Bakpao Purnomo
Oleh: Khafid Sirotudin
Namanya Purnomo, penjual bakpao asal Pedan, salah satu kecamatan di kabupaten Klaten. Dia biasa mangkal di salah satu sudut dekat ATM pada SPBU Kalasan dari arah Solo menuju Yogyakarta. Saya biasa mampir di SPBU ini untuk berbagai keperluan: isi BBM, nambah angin nitrogen ban mobil, beli minuman atau kretek sigaret di mini market , buang hajat di toilet atau ambil uang tunai di ATM. One stop service SPBU yang cukup memadai bagi pengendara mobil dan motor yang melintas.
Senin sore, 22 Desember 2025, dalam perjalanan setelah exit tol Prambanan saya mampir untuk kesekian kalinya. Buat ganjal perut di perjalanan, saya membeli 2 buah bakpao yang masih hangat. Harganya Rp6.000 sebuah dan diambilkan langsung dari kukusan panci yang terpasang di rak jok motor belakang.
"Badhe tindak pundi pak, kadingaren sonten-sontenan (Mau pergi kemana, tumben sore-sorenan,” sapanya ramah. Ternyata Purnomo mengenali wajah saya karena seringnya mampir di SPBU di waktu pagi atau menjelang siang.
“Badhe dateng Jogja pak, nyuwun kalih mawon, setunggal coklat setunggal telo ungu (Mau ke Yogyakarta, minta 2 saja. Satu coklat, satunya ketela ungu)” jawab saya minta 2 buah bakpao sambil menyerahkan uang Rp15.000. Dengan cekatan tangan Purnomo memasukkan bakpao permintaan saya.
“Pripun dinten niki pak, ramai mboten (bagaimana hari ini, ramai tidak,” tanya saya sambil menerima bakpao hangat yang sudah dipacking ke dalam plastik kresek.
“Alhamdulillah radi sepen, mbok menawi nembe milai prei, dereng sami piknik (Alhamdulillah agak sepi, barangkali baru mulai libur sekolah, belum pada tamasya),” jawabnya polos.
Bagi pelaku usaha mikro seperti Purnomo (Jawa), mensyukuri kondisi sepi jualan yang dihadapi sehari-hari dengan mengucap lafadz alhamdulillah adalah sebuah kearifan spiritual tersendiri.
“Namine nggih mung adhang-adhang paringane Gusti, kadang rame kadang sepen (Namanya juga hanya ‘menghadang rejeki’ dari Allah, kadangkala ramai terkadang sepi),” ujarnya.
“Sadeyan teng sekolah dados sepi sakbare wonten MBG (jualan di sekolah menjadi sepi setelah ada program MBG)," tambahnya dengan wajah memelas.
Purnomo hanyalah salah satu pelaku usaha mikro terdampak MBG yang banyak kita temui di lapangan. Lainnya adalah para penjual makanan minuman di kantin sekolah. Setiap pagi dia berangkat dari rumahnya untuk mengambil dagangan (bakpao) di jalan Kaliurang Sleman Yogyakarta.
Jam kerjanya selama 12-15 jam sehari. Menjajakan bakpao dengan cara berkeliling dari satu lokasi sekolah di waktu istirahat, mangkal di SPBU dan kadangkala keluar masuk kompleks perumahan jika dagangan belum habis. Untungnya bakpao dagangannya bersifat konsinyasi, titip jual. Sehingga dia hanya membayar sejumlah bakpao yang laku terjual dan mengembalikan sisa ke produsen pada hari itu.
Harga kulakan dari produsen Rp3.500 dan menjualnya Rp6.000 per buah. Jika sehari terjual 100 bakpao, dia mendapatkan omzet Rp600.000 dan keuntungan kotor Rp250.000. Dikurangi biaya BBM, gas LPG 3 kg dan sarapan/makan siang, setidaknya masih menyisakan keuntungan bersih Rp150.000. Masih cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok istri dan 2 anak di kampung dalam 1-2 hari. Bagaimana jika sakit dan tidak bisa jualan dalam 3 hari, bisa-bisa dapur tidak mengebul dan seisi rumah melakukan puasa sunah.
Beberapa pekan lalu, saya sempat melihat isi ransum MBG anak yang dibawa pulang. Isinya spagetti, susu kotak UHT dan seiris semangka. Saya membayangkan jika bakpao Purnomo dijadikan salah satu menu ransum MBG, cukup 1-2 hari dalam sebulan untuk 1 SPPG. Satu bakpao cukup dihargai Rp4.000 untuk memenuhi 2.500-3.000 paket maksi dari 1 SPPG. Maka Purnomo mendapatkan keuntungan Rp1.250.000-Rp1.500.000, setara dengan jualan keliling dan “adhang-adhang” rejeki di SPBU selama 10 hari. Ekonomi usaha mikro di akar rumput akan bergerak lebih dahsyat. Menciptakan sebuah ekosistem UMKM dalam mensukseskan program MBG.
Toh dari 3 kali saya membeli bakpao Purnomo pada Tiga kali kesempatan, alhamdulillah saya tidak pernah keracunan. Yang terjadi malah ketagihan membeli bakpao yang hangat, legit dan mengenyangkan.
Wallahu’alam
22 Desember 2025
Khafid Sirotudin, Ketua LP-UMKM PWM Jawa Tengah

