di dunia sekolah/kuliah atau di kehidupan sehari-hari).

Pentingnya Memfungsikan Akal Demi Kelancaran Proses Pendidikan Pertama, kami akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan “proses pendidikan”. Proses pendidikan yang dimaksud penulis di sini adalah jenjang waktu saat kita di bangku sekolah/kuliah dan saat kita mengambil pelajaran-pelajaran dalam kehidupan kita sehari-hari, dari kita hidup sampai kita mati. Jadi proses pendidikan adalah saat kita mampu memahami, mengambil hikmah dari suatu kejadian/peristiwa/seseorang/ dari penjelasan guru/ permasalahan-permasalahan yang kita hadapi ketika kita menjalani kehidupan.

Kedua, yang dimaksud penulis dengan “pentingnya memfungsikan akal” adalah saat kita mau menggunakan akal untuk mengikat data-data informasi yang kita dapatkan, lalu mau merenungi apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami, lalu dari renungan itu kita dapat memahami dan mengambil pelajaran dari itu semua. Dan kemudian kita mampu mengambil tindakan penyelesaian yang tepat untuk setiap permasalahan yang kita hadapi.

Mengapa penting untuk memfungsikan akal dalam proses pendidikan? Karena dengan kita mau menggunakan akal maka akan memudahkan kita dalam memperoleh pengetahuan. Saat kita memperoleh pengetahuan maka kita akan lebih mudah memahami apa yang terjadi di sekitar kita, sehingga kita mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang kita hadapi, lebih mengerti apa yang diinginkan orang lain, lebih memahami apa yang guru sampaikan dalam penjelasan suatu pelajaran, dan yang pasti akan lebih mempermudah kita dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, akal adalah dasar dari kelancaran kita dalam menempuh proses pendidikan kita, baik di sekolah/kuliah atau dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya akal, tanpa adanya penggunaan akal maka kita akan sulit dalam menempuh proses pendidikan kita.

Kita harus mencontoh Rasulullah, yang di dalam menjalani kehidupan selalu menggunakan akal sehat. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa keputusan yang diambil oleh Rasulullah saat menghadapi beberapa permasalahan umat. Rasulullah juga memiliki wawasan yang luas dalam menilai segala permasalahan yang ada, hal ini tidak terlepas dari kegemaran Rasulullah dalam mencari ilmu. Sehingga bisa kita simpulkan Rasulullah adalah manusia yang sempurna, manusia yang senantiasa menggunakan akalnya dan selalu mau menuntut ilmu.

Kami mengingatkan kepada kita semua, agar senantiasa menggunakan akal, dengan cara merenungkan segala kejadian yang ada di sekitar kita, dengan banyak bertanya kepada orang yang memiliki ilmu, dan dengan mau mencari ilmu dengan sungguh-sungguh.

PENUTUP Jadi, sebagai penutup penulis ingin menyampaikan bahwa akal adalah alat kemampuan manusia untuk mengerti, memahami, mengikat informasi/data, dan dari itu semua berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan. Dan kami ingin menyampaikan juga bahwa kedudukan akal dalam Islam sangatlah tinggi, Islam sangat memuliakan akal, Islam sangat memperhatikan penggunaan akal secara maksimal. Akal lah yang mampu membuat kita dapat mengambil pelajaran-pelajaran yang ada di sekitar kita, yang dapat membuat kita lancar dalam proses pendidikan, demi kemajuan diri sendiri dan kemajuan bangsa.

Sekali lagi kami ingin mengingatkan bahwa pentingnya memfungsikan akal demi kelancaran proses pendidikan kita. Memfungsikan akal berarti kita mau merenungi apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami, lalu dari renungan itu kita dapat memahami dan mengambil pelajaran dari itu semua.

Dari semua penjelasan di atas, kami ingin berpesan untuk seluruh kader IMM agar senantiasa menggunakan akalnya dengan cara merenungkan segala kejadian yang ada di sekitar kita, dengan banyak bertanya kepada orang yang memiliki ilmu, dan dengan mau mencari ilmu dengan sungguh-sungguh. Semoga apa yang disampaikan di sini bisa bermanfaat untuk kita semua.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Karakter Ayat-ayat Shiyām Ramadhān (1): Iman Menumbuhkan Kekuatan Pengendali Ust. Rifqi Rosy....

Suara Muhammadiyah

21 March 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (26) Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di M....

Suara Muhammadiyah

29 February 2024

Wawasan

Nubuwah Era Digital dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Oleh: Dr. Samson Fajar, M.Sos.I. Era digita....

Suara Muhammadiyah

28 September 2023

Wawasan

Meluruskan Niat dan Tujuan Beribadah Haji Oleh: Mohammad Fakhrudin Setelah menunggu sepuluh tahun ....

Suara Muhammadiyah

7 May 2024

Wawasan

Oleh: Agusliadi Massere Cara menjalani kehidupan dan untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai harapa....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah