Memaknai Sumpah Pemuda dan Refleksi Milad 58 Kokam

Publish

4 October 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
837
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Memaknai Sumpah Pemuda dan Refleksi Milad 58 Kokam

Oleh: Badru Rohman

Pemuda dalam lintas sejarah senantiasa mengambil peran strategis dalam menentukan nasib suatu bangsa. Hal ini telah dibuktikan bangsa Indonesia dalam proses menuju Kemerdekaan, saat memproklamirkan Kemerdekaan hingga hari ini dan masa yang akan datang. Dimulai dengan peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 yang tercetus pada Konggres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Di momen bersejarah itu, pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai penjuru negeri Hindia Belanda mengikrarkan bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu : Indonesia.

Berdirinya Negara Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa kita telah pula bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang bersifat demokratis (democratische rechtsstaat) dan sebagai negara Demokrasi Konstitutional (constitutional democracy) berdasarkan Pancasila.

Dalam upaya mewujudkan cita-cita itu, tentu banyak permasalahan, tantangan, hambatan, rintangan, dan bahkan ancaman yang harus dihadapi. Masalah-masalah yang harus kita hadapi itu beraneka ragam corak dan dimensinya. Banyak masalah yang timbul sebagai warisan masa lalu, banyak pula masalah-masalah baru yang terjadi sekarang ataupun yang akan datang dari masa depan kita.

Keterlibatan Persyarikatan Muhammadiyah di lapangan bela negara pada era G. 30 S, terpelas dari kontradiksi sejarah yang menyertai pergolakan ini, akan tetapi kasus tersebut mendorong momentum penghancuran rasa kemanusiaan secara massif dan mengganggu stabilitas dan eksistensi Indonesia sebagai negara dan bangsa. Maka dengan penuh kesadaran institusional, pada tanggal 1 Oktober 1965 jam 21.30 WIB. Muhammadiyah menetapkan berdirinya barisan bela negara yang dikenal dengan nama KOKAM.

Sejarah mencatat, Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) lahir sebagai jawaban atas keprihatinan segenap kader persyarikatan Muhammadiyah pada awal tahun 1965. Pada waktu itu tujuan KOKAM lahir adalah untuk memberi dukungan fisik terhadap perjuangan bangsa, inilah bentuk peran konkrit bela negara dari persyarikatan Muhammadiyah dalam bersama komponen bangsa yang lainnya dalam memberi dukungan fisik terhadap berbagai bentuk ancaman bagi kedaulatan negara Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam posisinya sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia, berusaha untuk membuat pembenahan di segala bidang dan diberbagai aspek untuk mengangkat ketinggalannya. Pembenahan dalam aspek pembangunan misalnya, hingga saat ini pembangunan di segala sektor masih belum terselesaikan dengan baik karena banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan yang menjadi kendala pembenahan ini adalah maraknya tindak pidana korupsi yang selalu menjadi perhatian publik belakangan ini.

Sejak runtuhnya rezim Orde Baru pada 1990, partai politik mulai menjadi aktor utama di panggung demokrasi elektoral sampai saat ini. Membaca situasi terkini, ragam kekuatan sudah mulai terkonsolidasi. Pengujung tahun ini dan awal tahun depan akan menjadi salah satu fase tersibuk partai politik. Selain harus bersiap dengan tahapan pemilu legislatif, juga harus intens membangun komunikasi politik lintas kekuatan guna mematangkan pengusungan capres dan cawapres yang akan menjadi kandidat resmi di Pilpres 2024. Kesalahan dalam memosisikan diri dan membuat keputusan akan berdampak pada peta kuasa mereka di masa mendatang

Kekerasan atau intimidasi, paksaan atas nama politik kadang juga terjadi. Berpolitik adalah seni meraih kekuasaan dengan jalan yang benar dan halal, tidak boleh melakukan suap menyuap baik itu dengan bagi-bagi sembako maupun uang. Sistem perpolitikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari permainan money politik, suap menyuap, kampanye hitam dan politik kotor pasti terjadi. Bahkan kekerasan atau Intimidasi atas nama politik pun juga menjadi bagian permainan politik. Saat ini kondisi perpolitikan di Indonesia semakin memprihatinkan dalam berpolitik dan jauh dari nilai-nilai demokrasi dan Pancasila.

Pemuda sebagai ahli waris utama suatu negara serta penerus cita-cita bangsa, perlu mempersiapkan dan membina diri menjadi kader-kader bangsa, agar dapat menjadi generasi penerus yang berkarakter, berpandangan rasional, berbudi pekerti luhur, dan memiliki keterampilan serta bertanggung jawab demi masa depan negara yang sejahtera dan bermartabat.

Namun demikian, jika pemuda justru larut dalam pusaran korupsi sungguh petaka yang amat memilukan bagi negeri ini. Bahwa untuk mencegah dan mengakhiri penyalahgunaan kekuasaan berupa korupsi, mengandalkan lembaga antirasuah dengan ”ritual tangkap-menangkap” saja tidak cukup tanpa disertai dengan ”reformasi paradigma politik”. Sebab, pokok persoalan yang sesungguhnya ada pada cara kita melihat dan memperlakukan kekuasaan politik itu sendiri.

Kokam : Dulu, Kini, dan Masa Depan

Lahirnya Kokam di negeri ini diharapkan mampu menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia dari rongrongan siapapun, karena Muhammadiyah ikut mendirikan dan melahirkan Indonesia. Sejarah berdirinya Kokam tidak dapat dilepaskan dengan NKRI dalam rangka menjaga Pancasila dan Kebhinekaan. Bahwa Kokam lahir ditengah memanasnya konflik PKI dengan masyarakat. Tujuan lahirnya Kokam sangat jelas, bahwa sebagai wujud nyata Muhammadiyah memberikan dukungan fisik terhadap perjuangan mempertahankan kedaulatan negara Indonesia dari ancaman-ancaman yang ada.

Seiring berjalannya waktu, Kokam menjelma menjadi wahana pembinaan fisik dan mental bela negara dibawah binaan Pemuda Muhammadiyah, Kokam bukanlah tempat ajang kumpul semata, melainkan sebuah kawah pembentuk pribadi kader persyarikatan yang militan, tahan banting, serta unggul dalam wawasan Islam dan Nasionalisme. Kedepan tantangan akan semakin besar. Kokam dihadapkan pada sebuah masyarakat yang tidak lagi homogen. Sehingga Kokam tidak lagi hanya sekedar Satgas Organisasi, melainkan sebuah cerminan kelompok masyarakat paramiliter dari persyarikatan Muhammadiyah yang dituntut harus berbuat lebih bagi persyarikatan, masyarakat dan negara.  

Salah satu cita-cita Reformasi 1998 adalah mengakhiri rezim KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Namun demikian, perubahan rezim Orde Baru menuju Era Reformasi 1998 memunculkan kebijakan Otonomi Daerah. Padahal tujuan Otonomi Daerah untuk menghilangkan kesan pemerintahan yang sentralistik, akan tetapi dalam perjalanannya justru membuat bangsa ini semakin rumit dalam mengatasi permasalahan korupsi.

Selama ini, pemberantasan korupsi di Indonesia hanya berfokus pada ”gunung es” yang tampak di permukaan saja, yakni korupsi itu sendiri. Sementara akar masalah dari korupsi, yakni paradigma politik, tidak pernah disinggung. Dengan demikian, kerja-kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan tak ayal hanya berkutat pada ritual tangkap-menangkap. Padahal, kejahatan korupsi yang terjadi di Indonesia berkait kelindan dengan paradigma politik kita.

Ibarat anatomi tubuh manusia, sekujur tubuh Republik ini sedang lunglai digerogoti penyakit korupsi. Kaki sebagai simbol kekuatan rakyat mengalami mati langkah dan kehilangan daya topang karena fakta praktik korupsi di kalangan elite sudah sedemikian kronis. Tragisnya, berdasarkan kualifikasi umur, regenerasi koruptor mulai banyak menjangkiti pemuda. Idealisme pemuda yang pernah diikrarkan pada tahun 1928 kini tergerus oleh kepentingan pragmatis.

Begitu pula tangan yang dilambangkan kekuasaan dan perpanjangan lidah rakyat juga sedang dipertanyakan kekuatan idealismenya. Korupsi, misalnya, terkesan dianggap sebagai kejahatan biasa sehingga produk legislasi yang menjadi instrumen hukum pemberantasan korupsi dirancang dengan cara yang biasa pula. Pada saat bersamaan KPK dipandang sebagai benalu politik yang harus disingkirkan, dilemahkan, dan dimandulkan kewenangannya karena banyak memakan korban kelompok elite sendiri. 

Dulu, mengutip Detikcom tertanggal 24 Maret 2017, dalam pantauannya pukul 10.15 WIB, Kokam menggelar aksi di depan gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (24/3/2017). Menurut koordinator Kokam, Dahnil Simanjuntak, massa menuntut 3 hal yaitu menagih utang Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengatakan bahwa utang KPK ke Pemuda Muhammadiyah soal pengusutan dugaan gratifikasi Densus 88, menolak revisi UU KPK, dan menuntut pengusutan tuntas kasus e-KTP. "Menuntut pengusutan tuntas kasus e-KTP, kenapa spesifik dan penting. Kasus e-KTP sudah merampok dan merampas hak-hak seluruh rakyat Indonesia terkait data kependudukan yang baik dan benar," ujar Dahnil yang merupakan Ketua Pemuda Muhammadiyah saat itu.

Menelaah organisasi besar Muhammadiyah dari berbagai sudut pandang laksana menyelami “sumur tanpa dasar”. Selalu ada hal baru yang bisa diungkap dan melahirkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat manusia. Menjadi salah satu organisasi besar di tanah air, tentu memiliki konsekuensi-konsekuensi gerakan yang mempengaruhi regulasi dan kebijakan pada penguasa sehingga menimbulkan dinamika dalam dialektikanya. Pasang surutpun terjadi, pada hubungan Muhammadiyah dan negara sejak kemerdekaan hingga saat ini.

Namun demikian, sebagian kalangan akar rumput di tubuh Pemuda Muhammadiyah dikagetkan dengan berita di saat kepemimpinan Pemuda Muhammadiyah sebelumnya beraudensi kepada Presiden di Istana Kepresidenan, Ketua Umum PP Pemuda Muhamadiyah mengusulkan pemberian julukan atau sebutan kepada Presiden Widodo sebagai Presiden perintis Indonesia Maju yang akan menjadi warisan bangsa. Usulan pemberian sebutan tersebut akan diberikan pada saat Presiden membuka secara resmi pelaksanaan Muktamar Pemuda Muhammadiyah XVIII di kota Balikpapan. Dia berpendapat bahwa ketimbang menyebut sebagai Bapak Infrastruktur, sebutan Bapak perintis Indonesia Maju lebih bernilai sebagai sebuah legacy yang dapat dilanjutkan oleh Presiden berikutnya.

Sebagian kalangan akar rumput pun lalu bertanya-tanya, karena penulis pribadi menilai, bukankah pemuda muhammadiyah belakangan ini juga tak lantang atau bahkan “adem ayem” soal kritiknya terhadap pemerintah? Apakah takut, sungkan, penulis pun tidak paham. Frasa amar ma’ruf nahi mungkar yang kerap di dengung-dengungkan oleh organisasi yang didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan ini, penulis menilai hanya tinggal amar ma’rufnya saja. Tetapi tak mampu, atau bahkan tak berani ber-nahi mungkar. Pendek kata, dewasa ini Muhammadiyah hanya piawai dalam menyuruh berbuat baik saja, sementara melarang berbuat yang jahat di negeri ini begitu sangat ciutnya.

Sebagai pemuda persyarikatan, penulis amat terkesan dan bahagia karena Muhammadiyah hingga saat ini terus konsisten membangun bukan hanya untuk Indonesia saja, tetapi juga untuk dunia Internasional Muhammadiyah. Terbaru misalnya, Muhammadiyah berhasil mendirikan universitas pertama di Malaysia, yang diberi nama Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM). Juga, sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah di Australia, Muhammadiyah Australia College (MAC), juga resmi mendapatkan izin operasional.

Sebagian kalangan pemerhati menyatakan, saat ini memang tak ada organisasi Islam yang kontribusinya dalam pembangunan sebesar dan melebihi Muhammadiyah. Namun, akan lebih membahagiakan dan subtansial jika Muhammadiyah tak hanya melakukan kerja-kerja pembangunan. Tetapi lupa pada fungsi sebagai kontrol bagi pemerintah.

Menaruh Harap pada KOKAM

Sebagaimana amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 bahwa perjuangan pemuda-pemudi Indonesia harus mengesampingkan semua perbedaan-perbedaan maupun semua ego sektoral. Dengan demikian, Kokam diharap mengambil peran sebagai pelopor bersama pemuda-pemudi lainnya untuk mengubah paradigma politik yang condong memahami politik sebagai avocation, melainkan sebagai profesi pekerjaan untuk mencari keuntungan.

Mengingat sejarah Sumpah Pemuda sebagai tonggak sejarah perjalanan Bangsa Indonesia yang di pelopori Pemuda Pemudi di seluruh Indonesia, dan mempertimbangkan pula, Kokam pernah mengawal KPK Berani untuk memberantas Korupsi. Kali ini mengharapkan Peran Kokam untuk mengawali dan mempelopori dalam pemberantasan korupsi.  Bagaimana tidak, betapa jamak pejabat korupsi secara berjamaah bersama istri dan anaknya. Mereka kompak melakukan pencucian uang dengan cara menyimpan dana hasil korupsi ke rekening-rekening keluarga dekatnya, atau untuk membeli sekuritas, properti, polis asuransi atas nama anak dan istrinya. Sehingga muncul adagium “dibalik koruptor yang hebat ada istri yang lebih hebat mendukungnya”. Fenomena maraknya “keluarga koruptor” tersebut mengajak kita untuk merevitalisasi kembali peran pemuda-pemudi sebagai penentu keberhasilan pemberantasan korupsi. Sehingga Indonesia bisa keluar dari jerat korupsi

Lalu bagaimana esensi Milad Kokam 58? Esensi Milad Kokam 58 tentu berhubungan dengan kesamaan visi dan misi, tanpa harus memandang perbedaan. Kita sama-sama tahu korupsi itu sebagai penghambat dalam mencapai tujuan pembangunan bangsa dan negara yang tentu saja harus kita berantas bersama-sama. Memaknai Milad Kokam 58 ini dalam perkembangannya tentu saja dimaknai bahwa salah satu upaya dalam pemberantasan korupsi itu juga harus punya tekad yang satu, harus punya tekad untuk menyampingkan perbedaan dalam membentuk integritas sebagai identitas bangsa dan negara tentu saja secara nasional bersama sama kita melawan satu musuh bersama adalah korupsi. Para pemuda dan pemudi harus meningkatkan pengetahuan dan integritas terhadap pemberantasan korupsi. Mengenal tentang jenis-jenis korupsi, bagaimana cara menghindari, hingga bagaimana tindakan untuk memberantasnya.

Muda dan menduduki jabatan strategis di partai politik maupun pemerintahan nyatanya tak membuat untuk memperbaiki masalah penyelenggaraan negara yang korup. Mereka justru berlaku sama dengan pemain lama dan melanggengkan penyakit korupsi. Lalu, apa yang membuat politisi muda ini tak mampu melawan korupsi dan justru terjerembab menjadi koruptor?

Menelisik faktor penyebab politisi muda tak jauh berbeda dari pendahulunya penting dimulai dengan melihat motif, dari mana, dan bagaimana mereka memasuki panggung politik. Meski telah banyak dimasuki generasi muda, politisi muda kita banyak yang berasal dari kalangan pengusaha dan dinasti politik. Terlebih mereka yang dengan instan dapat memenangi kontestasi pemilu dan memimpin partai politik di daerah. Tentu tak semua, namun jumlahnya tak juga dapat dikatakan sedikit.

Tanpa modal besar dan darah biru politik, anak muda butuh kerja ekstra untuk diakui dan dipercaya menduduki posisi strategis. Di tengah krisis role model ideal, politisi muda kemudian menyaksikan dan mencontoh bagaimana pendahulunya mendapatkan, mempertahankan, dan memperluas kuasa. Baik secara langsung dan tidak langsung, mereka terbawa pada kebiasaan yang umum terjadi. Jika tidak, mereka akan dinilai asing, dikucilkan, dan tipis peluang dicalonkan dalam pemilu, menduduki komisi “basah” di legislatif, memimpin partai, dan sebagainya.

Persoalan lain yang krusial adalah partai politik dan pemilu yang tidak sehat. Partai politik yang problematik dari aspek demokrasi internal, kaderisasi, dan pendanaan bukan wadah yang ramah terhadap anak muda yang membawa perubahan. Demikian pula pemilu yang diwarnai berbagai jenis politik uang. Dengan masalah tersebut, politisi muda “mau tidak mau” ikut aturan main untuk mempunyai kesempatan dan logistik yang cukup agar mereka dapat bertahan dan menduduki jabatan yang diinginkan.

Dengan demikian, harapan politisi muda dapat mengubah “dari dalam” sebagaimana yang kerap digaungkan memerlukan prasyarat penting yang tak bisa ditawar, yaitu pembenahan serius partai politik dan pemilu. Tanpa pembenahan tersebut, politisi muda hanya akan menjadi pendatang baru yang tak ubahnya politisi pendahulunya. Di sisi lain, politisi muda juga perlu menyadari bahwa mengelola partai dan negara lebih-lebih untuk melayani publik, bukan untuk memperkaya diri sendiri.

Kondisi Indonesia saat ini tengah berada dalam banyak masalah serius yang membutuhkan respon cepat dari banyak pihak. Negara tidak boleh berlama-lama dalam kalut yang sering memicu munculnya turbulenci politik nasional. Jika lambat merespon akan membuat masyarakat semakin khawatir dan bisa saja mengarah pada reformasi jilid dua atau bahkan revolusi massa sebagai bentuk dari people power.

Kerawanan korupsi selalu ada pada setiap pemegang wewenang dan kekuasaan, tidak terkecuali oleh para aknum di badan penyelenggara pemilu. Padahal mereka mengemban amanah untuk menghasilkan pemimpin sesuai pilihan rakyat. Korupsi di badan penyelenggaran pemilu tidak hanya mengkhianati rakyat, tapi juga nilai demokrasi yang dijunjung tinggi di negara ini.

Contoh kasus yang terkenal terjadi pada tahun 2020 lalu ketika Komisioner KPU Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan Mantan Bawaslu Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara karena menerima suap dari kader PDIP Harun Masiku untuk memilihnya menjadi anggota DPR melalui pergantian antar waktu. Namun demikian hingga kini Harun Masiku masih berstatus buron.

Oleh karena itu, bulan Oktober harus dijadikan momentum satu visi yaitu berantas korupsi dan reformasi paradigma politik, Bulan lahirnya Kokam yang dituntut harus berbuat lebih bagi persyarikatan, masyarakat dan negara, dalam hal ini untuk merawat NKRI dalam rangka menjaga Pancasila dan Kebhinekaan. Bulan Oktober sebagai bulan Kesaktian Pancasila. Menaruh harap besar pada Kokam sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna agenda reformasi.

Harapan besar reformasi harus menjadi kenyataan. Seluruh komponen bangsa (pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, kaum intelektual dan masyarakat umum) perlu menyusun kekuatan baru, semangat baru, dan menghimpun energi sebanyak mungkin untuk mewujudkan agenda reformasi yang tertunda menjadi sebuah kenyataan. Komitmen dan keseriusan dari segenap elemen bangsa untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan bersih di berbagai bidang (politik, hukum, ekonomi dan sebagainya) wajib ditanamkan kembali. Khusus untuk para pemegang kekuasaan, mereka mesti bergegas mencari terobosan-terobosan cerdas, gebrakan memukau, langkah berani, bahkan radikal sekalipun dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa yang semakin akut tersebut. Kawal pemilu damai saat ini sudah tidak relevan tanpa adanya reformasi paradigma politik dan semangat berantas korupsi.

Setidaknya ada sejumlah agenda mendesak yang harus dilakukan. Pertama, segera revisi serta lengkapi Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, serta UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.  Banyak aspek yang harus dimasukkan pada UU revisi, seperti pembatasan periode kepemimpinan, pengaturan keuangan partai, pola rekruitmen anggota, dan sebagainya. Publik dan masyarakat ilmiah dituntut untuk mendesak partai politik agar segera melakukan revisi UU tersebut. Apapun dan bagaimanapun, aktor utama maraknya korupsi berada pada partai politik. Kedua, dalam melakukan jihad terhadap permasalahan korupsi, perlu dibentuk Satgas Muda Anti Korupsi Nasional, sebagaimana telah lahir di beberapa daerah, seperi AMM Kota Yogyakarta. Gerakan yang terfokus pada kegiatan pencegahan korupsi, diantaranya melalui pendidikan antikorupsi, sosialisasi anti korupsi, pengawasan terhadap pemerintah dan lain-lain yang dianggap perlu.

Pemilu tinggal beberapa hari lagi, meski terkesan terlambat beberapa agenda tersebut diatas, namun demikian, paling tidak mulai sekarang menyatakan satu tekad berantas korupsi. Memasuki tahun 2023-2024 ini suhu politik semakin memanas. Masyarakat ingin sekali mengakhiri berbagai potret suram kehidupan bernegara dan berbangsa yang ditandai dengan maraknya korupsi dan pembangunan yang mandek. Enough is enough. Bisakah parpol dan wakil rakyat  memenuhi harapan masyarakat? Sebagai penutup penulis sampaikan, Selamat Milad 58 Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah.

Badru Rohman, Advokat Muslim


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Seperti biasa memasuki fase pesta demokrasi, akan banyak hal yang tidak terduga terjadi. Pro dan kon....

Suara Muhammadiyah

27 October 2023

Wawasan

Garam Cap Muhammadiyah Oleh: Aan Ardianto, Kader Muhammadiyah Judul yang aku pilih bukan bermaksud....

Suara Muhammadiyah

25 March 2024

Wawasan

Isu GEDSI dalam Pilkada dan Pembangunan Daerah yang Inklusif Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si, LPPA PW....

Suara Muhammadiyah

4 November 2024

Wawasan

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk Jika Anda orang Sumenep dan Pamekasan atau pernah jalan-jalan ke kota Sume....

Suara Muhammadiyah

18 February 2024

Wawasan

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Surah An-Nisa ayat 48 dan 116 menjela....

Suara Muhammadiyah

14 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah