Menata Ulang Kekerabatan Digital di Tahun yang Baru

Publish

26 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
82
Sumber Foto Freepik

Sumber Foto Freepik

 Menata Ulang Kekerabatan Digital di Tahun yang Baru

Oleh: Yulianti – Dosen & Peneliti Komunikasi, Universitas Islam Bandung

Tahun baru sering kita maknai sebagai momen memperbaiki diri. Kita menata ulang jadwal, meninjau ulang kebiasaan, dan menyusun resolusi yang berharap membawa hidup ke arah yang lebih baik. Namun jarang kita refleksikan satu hal yang sangat menentukan kualitas hidup sehari-hari: bagaimana cara kita berelasi dengan orang lain di ruang digital.

Hari ini, komunikasi antarpribadi tidak lagi selalu berlangsung tatap muka. Percakapan dengan sahabat, rekan kerja, sesama jamaah, bahkan tetangga, kian sering dimediasi layar. Pesan singkat menggantikan dialog panjang, notifikasi menggantikan sapaan, dan emoji kerap menjadi penanda emosi. Kita terhubung lebih sering, tetapi tidak selalu merasa lebih dekat.

Inilah tantangan komunikasi antarpribadi di era digital: hubungan menjadi cepat, efisien, namun rawan kehilangan kedalaman.

Dalam perspektif Islam, relasi antarindividu bukan sekadar pertukaran pesan, melainkan amanah untuk menjaga adab, perasaan, dan martabat sesama. Akhlak dalam berkomunikasi tidak berhenti ketika percakapan berpindah ke ruang digital. Ia justru diuji di sana—ketika ekspresi terbatas, intonasi hilang, dan kesalahpahaman mudah terjadi.

Kekerabatan digital dalam konteks komunikasi antarpribadi hadir melalui tanda-tanda kecil. Sebuah pesan singkat yang dikirim untuk menanyakan kabar, balasan yang tidak tergesa, atau kesediaan mendengarkan lewat panggilan suara di tengah kesibukan. Hal-hal ini tampak sepele, tetapi menjadi fondasi kedekatan emosional. Dalam komunikasi antarpribadi, perhatian sering kali lebih bermakna daripada panjangnya pesan.

Namun ruang digital juga mendorong pola komunikasi yang reaktif. Pesan dibalas sekadarnya, percakapan dipotong oleh distraksi lain, dan respons sering didorong oleh emosi sesaat. Dalam relasi antarpribadi, kebiasaan ini berisiko melahirkan hubungan yang dangkal—ramai interaksi, tetapi minim kelekatan.

Menata ulang kekerabatan digital berarti mengembalikan niat dan kesadaran dalam setiap interaksi antarpribadi. Bukan dengan menjauhi teknologi, tetapi dengan menggunakannya secara beradab. Menahan diri sebelum merespons, membaca pesan secara utuh, dan menyadari bahwa di balik layar ada manusia dengan perasaan dan harapan.

Dalam praktik komunikasi antarpribadi, proses ini sering melibatkan saling menyesuaikan dan bernegosiasi. Ada relasi yang lebih nyaman dengan pesan teks, ada yang membutuhkan percakapan suara. Ada yang terbiasa singkat dan langsung, ada pula yang memerlukan konteks dan penjelasan. Kesediaan menyesuaikan diri inilah yang menjaga relasi tetap sehat di ruang digital yang serba cepat.

Muhammadiyah memandang relasi sosial sebagai bagian dari ikhtiar membangun masyarakat berkemajuan. Komunikasi yang beradab, empatik, dan bertanggung jawab adalah fondasi kehidupan bersama. Di era digital, komunikasi antarpribadi menjadi medan baru untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut—bukan hanya dalam keluarga, tetapi juga dalam pertemanan, kerja kolektif, dan kehidupan bermasyarakat.

Tahun yang baru memberi kesempatan untuk memperbaiki kebiasaan kecil dalam komunikasi antarpribadi. Mungkin dengan lebih sering menyapa tanpa kepentingan, memberi ruang jeda sebelum menanggapi perbedaan, atau memilih berbicara langsung ketika pesan teks tidak lagi cukup. Langkah-langkah sederhana ini membantu menjaga kualitas relasi di tengah arus komunikasi yang padat.

Menata ulang kekerabatan digital bukan tentang menjadi sempurna dalam berkomunikasi, melainkan tentang menjadi lebih sadar. Sadar bahwa setiap pesan membawa dampak. Sadar bahwa kehadiran tidak selalu diukur dari seberapa cepat kita merespons, tetapi dari seberapa tulus kita berinteraksi.

Tahun baru pada akhirnya adalah ajakan untuk kembali ke yang esensial. Di tengah teknologi yang terus berkembang, komunikasi antarpribadi tetap membutuhkan nilai yang sama: niat baik, empati, dan kesediaan hadir bagi sesama. Karena kekerabatan digital—dalam relasi apa pun—akan tetap bermakna selama ia dijaga dengan adab dan perhatian.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Ayu Nadya, Mahasiswa S1 Akuntansi Tahun 2021 ITB Ahmad Dahlan Program KKN Plus Institut Tekno....

Suara Muhammadiyah

6 September 2024

Wawasan

Nubuwah Era Digital dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Oleh: Dr. Samson Fajar, M.Sos.I. Era digita....

Suara Muhammadiyah

28 September 2023

Wawasan

Oleh: Wakhidah Noor Agustina, SSi, Sekretaris MEK PDA Kudus dan Guru Biologi di SMA Negeri 2 Kudus ....

Suara Muhammadiyah

5 July 2025

Wawasan

Oleh: Saidun Derani, Dosen Pascasarjana UM-Surby dan UIN Syahid Jakarta, aktivis PWM Banten Kata ul....

Suara Muhammadiyah

18 January 2024

Wawasan

Menyembah dalam Yakin, Meminta Pertolongan dalam Pasrah: Tafsir Filosofis-Sufistik QS. Al-Fātiḥah....

Suara Muhammadiyah

12 November 2025