Ramai Perempuan Lulus PPPK Gugat Cerai Suami Cermin Krisis Sistemik

Publish

31 July 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
151
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Ramai Perempuan Lulus PPPK Gugat Cerai Suami: Cermin Krisis Sistemik, Bukan Sekadar Drama Rumah Tangga

Oleh: Wiwik Rahayu

Belakangan ini, ruang publik diramaikan dengan fenomena yang mencengangkan. puluhan perempuan yang baru saja lulus sebagai ASN PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) menggugat cerai suaminya. Di Blitar, Cianjur, dan sejumlah daerah lain, lonjakan kasus perceraian yang diajukan oleh perempuan PPPK menjadi sorotan.

Sebagian orang menyudutkan perempuan yang dinilai berubah setelah “naik kasta”. Sebagian lagi menyalahkan suami yang dianggap tak mampu menunaikan kewajiban nafkah. Namun, menyederhanakan fenomena ini sebagai persoalan emosional atau kegagalan pribadi adalah kekeliruan besar. Ini bukan sekadar drama rumah tangga. Ini adalah cermin rapuhnya sistem kehidupan sekuler yang gagal menyejahterakan dan menjaga keluarga.

Islam memandang pernikahan sebagai ibadah yang luhur. Tujuannya bukan hanya membentuk keluarga, melainkan menghadirkan ketenangan, kasih sayang, dan cinta yang dirahmati Allah (sakinah mawadah warahmah). Untuk mencapainya, Islam telah menetapkan peran masing-masing pasangan sesuai fitrah. Suami bertanggung jawab sebagai pemimpin dan pencari nafkah, sementara istri mengatur rumah tangga dan mendidik anak dengan kasih sayang. Rumah tangga akan kokoh jika keduanya menjalankan peran tersebut dengan ikhlas dan seimbang. Namun ketika suami tak mampu menunaikan peran ekonomi dan istri dipaksa mengambil alih peran ganda, maka tujuan pernikahan akan sulit diwujudkan.

Fenomena ini bukan sekadar hasil dari pilihan pasangan yang salah. Ini adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menyingkirkan agama dari pengaturan kehidupan. Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai pengatur administratif, bukan pelindung umat. Janji terciptanya jutaan lapangan kerja hanyalah jargon politik, sementara jutaan kepala keluarga kesulitan mencari kerja untuk menafkahi istri dan anaknya. Perempuan didorong keluar rumah untuk bekerja, bahkan ketika itu bertabrakan dengan peran utamanya dalam keluarga. Akhirnya, perempuan terjebak dalam beban ganda yaitu menafkahi sekaligus mengurus rumah tangga. Bila tak dibarengi kesabaran luar biasa, kelelahan mental, konflik peran, dan perceraian menjadi jalan pahit yang diambil.

Bukan hanya ekonomi yang bermasalah. Sistem sosial sekuler juga turut menghancurkan fondasi keluarga. Budaya permisif, tayangan vulgar, dan pergaulan bebas antar lawan jenis menjadi ladang subur untuk terjadinya perselingkuhan, kekerasan dan pudarnya komitmen moral. Ketika agama hanya dijadikan urusan privat dan tidak dijadikan panduan hidup, maka rumah tangga kehilangan arah. Nilai-nilai sakral pernikahan terkikis oleh gaya hidup liberal dan egosentrisme individu.

Islam bukan hanya mengatur soal ibadah ritual seperti shalat dan puasa. Islam adalah sistem hidup yang menyeluruh (kaffah). Ia mengatur peran laki-laki dan perempuan, pergaulan, ekonomi, bahkan sistem pemerintahan. Dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi kepala rumah tangga dan tidak membiarkan sebuah keluarga hidup dalam ketidakpastian. Sistem sosial menjaga pergaulan lawan jenis secara solutif dan bermartabat, bukan membebaskannya tanpa batas. Peran suami-istri ditegaskan dan dipisahkan sesuai fitrah, sehingga tidak terjadi tumpang tindih atau saling menyalahkan. Media dan pendidikan dibangun untuk menanamkan nilai takwa, bukan mengaburkan identitas laki-laki dan perempuan.

Fenomena perceraian perempuan PPPK bukan sekadar kasus domestik. Ini adalah alarm keras kegagalan sistem sekuler dalam membangun ketahanan keluarga. Selama umat Islam masih berada di bawah naungan sistem buatan manusia, selama itu pula keluarga akan terus terancam. Maka, bukan hanya seminar "ketahanan keluarga" yang kita butuhkan. Yang kita butuhkan adalah perubahan total sistem kehidupan. Mengganti kapitalisme sekuler dengan sistem Islam kaffah. Hanya Islam yang mampu menjaga keluarga, menegakkan keadilan, dan membangun peradaban dari akar.

“Maka apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”

(QS. Al-Ma’idah: 50)

Saatnya kembali kepada Islam, tidak hanya dalam ibadah individu, tetapi juga dalam seluruh tatanan kehidupan. Karena hanya dengan Islam kaffah, keluarga bisa kokoh, masyarakat bisa sejahtera, dan umat bisa bangkit kembali untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Menghidupkan IPM di ranting Muhammadiyah Oleh: Rahmat Siswoko, S.Pd, Guru SMPN 2 Welahan Jepara Jat....

Suara Muhammadiyah

27 July 2024

Wawasan

Menjaga Kepribadian Muhammadiyah di Era Perubahan Oleh: Rusydi Umar, S.T. M.T., Ph.D., Anggota MPI ....

Suara Muhammadiyah

3 February 2025

Wawasan

Amal Shalih Sebagai Bekal Akhirat  Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta Dalam kehidupan....

Suara Muhammadiyah

31 December 2024

Wawasan

Negeri Amplop: Mesin Hasrat Bekerja Tanpa Batas Oleh: Agusliadi Massere*  Kehidupan hari ini ....

Suara Muhammadiyah

9 February 2024

Wawasan

Pandawa: Coming Soon, Film Tentang Relawan Muhammadiyah Oleh: Khafid Sirotudin, Pemerhati Film dan ....

Suara Muhammadiyah

17 January 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah