Pengajian di Lembah Hopo, Jejak Dakwah di Tengah Hutan Sawit
Oleh: Furqan Mawardi, Ketua Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, Masjid dan Pesantren PWM Sulawesi Barat
Bulan Agustus 2025 ini agak berbeda. Pengajian rutin Pimpinan Cabang Muhammadiyah Karossa Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, yang biasanya bertempat di halaman Masjid Babussalam Karossa, kali ini bergeser ke Desa Lembah Hopo. Desa yang sunyi, tapi menyimpan semangat dakwah yang menyala. Ranting Aisyiyah sudah berdiri tegak di sini, meski ranting Muhammadiyah belum terbentuk. Anehnya atau justru indahnya semangat ibu-ibu melampaui semangat bapak-bapak. Mereka sudah punya pengurus, sudah dilantik, dan sudah bergerak.
Perjalanan dimulai Sabtu siang, 9 Agustus, saya ditemani si kecil Ahmad Dahlan, sang sahabat setia perjalanan dakwah bapaknya. Hujan deras tak menghalangi langkah kami. Dari Mamuju menuju Karossa yang menempuh sekitar enam jam perjalanan melewati jalan berliku, naik-turun gunung, tepi jurang, dan hutan sawit yang membentang luas. Malam merangkak turun ketika kami tiba. Tuan rumah, Bapak Haji Radi pengurus PCM Karossa menyambut penuh keramahan. Malam itu kami istirahat di rumahnya, setelah santap malam dan obrolan hangat.
Subuhnya, saya mengisi kultum di Masjid Babussalam, lalu bersiap menuju lokasi pengajian. Jalan menuju rumah Pak Desa di Lembah Hopo tidaklah mudah. Becek, licin, berbatu, dan menanjak, apalagi semalam diguyur hujan. Tapi ketika sampai, segala lelah terbayar. Rumah panggung kayu milik Pak Desa berdiri asri di tengah kebun, jendelanya terbuka lebar sehingga udara sejuk dari pepohonan dan buah-buahan di sekitarnya tumbuh dengan berbagai macam. Pohon durian, Buah Mangga, kolam ikan, suara aliran sungai dan kicau burung menyatu dalam harmoni yang membuat siapa pun yang duduk di sana akan merasakan kesejukan dan ketenangan.
Yang membuat hati saya bergetar adalah antusiasme para warga. Ibu-ibu datang dengan seragam rapih, sebagian naik motor, sebagian diantar mobil. Bapak-bapak pun hadir dengan wajah sumringah. Pak Desa melayani tamu dengan kopi panas, kue khas daerah, dan senyuman yang tulus. Seakan rumahnya menjadi majelis ilmu yang penuh barokah.
Tema pengajian kali ini adalah tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak, saya mengangkat dari kisah Luqman Al-Hakim. Seorang hamba saleh, bukan nabi atau rasul, tapi namanya diabadikan Allah dalam Al-Qur’an karena kemampuannya mendidik anak dengan penuh hikmah. Saya jelaskan empat kategori anak dalam Al-Qur’an:
1. Anak sebagai penyejuk hati (qurratu a’yun). (QS. Al-Furqan: 74)
2. Anak sebagai perhiasan dunia. (QS. Al-Kahfi: 46)
3. Anak sebagai fitnah (ujian). (QS. Al-Anfal: 28)
4. Anak sebagai musuh bagi orang tuanya. (QS. At-Taghabun: 14)
Semua kembali pada bagaimana orang tua mendidik, memberi teladan, dan mengarahkan.
Diskusi berjalan hangat. Jamaah bertanya, berbagi pengalaman, dan menyimak penuh perhatian. Saya lihat, inilah wajah dakwah yang hidup. Bukan hanya ceramah satu arah, tapi dialog hati ke hati. Dari sekian puluh jamaah yang hadir, ternyata hadir juga pengurus PCM dan PCA Sarudu dari Pasangkayu yang datang untuk saling menguatkan ukhuwah, sebuah kebiasaan indah antar-cabang Muhammadiyah.
Rumah Pak Desa dipenuhi jamaah, sampai kursi harus ditambah di bawah rumah. Panas siang di kebun tak terasa, tertutup oleh sejuknya pepohonan dan teduhnya persaudaraan. Setelah Zuhur berjamaah, makan siang dihidangkan dengan berbagai menu pilihan yang lezat, disajikan dengan penuh cinta.
Sebelum saya pulang dan berpamitan, Pak Desa berkata lirih namun penuh makna, "Pak Ustadz, jangan kapok datang ke sini. Gunakanlah rumah kami untuk pengajian, untuk menebar kebaikan." Kalimat yang membuat hati saya terenyuh.
Di tempat seperti inilah saya merasakan denyut dakwah yang sesungguhnya. Semangat warga, dedikasi tuan rumah, dan kerinduan pada ilmu menjadi bahan bakar untuk terus melangkah. Mungkin jarak Mamuju Karossa jauh dan berat, tapi jarak hati yang dirapatkan oleh iman justru semakin dekat.
Dan saya yakin, jika pengajian rutin ini terus dijaga, Lembah Hopo akan menjadi lembah cahaya. Dari rumah-rumah di tengah kebun sawit, cahaya itu akan menyinari Karossa, lalu meluas ke bumi Sulawesi Barat, tanahnya orang Malaqbi’.