Pancasila Jangan Terus Dislogankan, Tapi Harus Diwujudkan di Dunia Nyata

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
352
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Bangsa Indonesia setiap tanggal 1 Juni memperingati Hari Lahir Pancasila. Terkait hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi mengatakan ketika memperingati Pancasila jangan sekadar ritual pada peringatannya, namun harus memiliki komitmen menjadikan nilai dasar Pancasila itu teraktualisasi dalam kehidupan secara nyata.

“Jika Soekarno menyebutka  Pancasila sebagai “philosopische grondslag” (dasar filosofis) atau “Weltanschauung” (pandangan dunia) maka Dasar Negara tersebut harus menjadi pondasi bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara secara struktural, artinya betul-betul dijadikan nilai penting yang menjiwai dan sekaligus pemikiran mendasar dalam kehidupan berbangsa dan penyelenggaraan bernegara,”jelasnya pada Sabtu (1/6) di Yogyakarta.

Menjadi pertanyaan, apakah kehidupan berbangsa dan benrnegara sejak Indonesia merdeka sampai saat ini telah mencerminkan dan merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila? 

“Dari sila pertama, apakah bangsa Indonesia benar-benar menjalani kehidupan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nilai keyakinan ketuhanan itu dikembalikan pada agama masing-masing yang dianut warga bangsa, sehingga tidak menjadi bangsa yang antiagama (agnostik),  antituhan (ateis), dan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan,” tuturnya.

Bernegara pun niscaya mengindahkan nilai atau ajaran agama, karena dalam pasal 29 UUD 1945 agama diakui keberadaannya oleh konstitusi, bahkan menurut Soekarno Negara Indonesia itu sendiri harus “bertuhan”. 

“Indonesia bukan negara agama, tetapi jangan bawa Indonesia menjadi negara sekuler yang menjauhi, menegasikan, dan memusuhi agama. Para penyelenggara dan pejabat negara wajib beragama dan menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya,” tegasnya.

Dalam mengurus negara harus takut kepada Tuhan antara lain untuk tidak korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan dalam bentuk apapun, serta tidak sekehendaknya dalam mengurus negara dan berbangsa.

“Negara dan pejabat maupun elite negeri harus bersendikan pada nilai kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai kemanusiaan, keadilan,dan keadaban mesti dijunjungtinggi, ditegakkan, serta dipraktikkan dalam berbangsa dan bernegara. Jangan demi mengejar segala kepentingan melanggar nilai kemanusiaan, keadialan, dan keadaban. Termasuk beretika luhur dalam berbangsa dan bernegara. Warga bangsa bahkan disurvei termasuk yang tingkat digility atau kesopanannya rendah dalam bermedia sosial,” paparnya.

Haedar juga menegaskan bahwa sila Persatuan Indonesia juga harus diwujudkan dalam kehidupan nyata berbangsa bernegara, jangan jadi slogan semata tentang Bhinneka Tunggal Ika. Persatuan hanya diperlukan ketika sejalan dengan dan mendukung kepentingan serta golongan sendiri. Manakala menyangkut urusan dan kepentingan sendiri, keluarga sendiri, kelompok sendiri, partai sendiri, dan hal-hal sempit atau ego sendiri kemudian mengorbankan pihak lain sesama komponen bangsa. 

“Pihak yang mendukung dirangkul dan dimanjakan dengan segala keistimewaan, sebaliknya yang kritis atau tidak mendukung dipukul dan disisihkan atau dipinggirkan. Persatuan Indonesia diuji ketika masing-masing pihak memiliki kepentingannya sendiri, apakah bersedia berbagi dan peduli? Jangan sampai praktik siapa kuat siapa menang serta siapa mendapatkan dalam bernegara karena sejatinya mengoyak nilai persatuan Indonesia,” katanya.

Sila keempat sama pentingnya dalam berbangsa dan bernegara, termasuk dalam berpolitik dan berdemokrasi. Bagaimana nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Menurut sejumlah ahli dan praktik di kehidupan nyata, politik dan demokrasi Indonesia sudah sangat liberal. 

“Para aktor baik institusi maupun elitenya terbiasa pragmatis dan oportunistik, demi meraih dan mewujudkan kepentingannya apa saja dihalalkan, termasuk mengakali konstitusi dan peraturan. Hukum pun disalahgunakan dan disiasati demi kepentingan politik sesaat. Warga bangsa pun terbiasa pragmatis dan oportunistik. Karenanya politik dan demokrasi Indonesia kehilangan jiwa hikmah-kebijaksanaan, permusyawaratan, dan perwakilan,”ungkapnya.

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia lebih terlantar. Pihak yang memiliki kekuatan politik, ekonomi,  dan akses dalam negara makin menguasai Indonesia. Sementara mayoritas rakyat yang lemah makin terlemahkan. 

“Kesenjangan sosial dan kemiskinan masih menjadi realitas di negeri ini. Sementara oligarki politik dan oligarki ekonomi makin menjerat  kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di Republik ini,” jelasnya.

Padahal menurut Bung Karno, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua", “satu buat semua, semua buat satu". 
Sumberdaya alam harus dimanfaatkan dan dikelola dengan sebaik-baiknya untuk hajat hidup orang banyak, demi keadilan dan kemakmuran bersama seluruh rakyat Indonesia.

“Karenanya Pancasila jangan terus dislogankan, diteriakkan, disimbolisasikan, dan apalagi dikeramatkan dengan gempita. Pancasila tidak untuk disakralkan dan diglorifikasi dengan paham puritan dan fanatik buta, yang melahirkan pandangan ultranasionalisme, tanpa perwujudan di dunia nyata dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.

Haedar juga menuturkan bahwa berbagai slogan, retorika, dan jargon menawan tentang Pancasila juga akan kehilangan sukma jika tidak disertai komitmen sistem dan manusianya untuk mewujudkan kelima sila Pancasila dalam berbangsa-bernegara. Jangan biarkan Pancasila jadi retorika dan teori utopia yang mengawang di angkasa, namun kehilangan pijakan dan bukti nyata di bumi Indonesia. Apalagi Pancasila sekadar jadi kemegahan simbol tanpa makna. (Adam/Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Majelis Pendidikan Dasar, Menengah (Dikdasmen) dan Pendidikan Non Fo....

Suara Muhammadiyah

8 August 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali meraih pengh....

Suara Muhammadiyah

18 November 2023

Berita

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah – Fakultas MIPA dan Kesehatan (FMIPAKes) Universitas Muhammadiya....

Suara Muhammadiyah

12 June 2024

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Menjelang hari raya Idul Adha Lembaga Pengkajian Pengawasan dan Pendamp....

Suara Muhammadiyah

4 June 2024

Berita

KARANGANYAR, Suara Muhammadiyah - Tiada perjuangan dan pengorbanan yang sia-sia. Kerja keras ak....

Suara Muhammadiyah

22 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah