JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UHAMKA menyelenggarakan kuliah umum dalam rangka memperingati Hari Puisi Nasional. Kegiatan ini berlangsung di Kampus UHAMKA, Jakarta, pada Selasa (15/4). Menjadi ruang refleksi penting bagi mahasiswa serta sivitas akademika dalam memahami puisi sebagai alat perubahan sosial dan kesadaran intelektual.
Kuliah umum menghadirkan sejumlah penyair terkemuka Indonesia, antara lain Fikar W Eda, Remmy Novaris DM, Mustafa Ismail, dan Devie Matahari. berbagi pandangan mengenai peran puisi dalam sejarah dan perkembangan sastra Indonesia, khususnya melalui sosok Chairil Anwar yang menjadi ikon puisi modern Indonesia.
Dekan FKIP UHAMKA, Purnama Syaepurohman, PhD, dalam sambutannya mengatakan pentingnya puisi sebagai ruang pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan berpikir. "Puisi itu melembutkan hati. Puisi memiliki makna di baliknya dan itu tidak bisa digantikan oleh AI. Kita bisa belajar tentang sastra Indonesia yang sebenarnya kepada para penyair," ungkapnya.
Ia juga menyoroti sosok Chairil Anwar sebagai tokoh yang patut diteladani. "Chairil sangat mengagumkan. Usianya hanya 27 tahun, tapi produktivitasnya sangat tinggi. Ini yang harus kita maknai," katanya.
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UHAMKA, Dr Abdurrahman Jufri, MPd, turut menegaskan kontribusi besar Chairil Anwar dalam sejarah sastra Indonesia. "Chairil Anwar memberi pengaruh besar dalam perjalanan sastra Indonesia. Ia mengubah wajah puisi menjadi lebih bebas dan personal," ujarnya.
Mustafa Ismail menyebut Chairil sebagai tokoh revolusioner dalam dunia puisi Indonesia. "Chairil memberi perubahan besar dalam sastra Indonesia. HB Jassin bahkan menyebutnya sebagai pelopor Angkatan 45 karena sajak-sajaknya yang penuh terobosan. Chairil mendekonstruksi rima dan membebaskan puisi sebagai jalan ekspresi yang tak biasa," jelasnya.
Remmy Novaris DM menambahkan bahwa meskipun gaya puisi Chairil sempat ditolak oleh sastrawan Pujangga Baru seperti Sutan Takdir Alisjahbana, pengaruhnya tetap kuat dan tak tergantikan. "HB Jassin tetap menempatkan Chairil sebagai pelopor Angkatan ’45 karena semangat pembaruannya," ungkapnya.
Sementara itu, Fikar W Eda mengungkapkan bahwa puisi-puisi Chairil masih relevan hingga saat ini. "Puisinya masih sangat relevan dengan keadaan kita sekarang. Saya bahkan menciptakan puisi berjudul Chairil Bawa Gulungan Tali yang terinspirasi dari karya-karya Chairil," sebutnya.
Menurut Fikar kuliah umum ini menjadi salah satu upaya memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap peran sastra, khususnya puisi, dalam membentuk kesadaran intelektual dan sosial di tengah masyarakat. (Hen/m)