Refleksi Milad Muhammadiyah ke-112: Menggali Makna Kontribusi dan Tantangan
Oleh: Kumara Adji Kusuma, Dosen Universitas Muhammadiiyah Sidoarjo
Dengan usia 112 tahun, Muhammadiyah telah melewati banyak era: kolonialisme, kemerdekaan, reformasi, hingga era digital. Namun, keberhasilan masa lalu tidak boleh membuat Muhammadiyah terlena. Justru, tantangan masa depan semakin kompleks dan membutuhkan organisasi yang adaptif, inovatif, tetapi tetap berpegang teguh pada prinsip dasar risalah Islam berkemajuan.
Tanggal 18 November 2024, menandai Milad ke-112 Muhammadiyah. Di usianya yang telah lebih dari dari satu abad, Milad ke-112 menjadi satu batu loncatan bagi Muhammadiyah untuk mewujudkan kemajuan demi kemanjuan, bahwa tahun ini lebih maju dari tahun kemarin, dan tahun esok lebih maju dari tahun ini. 112 tahun adalah bukti keberlanjutan.
Di hari Milad ke-112 ini, yang juga berimpitan dengan akhir tahun 2024, kita refleksikan bahwa tahun ini menjadi momentum reposisi bagi Muhammadiyah. Ya, Muhammadiyah di tahun ini berada di persimpangan-jalan baru untuk menentukan arah gerak Muhammadiyah ke depan, dengan satu hasrat untuk mewujudkan kemanjuan baru; dari tambang hingga panggung politik, dari dakwah hingga inovasi teknologi.
Sebagai gerakan Islam yang telah memberi warna dalam sejarah bangsa, Muhammadiyah diharapkan tetap menjadi lokomotif perubahan yang membawa kemajuan bagi umat dan bangsa, tanpa kehilangan nilai-nilai dasarnya. Di tengah dinamika sosial-politik dan ekonomi Indonesia yang semakin kompleks, Muhammadiyah menghadapi sejumlah isu terkini yang tak hanya menguji prinsip-prinsipnya, tetapi juga mempertegas relevansinya sebagai gerakan Islam modern.
Menggali Makna Kontribusi
Salah satu sorotan publik tahun ini adalah keterlibatan Muhammadiyah dalam pengelolaan tambang. Langkah ini memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, bahkan internal Muhammadiyah sendiri. Di satu sisi, langkah ini dianggap sebagai upaya untuk memberdayakan ekonomi umat melalui aset produktif. Namun, di sisi lain, muncul kritik tentang bagaimana Muhammadiyah menjaga prinsip keberlanjutan dan nilai-nilai etika lingkungan di tengah eksploitasi sumber daya alam.
Sebagai organisasi yang berkomitmen pada Islam berkemajuan, Muhammadiyah harus menunjukkan bahwa setiap keterlibatan dalam sektor ekonomi, termasuk tambang, tidak hanya mengejar keuntungan materi tetapi juga menjunjung tinggi keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan ini menjadi kunci, agar Muhammadiyah tidak hanya menjadi pelaku ekonomi, tetapi juga teladan etika dalam pembangunan.
Muhammadiyah melalui Majelis Lingkungan Hidup telah bersikap kritis terhadap eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkeadilan dan merusak lingkungan. Gerakan ini perlu diperkuat dengan aksi nyata melalui advokasi kebijakan yang mengedepankan keberlanjutan dan keadilan lingkungan.
Tantangan Ideologis dan Politik
Di tengah dinamika politik tahun 2024 yang penuh dengan agenda pemilu, Muhammadiyah tetap memilih posisi independen, tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun. Namun, tantangan muncul ketika nama-nama tokoh Muhammadiyah sering kali dikaitkan dengan berbagai kepentingan politik. Independensi ini harus terus dijaga untuk memastikan Muhammadiyah tetap menjadi penyeimbang moral dalam masyarakat.
Di sisi lain, isu globalisasi dan liberalisasi juga menjadi tantangan ideologis. Muhammadiyah harus terus memperkuat nilai-nilai Islam berkemajuan agar tetap relevan tanpa kehilangan jati diri. Penguatan pada pendidikan kaderisasi dan literasi digital menjadi kebutuhan mendesak agar Muhammadiyah mampu menjawab tantangan zaman.
Menteri dari Muhammadiyah: Keuntungan atau Tantangan?
Kiprah Muhammadiyah selama lebih dari satu abad tak diragukan lagi telah menjadi pilar penting dalam penguatan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial di Indonesia. Tahun 2024 juga mencatat kontribusi Muhammadiyah di panggung politik nasional. Kita melihat peran kader Muhammadiyah yang semakin signifikan, termasuk di tingkat pemerintahan.
Beberapa kader Muhammadiyah dipercaya menduduki posisi strategis, termasuk jabatan menteri dalam kabinet. Fakta ini menunjukkan pengakuan atas kompetensi kader Muhammadiyah yang mampu membawa nilai-nilai Islam berkemajuan ke dalam kebijakan negara. Penunjukan tokoh Muhammadiyah sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju menjadi pengakuan atas kualitas kader Muhammadiyah dalam memimpin dengan integritas dan keahlian.
Namun, di sisi lain, peran kader Muhammadiyah dalam pemerintahan menghadirkan tantangan besar: bagaimana menjaga ideologi dan independensi organisasi. Muhammadiyah dikenal dengan prinsip nonpolitisnya, meski tidak apolitis. Ketika kadernya masuk ke ranah politik praktis, muncul risiko adanya persepsi publik bahwa Muhammadiyah tersert dalam arus kepentingan partisan. Di sini, penting bagi Muhammadiyah untuk menegaskan bahwa kehadiran kadernya dalam pemerintahan adalah bagian dari dakwah bil hal, bukan alat politik kelompok tertentu.
Tantangan Pemanasan Global dan Transformasi Ekonomi
Di tengah tantangan ekonomi yang makin kompleks, Muhammadiyah juga perlu mengakselerasi gerakan pemberdayaan ekonomi berbasis jamaah untuk menjadi solusi guna memperkuat kemandirian umat.
Sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan kesehatan, Muhammadiyah juga dihadapkan pada isu besar lainnya: pemanasan global dan ketimpangan ekonomi. Dengan krisis iklim yang semakin nyata, Muhammadiyah perlu menunjukkan kepeloporannya dalam gerakan lingkungan berbasis agama. Langkah seperti mendorong green economy melalui wakaf produktif dan pelestarian lingkungan dapat menjadi solusi konkret Muhammadiyah untuk menghadirkan Islam yang relevan dalam menjawab tantangan global.
Dalam hal ekonomi umat, Muhammadiyah juga harus lebih progresif. Pengembangan koperasi syariah, digitalisasi usaha mikro, dan pemberdayaan masyarakat melalui zakat, infak, dan sedekah (ZIS) harus menjadi prioritas. Di tengah tantangan ekonomi global yang berdampak pada masyarakat bawah, Muhammadiyah punya modal sosial dan jaringan yang besar untuk mendorong transformasi ekonomi berbasis keadilan.
Melampaui Usia, Menata Masa Depan
Ke depan, Muhammadiyah harus lebih serius mengembangkan teknologi dalam bidang pendidikan dan dakwah. Kampus-kampus Muhammadiyah dapat menjadi laboratorium inovasi teknologi yang tidak hanya mencetak lulusan unggul, tetapi juga menjawab kebutuhan masyarakat di era kecerdasan buatan (AI).
Di sisi lain, regenerasi kepemimpinan menjadi faktor kunci. Kaderisasi yang inklusif dan responsif terhadap perubahan zaman harus terus dilakukan. Generasi muda Muhammadiyah perlu disiapkan tidak hanya sebagai penggerak organisasi, tetapi juga sebagai aktor perubahan di tingkat lokal, nasional, hingga global.
Pada usia 112 tahun, sudah saatnya Muhammadiyah meneguhkan visi besar menuju abad kedua keberadaannya. Ada beberapa langkah strategis yang perlu menjadi fokus ke depan:
Pertama, Ekonomi Berbasis Keberlanjutan. Muhammadiyah harus terlibat aktif dalam menciptakan model ekonomi berbasis green economy. Misalnya, melalui pengelolaan tambang yang adil, inovasi energi terbarukan, dan program pemberdayaan masyarakat yang ramah lingkungan.
Kedua, Dakwah Digital dan Edukasi Global. Di era dominasi teknologi, Muhammadiyah harus mampu menjangkau generasi muda melalui dakwah digital yang kreatif dan edukasi berbasis teknologi. Ini mencakup pengembangan platform pembelajaran online yang berskala global.
Ketiga, Memperkuat Identitas Moderasi Islam. Dalam menghadapi isu-isu global seperti Islamofobia atau radikalisasi, Muhammadiyah perlu terus mempromosikan wajah Islam yang damai, toleran, dan berkeadilan. Posisi ini bisa diperkuat melalui kerjasama internasional dan diplomasi budaya.
Keempat, Regenerasi dan Inklusi. Regenerasi kepemimpinan menjadi kunci untuk memastikan Muhammadiyah tetap segar dan relevan. Selain itu, kepemimpinan Muhammadiyah harus lebih inklusif terhadap perempuan dan generasi muda, sebagai penggerak utama perubahan.
Tahun 2024 menjadi momentum penting bagi Muhammadiyah untuk merenungkan kontribusi, memperbaiki kekurangan, dan memproyeksikan masa depan yang lebih gemilang. Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk terus menjadi pelopor peradaban Islam yang relevan dan transformatif di tingkat nasional maupun global.
Sebagaimana semangat KH. Ahmad Dahlan, perjuangan Muhammadiyah harus terus dilandasi pada prinsip amar ma’ruf nahi munkar, menghadirkan pencerahan yang nyata untuk Indonesia dan dunia. Milad ke-112 ini bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga langkah bersama menuju masa depan yang lebih baik.