Nilai-Nilai Kemanusiaan di Tengah Arus Modern

Publish

28 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
48
Dok Istimewa

Dok Istimewa

Nilai-Nilai Kemanusiaan di Tengah Arus Modern

Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul), Penasehat PRM Troketon, Pedan, Klaten

“Sangat dipertanyakan nilai keagamaan seseorang jika dalam kenyataannya kita tidak punya pribadi yang memanusiakan manusia dengan adil.”

Suatu malam penulis kedatangan tamu, yaitu Pak RT dan Ibu RT. Inti dari kedatangan mereka adalah meminta saran dari penulis (Gus Zul). Terakhir, ada warga yang perlu segera mendapatkan tindakan medis karena kondisinya sudah beberapa hari belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Setelah mendengarkan penjelasan dari Pak RT dan Bu RT, penulis menyarankan agar segera dilakukan tindakan dengan membangun komunikasi secara vertikal dengan RW dan pemerintah desa serta mendayagunakan kemampuan yang dimiliki, dengan membangun sinergi dan kolaborasi untuk bersama-sama. Karena masalah kemanusiaan harus dikedepankan, lepas dari kepentingan pribadi maupun golongan masing-masing.

Agama merupakan sebuah dogma atau ajaran yang mengajak umatnya untuk mempelajari dan mengamalkan, sehingga dari situ menjadi rahmatan lil ‘alamin.

Dalam hidup ini, kita sebagai makhluk sosial mau tidak mau harus melakukan interaksi satu sama lain. Dari interaksi inilah akan muncul dampak yang sangat besar dalam membangun peradaban manusia itu sendiri. Karena pada dasarnya dalam kehidupan di dunia kita diikat oleh sebuah sistem. Dalam hal keyakinan kita diikat dan mengikatkan diri dalam sebuah agama atau keyakinan. Dalam bermasyarakat, kita bersekutu dalam sebuah wadah organisasi, bahkan dalam berbangsa dan bernegara kita diikat oleh satu rasa kebangsaan yang sama.

Seperti halnya para pendiri bangsa Indonesia, sebagai bentuk rasa tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mereka memiliki pedoman dan arah kompas atau kiblat yang jelas. Maka disusunlah sebuah dasar negara dan lambang negara. Dalam lambang negara Indonesia yang berbentuk Burung Garuda terdapat filosofi yang mendalam, baik ditinjau dari segi sejarah berdirinya Indonesia maupun cita-cita bangsa. Akan tetapi, untuk mencapai itu ada lima sila atau lima pokok yang harus menjadi dasar dalam berbangsa dan bernegara.

Ketuhanan Yang Maha Esa

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Persatuan Indonesia

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Itulah Pancasila atau lima sila. Begitu sangat mulia nan agung nilai-nilai Pancasila. Akan tetapi, dalam praktik keseharian diperlukan kejujuran dari seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, baik sebagai pemimpin maupun rakyat itu sendiri. Jika tidak ada kejujuran yang dimulai dari diri kita dalam beragama, maka implementasi dari beragama—yakni membangun sikap memanusiakan manusia pada tempatnya alias adil—tidak akan terwujud. Dengan menghormati dan menghargai keyakinan, suku, ras, status sosial, dan lain sebagainya.

Karena pada dasarnya manusia akan dinilai oleh Tuhan dari takwanya (akhlak) dalam berinteraksi sosial, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ۝١٣

Artinya:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”

Dalam konteks di atas sangat jelas bahwa rasa kemanusiaan adalah sebuah hak dasar yang harus dijaga dengan baik. Menelisik makna kemanusiaan dari berbagai literasi dan sumber, dijelaskan bahwa:
“Pengakuan dan perlakuan terhadap setiap manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.”

Dan semua itu adalah kesadaran moral dan perilaku yang didasarkan pada hati nurani dalam hubungan dengan norma serta kebudayaan, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai persamaan, derajat, hak, dan kewajiban asasi manusia baik secara individu maupun sosial tanpa memandang perbedaan suku, agama, jenis kelamin, status sosial, maupun warna kulit. Selain itu, harus ada rasa tenggang rasa, toleransi, saling menghormati, dan menghargai perbedaan yang ada dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Potret Memudarnya Nilai-Nilai Kemanusiaan

Akan tetapi, dalam perjalanan bangsa saat ini kita sadar betul bahwa seiring berjalannya waktu, di tengah perkembangan zaman, nilai-nilai kemanusiaan mengalami kemunduran, walaupun tidak serta merta semuanya demikian. Akan tetapi, jika jujur, apa yang terjadi saat ini memang seperti itu. Dan hal ini terjadi karena beberapa faktor. Pertama, kita masih jauh dari kejujuran dalam diri. Kedua, rasa egoisme masih mendominasi. Sehingga kita lebih sering menggunakan "kacamata kuda".

Apalagi di dunia digital saat ini, seakan-akan kita dijauhkan dari nilai-nilai kemanusiaan di sekitar kita. Akibatnya, tingkat saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan, pemikiran, pandangan, karakter, dan kultur menjadi pembatas atau tabir dalam berinteraksi. Hal ini menimbulkan mindset yang sempit dan tidak mau menerima saran, pendapat, atau kritik dari pihak luar. Dan ini terkungkung dalam gerak langkah sendiri. Jika dibiarkan, hal ini akan memengaruhi tata kelola kehidupan, baik secara mikro (pribadi dan keluarga) maupun makro (bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).

Oleh karena itu, kita harus berani mengakui, baik secara individu maupun bersama-sama, dan harus bisa membangun kesadaran secara berjamaah. Dengan demikian, kita akan bisa menyelaraskan perbedaan untuk membangun nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Sehingga lima sila benar-benar hidup dalam jiwa dengan sepenuh hati, tidak hanya diagungkan dalam kata-kata atau indahnya tulisan, tetapi dikhianati secara berjamaah.

Hal itu sangat berbahaya, baik bagi diri kita sendiri maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semoga kita bisa menjaga dan merawat nilai-nilai kemanusiaan di tengah arus globalisasi ini. Ketika kita mau membaca secara seksama, menghayati dengan sepenuh hati, dan mengimplementasikan secara konsekuen, itu merupakan bentuk tanggung jawab kita kepada para leluhur pendiri bangsa yang telah mencurahkan tenaga, pikiran, dan harta demi bangsa ini agar tetap menjadi bangsa yang benar-benar sesuai tujuan kemerdekaan. Jangan sampai kita membuat luka-luka pada nilai-nilai kemanusiaan yang keluar dari keadilan dan jauh dari beradab.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Makna Tepuk Tangan Kepada Calon Presiden, Catatan Perayaan Milad Muhammadiyah ke-111 Oleh: Ahsan Ja....

Suara Muhammadiyah

20 November 2023

Wawasan

Prahara Politik Putusan MK: Antara Horor dan Humor Oleh: Immawan Wahyudi,  Immawan Wahyudi Dos....

Suara Muhammadiyah

25 August 2024

Wawasan

Teladani Jiwa Tangguh Sosok Rasullullah Berdayakan Umat Oleh: Hj. Deny Ana I’tikafia SP.MM., ....

Suara Muhammadiyah

5 September 2025

Wawasan

Pengembangan Bisnis Muhammadiyah Oleh: Saidun Derani Berbisnis itu adalah kegiatan di mana seseora....

Suara Muhammadiyah

28 May 2024

Wawasan

UMRI: Di Usia 17, Ia Telah Dewasa Sebelum Waktunya Oleh: Agus setiyono, Sekretaris PW Muhamadiyah J....

Suara Muhammadiyah

27 June 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah