Darah Muda, Denyut Kedaulatan

Publish

17 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
95
Istimewa

Istimewa

Darah Muda, Denyut Kedaulatan

Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dan Wakil Menteri P2MI

Adakah arti kemerdekaan, jika sumber hidup kita masih bergantung pada lumbung negeri lain? Masihkah kemerdekaan itu bernyawa, jika kesatuan kita mudah rapuh bak kaca yang retak oleh bisik-bisik perbedaan? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang seharusnya menjadi renungan setiap kali kita memperingati kemerdekaan, yang selalu mengingatkan kita pada perjuangan para pendiri bangsa. 

Tema kemerdekaan tahun ini, “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”, menuntut kita menelisik lebih jauh tentang sejauh mana kemerdekaan telah diisi dengan persatuan yang kokoh, kedaulatan yang nyata, dan kesejahteraan yang merata hingga ke lapisan terbawah masyarakat. Seperti dicatat Benedict Anderson dalam Imagined Communities (2006), bangsa merupakan komunitas yang dibayangkan melalui kesadaran kolektif warganya, sehingga rasa persatuan tidak lahir begitu saja, melainkan dibentuk melalui narasi, simbol, dan pendidikan yang menumbuhkan identitas bersama. Artinya, tanpa rasa memiliki yang kokoh dan kesatuan visi, kemerdekaan bisa kehilangan substansinya. 

Momen peringatan kemerdekaan bukan sekadar seremoni tahunan. Ia juga merupakan kesempatan untuk menilai apakah kedaulatan dan kesejahteraan yang dijanjikan benar-benar dirasakan, terutama oleh generasi muda yang akan mewarisi dan meneruskan masa depan bangsa.

Persatuan dan Tantangannya

Persatuan adalah fondasi yang tidak bisa ditawar dalam membangun kedaulatan bangsa. Indonesia, dengan kekayaan suku, budaya, agama, dan bahasa, disatukan melalui semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun, persatuan kita hari ini tengah menghadapi masalah baru yang kompleks. Polarisasi sosial dan politik semakin menguat, ditambah derasnya arus informasi yang belum tentu benar, sering memecah belah tatanan kebangsaan. 

Data dari Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), misalnya, menunjukkan tren meningkatnya penyebaran berita hoaks, terutama terkait politik, yang dapat memicu polarisasi masyarakat. Sepanjang 2018 hingga 2023, jumlah berita hoaks yang ditemukan meningkat dari 997 kasus pada 2018 (48,9% terkait politik) menjadi 2.330 kasus pada 2023, dengan 55,5 persen terkait politik. Pada 2024, distribusi penyebaran hoaks juga berubah, tersebar hampir merata melalui pelbagai platform, yaitu di Youtube (23%), Tiktok dan Facebook (21%), Twitter (16%), dan Whatsapp (11%).

Fenomena ini barangkali dapat dikategorkan sebagai salah satu ancaman nyata bagi persatuan, karena memicu ketidakpercayaan dan perpecahan di tengah masyarakat. Mampukah kita mengelola perbedaan dengan bijak untuk menjaga ikatan persatuan yang telah dirintis para pendiri bangsa? Tanpa persatuan yang kokoh, upaya membangun kedaulatan akan kehilangan pijakan

Kedaulatan sendiri bukan sekadar untaian kata. Lebih daripada itu, ia adalah hak sekaligus kewajiban untuk menjaga arah bangsa, mengelola sumber daya, dan berdikari tanpa ketergantungan yang membahayakan masa depan. Namun kenyataannya, Indonesia masih sangat bergantung pada impor pangan, energi, dan teknologi. 

Tahun lalu, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor 2 juta ton beras, ditambah 1,5 juta ton sebagai cadangan, akibat penurunan produksi padi nasional karena dampak El Nino. Bahkan, Badan Pusat Statistik memperkirakan defisit beras Januari-Februari 2024 mencapai 2,83 juta ton. Meski langkah ini dimaksudkan untuk menjaga stok Cadangan Beras Pemerintah dan stabilitas harga, fakta tersebut menjadi cermin bahwa kedaulatan pangan Indonesia belum sepenuhnya tercapai.

Kondisi ini menegaskan bahwa kedaulatan bukan sekadar kata indah. Ia mencakup kemampuan bangsa untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat tanpa ketergantungan berlebihan pada negara lain. Selama tahun 2023, pemerintah berhasil menyalurkan beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan Gerakan Pangan Murah (GPM) ke lebih dari 21,3 juta keluarga penerima manfaat, dengan stok Cadangan Beras Pemerintah selalu di atas 1 juta ton.

Namun demikian, defisit yang muncul di awal 2024 dan kebutuhan impor menjadi pengingat bahwa kedaulatan tidak bisa dibangun hanya melalui kebijakan jangka pendek. Kedaulatan harus ditopang pendidikan yang menyiapkan pemuda sebagai penggerak perubahan, dengan bekal pemahaman sejarah, nasionalisme, serta keahlian dan inovasi untuk mengelola potensi bangsa secara mandiri. Pertanyaannya kini, dalam kapasitas minimal, bagaimana generasi muda dapat mengambil peran dalam mempertahankan kedaulatan dan, pada gilirannya, turut mewujudkan kesejahteraan bangsa?

Pemuda dan Kedaulatan Bangsa

Menjadi pemuda Indonesia hari ini ibarat menapaki derasnya arus globalisasi dan perubahan sosial yang penuh peluang sekaligus tantangan. Pendidikan menjadi jangkar penting, bukan hanya menanamkan sejarah dan nasionalisme, tetapi juga membekali generasi muda dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Seperti kata Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Namun, pendidikan saja tidak cukup bila kemerdekaan belum dirasakan secara merata. Kedaulatan sebuah bangsa baru terwujud ketika seluruh rakyat dapat menikmati manfaat kemerdekaan. Data Badan Pusat Statistik (2024) mencatat Gini Ratio Indonesia sebesar 0,381 pada awal tahun, menunjukkan distribusi kesejahteraan yang masih timpang. Di sinilah peran pemuda menjadi sangat krusial, mereka harus bergerak untuk memberdayakan masyarakat. Salah satu contohnya adalah peran mereka di ranah sosial dan politik. 

Persatuan dan dialog antar kelompok masyarakat bergantung pada keberanian mereka membangun jembatan komunikasi, menolak intoleransi, dan menghidupkan nilai kebersamaan. Media sosial dan komunitas daring dapat menjadi sarana efektif untuk menumbuhkan kesadaran kolektif sekaligus mencegah fragmentasi sosial. Robert Dahl, dalam Democracy and its Critics (1989), menilai bahwa kualitas demokrasi bertumpu pada partisipasi aktif warganya. Dan di tangan generasi mudalah, masa depan kedaulatan politik bangsa akan dibentuk, arah sejarah akan ditentukan, dan cita-cita bersama akan terus diperjuangkan.

Kendati demikian, kedaulatan bukan hanya terbatas pada persoalan politik, tetapi juga mencakup tentang kesadaran lingkungan. Data Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SPSN) Kementerian Lingkungan Hidup per April 2025 menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 33 juta ton sampah setiap tahun, hampir 40 persennya tidak terkelola dengan baik, ditambah masuknya sampah impor dari sejumlah negara. Situasi ini menegaskan bahwa kedaulatan lingkungan menjadi tantangan serius yang harus dihadapi.

Delapan dekade kemerdekaan telah mengajarkan kita bahwa kedaulatan, baik di bidang politik maupun lingkungan, bukanlah hadiah yang datang sekali untuk selamanya, melainkan perjuangan yang harus terus dirawat. Amanah itu menuntut tangan-tangan yang kuat dan hati-hati yang tulus, terutama dari para pemuda, yang nantinya akan menjadi tulang punggung bangsa ke depannya. Ketika nilai persatuan, kedaulatan, kesejahteraan, dan kemajuan mampu dihidupkan dalam tindakan nyata, maka semboyan “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” tak lagi bergema hanya di bibir, melainkan berdenyut di nadi kehidupan bangsa.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Drh. H. Baskoro Tri Caroko National Poultry Technical Consultant. LPCRPM PP Muhammadiyah Bida....

Suara Muhammadiyah

13 December 2023

Wawasan

Oleh :  Priyono, S.HI., M.H Secara etimologi, pemuda syab (Arab), youth (Inggris) selalu diart....

Suara Muhammadiyah

14 September 2023

Wawasan

Oleh: Iman Permadi Tujuan diberikannya mata kuliah kemuhammadiyahan di Perguruan Tinggi Muhammadiy....

Suara Muhammadiyah

31 May 2025

Wawasan

Keniscayaan Menepati Janji Pernikahan Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, PRM Legoso Minggu lalu, saya mengh....

Suara Muhammadiyah

3 February 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas  Mari kita telaah Surah Al....

Suara Muhammadiyah

13 June 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah