YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah Jetis Kota Yogyakarta menghadirkan Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan, Arif Rahman, sebagai imam dan khatib Idul Fitri 1446 H, Senin (31/3) di Lapangan Kopertis V, Bumijo, Jetis, Kota Yogyakarta.
Arif mengatakan, merayakan Idul Fitri merupakan bentuk pencapaian kemenangan umat Islam setelah menjalankan ritus peribadatan puasa sebulan lamanya. Karena kemuliaan dari bulan Ramadhan yaitu dipenuhi dengan rahmat dan maghfirah, bulan pendidikan ke arah kebenaran, melatih ketabahan, dan menjaga kerendahan hati untuk tidak berlaku pongah dan congkak.
"Bulan Ramadhan mendidik sifat kekhusyukan untuk selalu mengabdi kepada Allah, menjaga ketakwaan untuk tidak melakukan kemaaksiatan apa pun, termasuk menumbuhkan cinta rasa solidaritas terhadap sesama," ujarnya.
Bagi orang yang berpuasa, Arif menyebut, ganjaran pahalanya akan dipenuhi dan dilipatgandakan dengan tidak ada hitungannya lagi. "Oleh karena itu, tidaklah dapat dibayangkan besarnya pahala. Sebab Allah sendiri yang akan memperhitungkannya," sebutnya.
Dalam konteks ini, paling tidak ada dua alasan mengapa dikatakan demikian. Pertama, ibadah puasa merupakan suatu pengendalian diri sendiri. Rahasia untuk melaksanakannya tergantung pada dirinya sendiri pula.
"Puasa itu hanya dapat disaksikan oleh pelakunya sendiri dan Allah semata, sehingga nilai kesungguhannya bergantung pada kesabaran diri dan kejernihan kacamata iman yang dimiliki oleh orang yang berpuasa itu sendiri," tuturnya.
Kedua, puasa merupakan tantangan pada musuh-musuh Allah. Perantara godaan setan adalah kesyahwatan-kesyahwatan. Kekokohan kesyahwatan itu adalah melalui pantangan-pantangan syariat puasa.
"Jadi, jalan untuk menindas gerakan musuh Allah itu adalah dengan puasa, yang juga sebagai pertolongan untuk menegakkan agama Allah. Datangnya pertolongan Allah itu bergantung pada pertolongan manusia itu sendiri pada Allah. Dari segi itulah, puasa merupakan pintu peribadatan dan dijadikan perisai dan pengendalian diri," urainya.
Dengan berakhirnya Puasa Ramadhan, dan tibanya Idul Fitri sarat kebahagiaan, Arif meminta, jangan sampai memperdayakan untuk mengikuti keinginan syahwat dengan berlomba-lomba membeli dan memakai pakaian ataupun barang lainnya yang indah-indah. Serba duniawi yang tak berarti.
"Kita harus menyadari hawa nafsu yang telah kita perangi dan kita kalahkan sebulan penuh di bulan Ramadhan, tentu tidak menyerah begitu saja. Dibalik kekalahan yang diderita oleh hawa nafsu itu tentu masih ada reaksi dan dendam dari setan yang selalu memasang perangkap dan mencari kelengahan kita," paparnya.
Maka, Arif meminta agar Idul Fitri dapat dijadikan sarana penggugah jiwa kita untuk senantiasa waspada dalam menghadapi bujukan-bujukan setan. "Jangan kita nodai kemenangan puasa yang telah kita jalani sebulan penuh, dengan perbuatan-perbuatan mungkar dan menyimpang dari aturan agama Allah," tegasnya.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta itu menyebut, Ramadhan yang telah dilalui menjadi ajang perbaikan, pendidikan, dan training bagi umat Islam untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam berbagai aspek, yaitu; keimanan, keikhlasan, akhlak dan kemanusiaan. Baginya, ajaran Islam mengandung orientasi perbaikan diri secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal ia akan bermuara pada peningkatan ketakwaan, penyerahan diri kepada Allah, dan kesadaran akan kewajiban menunaikan ibadah yang ditujukan kepada-Nya.
"Sedangkan secara horizontal memperbaiki kesadaran diri manusia bahwasanya kehidupan di dunia adalah kesempatan melakukan kebaikan bagi sesama untuk kemanusiaan, dan menjalani kualitas hidup yang baik dan terbaik dengan sebaik-baiknya," tambahnya.
Momentum Idul Fitri menyadarkan umat Islam bahwa kemenangan umat Islam setelah mampu memerangi hawa nafsu selama sebulan lamanya. "Ini adalah simbol dan momentum dari rangkaian proses perintah Allah dan Rasul untuk menempa diri umat Islam agar menjadi pribadi yang sholeh, baik secara personal maupun sosial," tandasnya. (Cris)