YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Berbicara soal media cetak hari ini, tentu kita dihadapkan pada dua sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah mereka yang optimis bahwa media cetak akan tetap eksis di masa-masa mendatang. Kedua, media cetak akan mengalami tantangan berat dalam mempertahankan eksistensinya.
Dalam hal ini, Suara Muhammadiyah menjadi media yang dipersepsikan berada di sudut pandang pertama. Hal ini bukan tanpa alasan, tepat pada hari ini tanggal 13 Agustus 2025, Suara Muhammadiyah memperingati miladnya yang ke-110 tahun. Sebagai kado istimewanya, Suara Muhammadiyah melaunching sekaligus membeda buku berjudul "Media dan Islam Berkemajuan, Perjalanan dan Pemikiran Jurnalis Islam Lintas Generasi" yang berlangsung di lantai 3 Graha Suara Muhammadiyah (13/8).
Roni Tabroni sebagai penulis mengatakan, buku terbarunya yang mengulas perjalanan pemikiran dari 4 jurnalis Islam kawakan itu tidak datang secara tiba-tiba. Menurutnya buku tersebut lahir dari keprihatinannya tentang objek penelitian yang tak banyak menyinggung soal jurnalisme Islam. Oleh karena itu dengan tujuan melawan narasi umum yang acap kali mempersepsikan wacana tanpa agama yang diwakili oleh media mainstream, ia merasa perlu menulis buku tersebut sebagai wacana alternatif yang merangkum dan mendefinisikan banyak hal. Mulai dari aspek agama, sosial, politik, kemanusiaan, hingga kebangsaan. Semua aspek ini kemudian menjadi warna yang melekat pada media Islam yang telah berdiri sejak 1915 silam di Yogyakarta.
"Misi pencerahan inilah yang membangun jembatan bagi saya untuk menulis buku ini," tegas Roni.
Seiring dengan minimnya kajian tentang media Islam, Roni memilih Suara Muhammadiyah karena memiliki berbagai tokoh yang sangat luar biasa. Sebut saja Kiai Fachrudin, Buya Hamka, Buya Ahmad Syafii Maarif, hingga Prof. Dr. Haedar Nashir yang saat ini menjadi Pimpinan Umum Suara Muhammadiyah. Mereka bergerak di dunia pers sebagai inspirasi serta pengagas keislaman dan kebangsaan yang tak lekang oleh waktu.
"Suara Muhammadiyah sebagai syiar Islam berkemajuan memiliki tokoh dan icon yang sangat kuat sampai hari ini. Hal inilah yang membuat Suara Muhammadiyah mampu untuk terus eksis hingga mencapai usia 110 tahun," ujarnya.
Melalui buku ini, pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut ingin menarik benang merah tentang bagaimana sejatinya media Islam tidak hanya memiliki fungsi menyampaikan informasi dan mendidik masyarakat, tapi juga bagaimana berperan dalam pembangunan sebuah peradaban bangsa yang gemilang.
"Icon milik Suara Muhammadiyah seperti Fachrudin, Buya Hamka, Buya Syafii Maarif, dan Prof Haedar Nashir ini tidak hanya berbicara soal aspek keagamaan, tapi merka juga berbicara soal kebangsaan serta kemanusiaan secara global," tutupnya. (diko)