Dengan Kebersihan dan Kesucian Hati, Kita Sambut Hari Kemenangan
Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon
Bulan Ramadan adalah bulan yang membentuk jati diri seseorang yang sesungguhnya. Tidak terasa, bulan Ramadan akan segera meninggalkan kita sebagai umat yang beriman. Ramadan merupakan bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Karena di bulan Ramadan, umat yang meyakini keimanan kepada Sang Pencipta menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk konsekuensi serta ketundukan kepada-Nya. Ibadah puasa adalah bentuk tarbiyah (pendidikan) yang komprehensif dan utuh. Sebab, pada dasarnya, puasa di bulan Ramadan berfungsi untuk menyelaraskan kebutuhan ruhani dan jasmani. Dengan ritme yang pas, atau dalam bahasa medis, puasa memberikan dosis yang seimbang bagi manusia agar bertindak dengan aksi yang dikombinasikan dengan kontemplasi kepada Tuhan.
Kita harus menyadari bahwa dalam kehidupan manusia, nafsu tidak dapat dipisahkan. Nafsu adalah bagian dari naluri kemanusiaan. Jika kita melihat kondisi saat ini, banyak manusia melakukan aktivitas yang dipengaruhi oleh nafsu yang tidak terbimbing, sehingga mengakibatkan berbagai kerusakan di bumi. Banyak perilaku yang jauh dari etika, moral, adab, serta akhlak. Akibatnya, terjadi kasus korupsi, hukum yang tidak berpihak pada rakyat, rasa keadilan yang masih jauh dari harapan, serta kesejahteraan yang masih sebatas angan-angan. Angka kemiskinan masih tinggi, dan penguasa hanya mementingkan ego atau kepentingannya sendiri dengan mengorbankan rakyat, padahal rakyatlah yang seharusnya menjadi penguasa sejati.
Ibadah Puasa sebagai Struktur untuk Meningkatkan Kualitas Spiritual
Puasa merupakan bagian penting dalam kehidupan umat yang bertauhid karena merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat, salat, dan zakat. Meskipun masing-masing rukun memiliki ranahnya sendiri, semuanya saling berkaitan. Namun, keberhasilan dalam ibadah spiritual tidak bisa hanya diukur dari pelaksanaan rukun Islam semata. Pembuktian nyata dari keberhasilan Ramadan adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya setelah bulan suci berlalu. Apakah ia menghadap Tuhannya dengan hati yang bersih atau tetap dengan hati yang kotor?
Untuk mencapai tingkat spiritual yang tinggi, hati yang bersih dan suci menjadi kunci utama. Allah menegaskan dalam firman-Nya:
"Illa man atallaha bi qalbin salim."
(Kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.)
Oleh karena itu, hati yang bersih akan menjadikan seseorang tunduk, jujur, dan menjauhi perilaku buruk.
Allah Maha Segalanya
Hanya dengan kebesaran Allah, manusia dapat mencapai derajat tertinggi. Tuhan sangat menyayangi umat-Nya yang mengikuti aturan yang telah ditetapkan-Nya. Setelah kita dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu dengan baik selama Ramadan, kita diperintahkan untuk memuji-Nya dengan lantunan takbir. Takbir ini melatih kita untuk selalu mengingat Allah, baik dari gangguan musuh yang tampak maupun yang tidak tampak.
Berikut adalah bacaan takbir:
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ، لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ، اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Bacaan Latin:
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar,
Allaahu akbar walillaahil hamd.
Artinya:
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar.
Allah Maha Besar dan segala puji bagi-Nya."
Dari bait-bait takbir ini, kita dapat mengambil pelajaran berharga, yaitu:
Allah Maha Besar, tiada yang dapat menandingi-Nya.
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata.
Allah akan menepati janji-Nya kepada umat-Nya, menolong mereka yang berbuat baik, serta memberi peringatan bagi yang berbuat buruk.
Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi umat yang dicintai Allah, kita harus taat dan tunduk kepada-Nya. Jika kita melakukan kesalahan dan dosa, kita tidak boleh malu untuk bersimpuh dan memohon ampun kepada-Nya.
Filosofi Kupat dalam Masyarakat Jawa
Dalam masyarakat Jawa, ada filosofi yang dikenal sebagai "Kupat," yang melambangkan pengakuan atas kesalahan dan dosa, baik kepada Allah maupun sesama manusia. Makna filosofis dari kupat antara lain:
Ngaku lepat: Mengakui kesalahan.
Janur: Melambangkan jatining nur (hati nurani).
Beras: Melambangkan urusan duniawi.
Anyaman janur: Melambangkan kompleksitas masyarakat Jawa yang harus dijaga melalui silaturahmi.
Bentuk ketupat: Menggambarkan kiblat papat lima pancer (empat penjuru mata angin dengan kiblat sebagai pusat).
Dalam menyambut dan merayakan hari kemenangan yang sejati, yaitu Idulfitri, semoga ibadah puasa kita di bulan Ramadan memberikan bekas yang baik, menjadikan kita insan yang lebih baik, serta menyeimbangkan antara ruhani dan jasmani. Dengan begitu, dalam kehidupan ini, kita dapat menemukan keseimbangan dan kedamaian, sebagaimana pepatah Jawa mengatakan, "Tumbu ketemu tutup"—ruh dan jasmani yang selaras. Kita harus selalu menjadikan Tuhan sebagai sandaran hidup, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mengutamakan persatuan dan kesatuan, serta mengedepankan musyawarah demi keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh umat manusia.
Wallahu a'lam bishawab.