Yadi si Anak Rimba

Publish

14 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
47
Istimewa

Istimewa

Yadi si Anak Rimba

Oleh: JsNoer 

Pagi itu. Yadi kecil melangkah dengan ragu. Awan hitam yang menutupi langit seakan memberi pertanda, akan ada hal yang akan terjadi. Naluri orang pedesaan yang biasa keluar masuk hutan sangat tajam. Apalagi dia akan meninggalkan ibunya sendirian di rumah.

Satu-satunya keluarga yang dia miliki sekarang. Setelah ayah dan adik laki-lakinya meninggal dunia. Diserang sekawanan harimau yang kelaparan dua tahun. Tubuh Ayah dan adiknya hanya tinggal serpihan. Luka yang dalam bagi Yadi dan Ibu. Semenjak itulah, tubuh ibu Yadi semakin lemah dan sampai tidak bisa berjalan hingga saat ini.

Karena di rumah tidak ada makanan. Yadi harus tetap berangkat. Lembah jarum tujuannya. Di sana ada banyak Rusa yang berkeliaran. Satu ekor rusa akan mampu mencukupi kebutuhan, Yadi dan Ibunya hidup untuk satu Minggu. 

Walau masih umur delapan tahun. Yadi memiliki postur tubuh yang kuat, sangat tinggi untuk seusianya. Kakinya yang berotot lincah melompat dan berlari di antara gundukan dan semak yang menghalangi perjalananya. Bukit cadas tidak membuat Yadi mundur, malah sambil bersiul dia mendaki untuk bisa sampai puncak dan turun lagi menuju lebah jarum. 

Lembah jarum adalah celah dua gunung cadas yang sedikit luas, seperti sisa kawah Merapi. Di sana sangat hijau, rumput bagaikan permadani sehingga rusa dan hewan lainnya betah tinggal dan bermain.

Tapi lembah jarum hanya beberapa orang yang tahu keberadaannya. Salah satunya, Yadi. Sebab ebelum bapaknya meninggal, sering diajak bapaknya kesana. Karena letaknya yang tersembunyi di antara dua bukit cadas, juga dikelilingi pohon-pohon yang lebat. Namun pohon itu tidak menghalangi cahaya matahari yang masuk. Sehingga siklus pencahayaan sangat stabil, ini yang membuat lembah jarum seperti hidup. 

Menjelang siang, Yadi sudah sampai di mulut lembah jarum. Matanya yang jeli, tajam mengintai keberadaan sekawanan rusa. Dari balik batu besar Yadi melihat seekor rusa jantan yang besar sepertinya sedang patroli. Panah yang sudah terhunus melesat lepas dari busurnya. 

Raungan Rusa Jantan yang terkapar setelah ujung panah menancap tepat di jantungnya, membuat para kawanan hewan lainnya berhamburan, lari menyelamatkan diri. Tidak terkecuali rubah merah yang dari tadi mengintip dari balik semak.

Yadi mendekati rusa tersebut. Matanya sedikit berembun. Dalam hatinya yang paling dalam ada rasa tidak tega. Namun demi bertahan hidup, Yadi harus melakukannya. Diusapnya kepala rusa tersebut seolah berterima kasih yang sudah berkorban demi dia dan ibunya.

Dengan susah payah, Yadi berusaha mengangkat badan rusa ke atas pundaknya. Dengan kepandaian yang sudah terlatih, walau sulit, Yadi akhirnya berhasil, ada luka di pelipisnya yang tanpa dia sadari. Mungkin tanduk rusa yang tajam menggoresnya.

Rrrauaauuuu!

Tiba-tiba, Yadi dikagetkan oleh raungan harimau saat dia sudah berhasil mencapai puncak gunung cadas. Matanya kembali nanar mencari asal suara, harimau. Dalam pikirannya terbayang kejadian tiga tahun lalu yang dialami bapak dan adiknya. Kali ini dia bertekad tidak akan membiarkan harimau itu merampas rusa ini dan bahkan nyawanya. Belati terhunus di tangan kanannya dan tangan kirinya tetap memegang tubuh rusa. Berlahan Yadi berjalan menyisiri jalan setapak yang biasa pemburu lalui.

Setengah jam perjalanan, Yadi seperti melihat bayangan di antara dua pohon besar di hadapannya. Naluri pemburunya menyatakan "dia menunggu di depan" bisiknya pelan. Belati yang masih di tangannya, seolah-olah memberi kekuatan dan keberanian untuk terus maju. 

Detik-detik begitu menegangkan. Keringat dingin membanjiri pelipis dan seluruh badan Yadi. Selangkah demi selangkah dia menapak maju mengumpulkan keberanian di ujung belati di tangannya. 

Grrauaaauuuuu!

Suara itu tiba-tiba meraung lagi. Keluar sesosok harimau jantan yang perkasa. Hampir saja Yadi terjatuh dan rusa di pundaknya terlepas. Dia ingat petuah ayahnya, "Yadi, jika suatu saat nanti kamu bertemu dengan harimau dari arah depan, maka perlihatkan keningmu, tatap matanya dengan tajam, dan lafalkan ayat kursi. Insyaallah kalau dia hanya sekedar mengganggu, dia akan pergi. Namun jika dia datang dari arah belakang, kamu harus waspada, karena harimau itu sedang kelaparan." Kalimat itu seperti memerintahkan Yadi untuk langsung melakukannya.

Yadi tidak mempunyai keberanian lagi menatap mata si Raja hutan. Tubuhnya bergetar, namun mulutnya tetap melafalkan ayat kursi dan topi caping yang dia pakai sudah dari tadi dia buka sehingga tampaklah jidatnya selebar setengah lapangan sepak bola.

Tiba-tiba mata Yadi berkunang-kunang dan berlahan dia melihat harimau itu berjalan menjauh. 

Saat hujan satu-satu jatuh di wajahnya, Yudi tersadar dan bingung. " Apakah aku sudah mati?" Sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Baru dia paham, kalau ketakutan hebat yang dilaluinya tadi telah membuat dia pingsan beberapa saat.

Di ujung jalan menuju rumahnya, Yadi melihat keramaian. Ada apa dengan Mak. Firasat buruk menghantui pikirannya. Dengan berlari kencang dia menuju rumah dan berdiri di ambang pintu. Rusa yang ada di punggungnya saat ini benar-benar terlepas. Tampak sesosok tubuh yang ditutup kain panjang, terbujur kaku menghadap Kiblat.

Maaaaak!

Inilah pelukan terakhir yang bisa Yadi berikan untuk Mak tercinta. Ternyata firasat dan kekhawatiran dirinya tadi sebelum berangkat menjadi kenyataan. Dia merasa dunia gelap. Ketakutan berhadapan dengan harimau tidak seberapa beratnya dibandingkan dengan kenyataan yang harus diterimanya. 

Mak telah tiada dengan senyum di bibirnya, seolah memberi kekuatan untuk Yadi. 

Sungai Penuh

05092025


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Cerpen Sayekti Ardiyani Yuni mengamati status kontak WA di gawainya. Minyak goreng langka sedang m....

Suara Muhammadiyah

8 December 2023

Humaniora

Oleh: Mahli Zainuddin Tago   Plaza Bintang UMY, Jumat 6 Juni 2025. Pukul 06.00 udara terasa s....

Suara Muhammadiyah

13 June 2025

Humaniora

Kegelisahan Seorang Juragan  Cerpen Mustofa W Hasyim Taslim tiba-tiba merasa gelisah bukan ma....

Suara Muhammadiyah

11 October 2024

Humaniora

Cerpen Diko Ahmad Riza Primadi Titik dan detik paling aman dunia adalah ketika matahari terbenam. S....

Suara Muhammadiyah

22 July 2023

Humaniora

Oleh: Nur Ngazizah “Saya titipkan Muhammadiyah dan Aisyiyah kepadamu sebagaimana almarhum Kia....

Suara Muhammadiyah

30 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah