Memotret Eksistensi Gawai di Tangan Anak Usia Dini

Publish

13 June 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
80
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Oleh: Nur Ngazizah, SSi, MPd, Dosen PGSD UMPWR, Kordiv DTDK MTK PWA Jateng

Di ruang-ruang keluarga di seluruh Indonesia, sebuah pemandangan telah menjadi kian lazim: anak balita yang jemarinya begitu lincah menggeser layar gawai (gadget). Fenomena ini seringkali disambut dengan senyum bangga orang tua, dianggap sebagai tanda kecerdasan anak di era digital.

Namun, di balik layar yang berwarna-warni itu, tersembunyi sebuah realitas yang menuntut perhatian serius dari kita semua sebagai Muslim. Gawai, yang seharusnya menjadi alat bantu, berpotensi besar menjadi ancaman bagi fondasi tumbuh kembang generasi emas Indonesia jika tidak didasari oleh ilmu, iman, dan tanggung jawab. 

Kita akan mengupas secara komprehensif potret situasi penggunaan gawai oleh anak usia dini di Indonesia, dampak multidimensi yang ditimbulkannya, serta panduan konkret bagi orang tua berlandaskan ajaran Islam dan rekomendasi para ahli, sebagai bekal dalam menjalankan amanah pendidikan di era digital.

Potret Situasi di Indonesia: Angka yang Berbicara

Kekhawatiran ini bukanlah isapan jempol semata. Data statistik terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 melukiskan gambaran yang jelas dan mendesak: Hampir 40% anak usia dini di Indonesia (39,71%) telah menjadi pengguna telepon seluler. Sebanyak 35,57% dari mereka bahkan sudah mampu mengakses internet.

Paparan ini dimulai sejak usia yang sangat belia. Riset menunjukkan 6% bayi di bawah usia 1 tahun sudah menggunakan gawai. Angka ini melonjak tajam seiring usia. Pada kelompok usia 0-4 tahun, pengguna gawai mencapai 25,5%, dan meroket menjadi 52,76% pada anak usia 5-6 tahun. 

Angka-angka ini adalah sebuah panggilan bagi kita. Lebih dari separuh anak Indonesia telah akrab dengan dunia digital bahkan sebelum mereka menginjakkan kaki di bangku sekolah dasar. Pertanyaannya, dunia digital seperti apa yang mereka selami?

Riset dari berbagai lembaga, termasuk perusahaan keamanan siber Kaspersky, memberikan gambaran tentang konten yang paling sering diakses anak-anak di Indonesia: YouTube (28,23%): Platform ini menjadi raja konten bagi anak-anak, menyajikan video kartun, musik, hingga ulasan mainan. WhatsApp (23,68%): Menunjukkan bahwa anak-anak mulai menggunakan gawai untuk komunikasi sosial di usia yang sangat dini. TikTok (15,97%): Video pendek dengan musik viral menjadi daya tarik kuat yang menyita perhatian anak. Game Online: Permainan seperti Roblox dan Mobile Legends juga menjadi favorit, menarik anak ke dalam dunia virtual yang imersif.

Data ini mengonfirmasi bahwa sebagian besar waktu anak di depan layar dihabiskan untuk hiburan pasif, sebuah bentuk kesia-siaan (laghw) jika tidak diimbangi dengan kegiatan yang membangun jiwa dan raga.

Dampak Multidimensi dan Perspektif Islam

Paparan gawai tanpa batas tidak hanya berbahaya dari sisi medis dan psikologis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam yang menekankan penggunaan waktu secara bijak dan penjagaan panca indera.

Ancaman pada Arsitektur Otak dan Kognitif: Otak balita berkembang melalui interaksi dunia nyata. Stimulasi berlebihan dari gawai memicu candu dopamin, membuat anak sulit fokus dan menghambat kontrol impuls. Ini adalah bentuk kelalaian terhadap nikmat akal yang Allah berikan. 

Kemunduran Keterampilan Sosial dan Bahasa: Waktu di depan layar mencuri kesempatan emas anak untuk belajar empati dan komunikasi. Padahal, Islam sangat menekankan pentingnya silaturahmi dan interaksi sosial yang beradab. 

Menjerumuskan pada Kesia-siaan (Laghw): Menghabiskan waktu berjam-jam untuk tontonan tanpa faedah adalah bentuk menyia-nyiakan nikmat waktu luang dan kesehatan.

Rasulullah SAW bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ 

“Dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Allah SWT juga memuji orang beriman yang salah satu cirinya adalah menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Mu'minun ayat 3.

Anak adalah amanah terindah sekaligus ujian terberat dari Allah SWT. Orang tua memiliki kewajiban syar'i untuk melindungi dan mendidik mereka. Kewajiban ini ditegaskan secara lugas dalam firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At-Tahrim: 6)

"Memelihara dari api neraka" dalam konteks modern memiliki makna yang luas, termasuk melindungi anak dari "api" kecanduan digital, konten negatif, dan kerusakan perkembangan yang dapat menjauhkan mereka dari fitrahnya yang lurus.

Tanggung jawab ini juga dipertegas oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya yang masyhur:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ 

"Setiap kalian adalah pemimpin (pemelihara) dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari & Muslim)

Ini adalah implementasi dari penjagaan terhadap amanah pendengaran dan penglihatan anak, sebagaimana firman Allah:

إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا 

"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra': 36)

Upaya dan Peran Sentral Orang Tua sebagai Pendidik Utama

Menghadapi tantangan ini, Islam menempatkan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama (al-madrasatul ula). Menyelamatkan anak dari dampak negatif gawai adalah bagian dari tanggung jawab besar ini. Berikut adalah upaya konkret yang harus dilakukan:
Menjadi Teladan (Keteladanan): Aturan tidak akan efektif jika orang tua tidak memberikan contoh. Letakkan gawai saat berinteraksi dengan anak, saat makan bersama, dan saat waktu keluarga. Anak adalah peniru ulung. Mereka akan mencontoh apa yang orang tua lakukan, bukan hanya apa yang orang tua katakan.

Menetapkan Aturan yang Jelas dan Tegas (Screen Time Rules): Pertanyaannya bukan "bolehkah anak pegang gawai?", tetapi "bagaimana aturannya?". Organisasi kesehatan dunia (WHO) dan pakar pediatri memberikan panduan yang jelas:

Anak di bawah 2 tahun: Idealnya nol paparan gawai, kecuali untuk panggilan video dengan keluarga. Otak mereka membutuhkan interaksi dunia nyata secara eksklusif. 

Anak usia 2-5 tahun: Batasi maksimal 1 jam per hari. Konten harus berkualitas tinggi dan edukatif. Wajib Mendampingi (Co-viewing): Jangan biarkan anak menggunakan gawai sendirian. Dampingi mereka, diskusikan apa yang mereka tonton, dan hubungkan konten digital tersebut dengan dunia nyata.

Menciptakan "Kawasan Bebas Gawai": Tentukan area dan waktu di mana semua anggota keluarga dilarang menggunakan gawai, misalnya di meja makan, di kamar tidur, dan satu jam sebelum waktu tidur.

Kegiatan Pengganti yang Positif untuk Tumbuh Kembang Optimal

Kunci utama adalah mengganti waktu layar dengan aktivitas yang jauh lebih bermanfaat. Orang tua harus proaktif menciptakan lingkungan yang kaya akan stimulasi positif: Membacakan Buku Cerita: Ini adalah aktivitas emas yang membangun kedekatan emosional, memperkaya kosakata, dan merangsang imajinasi anak. Permainan Fisik dan Eksplorasi Alam: Ajak anak bermain di taman, berlari, memanjat, atau sekadar mengamati semut dan daun.

Aktivitas ini sangat penting untuk perkembangan motorik kasar dan kecintaan pada alam sebagai ciptaan Allah. Melibatkan Anak dalam Pekerjaan Rumah: Ajak anak melakukan tugas sederhana sesuai usianya, seperti menaruh mainan di tempatnya atau membantu menyiram tanaman. Ini mengajarkan tanggung jawab dan keterampilan hidup. Seni dan Kreativitas: Sediakan krayon, cat air, atau adonan mainan (play-doh). Biarkan anak mencoret, menggambar, dan membentuk sesuai imajinasinya. Ini adalah sarana ekspresi diri dan pengembangan motorik halus yang luar biasa.

Pada akhirnya, gawai adalah alat. Ia menjadi baik atau buruk tergantung pada ilmu, hikmah, dan kendali dari penggunanya. Tugas kita sebagai orang tua Muslim adalah menjadi penggembala yang waspada, kurator konten yang amanah, dan teladan yang baik.

Mempersiapkan generasi Rabbani yang cerdas secara digital, matang secara emosional, dan kokoh secara spiritual adalah jihad pendidikan kita di era modern ini.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Muhammadiyah Siap Awasi DANANTARA Oleh: Hilma Fanniar Rohman, Dosen Perbankan Syariah, Universitas ....

Suara Muhammadiyah

20 February 2025

Wawasan

Menjaga Ruang Kebebasan Berekspresi dari Ancaman Kepala Babi Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekret....

Suara Muhammadiyah

25 March 2025

Wawasan

Oleh: Mu’arif “Bukan H. Akis, tapi H. Anis,” demikian tulis Mh. Djamaluddin Anis ....

Suara Muhammadiyah

21 August 2024

Wawasan

Meningkatkan Keterampilan Pendidikan Vokasi Oleh: Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1....

Suara Muhammadiyah

10 October 2024

Wawasan

Ramadhan di Masjid Kampus UAD: Milenial, Intelektual dan Harmonisasi Agama Oleh: Fuandani Istiati, ....

Suara Muhammadiyah

23 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah