BANTUL, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi mengatakan selama tempo 25 tahun telah mengenal sosok Guru Bangsa Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, MA. Termasuk semasa Buya Syafii didapuk menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 1998-2005, saat itu Haedar menjabat sebagai Sekretaris Umum.
“Setiap hari bersama Buya dengan segala dinamikanya. Lalu setelah beliau tidak bersedia untuk periode berikutnya, saya masih terus menjalin komunikasi dan bermarkas di Suara Muhammadiyah. Jadi, begitu rupa memahami betul bagaimana jiwa, pemikiran, dan semangat hidup Buya,” ujarnya saat menghadiri acara “Berdiang di Perapian Buya Syafii” di Kiniko Art, Kasihan, Bantul, Senin (27/5).
Haedar juga menceritakan dirinya sempat dihubungi Buya Syafii. Yaitu meminta dipesankan sebuah tempat (pemakaman). Haedar terperangah mendengar ucapan Buya Syafii tersebut.
“Saya juga waktu itu kaget karena beliau pesan tempat yang kita mikir kuburan saja sudah takut. Yang akhirnya (beliau) menjadi penghuni pertama dan sekarang kuburan itu menjadi saksi yang sangat bersejarah dan ternama (Kuburan Husnul Khatimah di Kulonprogo),” katanya.
Buya Syafii wafat pada Jum'at (27/5/2022). Pada hari itu, sebetulnya Haedar tengah berada di perjalanan menuju ke Bandung, Jawa Barat. Sesampainya di Klaten, Jawa Tengah, Ia mendapat kabar jika kondisi Buya Syafii kritis. Akhirnya Ia memutuskan kembali menuju ke RS PKU Muhammadiyah Gamping, tempat Buya Syafii dirawat.
“Saya kembali ke PKU Muhammadiyah Gamping dan sempat menemani setengah sebelum beliau dipanggil Allah. Jadi suasananya memang Tuhan rancang sedemikian rupa bahwa di ujung hayatnya saya mendampingi beliau. Karena itu, kita bisa bikin kesaksian banyak hal tentang Buya,” ucapnya.
Haedar menjelaskan Buya Syafii sebagai sosok pemancar keteladanan. Di mana hidupnya selalu berada dalam lingkaran kesederhanaan. Tidak terperangkap dalam egosentrisme dan sekat-sekat anti keberagaman. Ini yang membuat banyak orang terkesima pada Buya Syafii.
“Ini hal yang saya belajar banyak dari beliau. Biarpun sudah jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, tokoh bangsa, dia tidak pernah merasa menjadi orang besar, orang yang selalu jadi rujukan,” ungkapnya.
Haedar mengungkapkan matarantai pemikiran Buya Syafii sangat inklusif dan progresif. Pemikirannya tetap hidup, relevan, dan menjadi inspirasi bagi warga Muhammadiyah, umat Islam, dan bangsa.
“Pemikiran Buya sangat luas. Saya juga belajar dari Buya ternyata dia juga punya kearifan yang melintas batas dalam memahami persoalan-persoalan dan menyikapinya. Saya pikir banyak hal yang bisa kita contoh dari sisi-sisi lain tentang Buya,” tandas Guru Besar Sosiologi UMY ini. (Cris)