Muhammadiyah Menjadi Oksigen Kebangsaan

Publish

16 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
26
Dok Istimewa

Dok Istimewa

Muhammadiyah Menjadi Oksigen Kebangsaan 

Oleh: Dr. Hasbullah, M.Pd.I, Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Pada 18 November 2025, Muhammadiyah, organisasi Islam modernis tertua di Indonesia, genap berusia 113 tahun. Usia yang melampaui seabad ini bukan sekadar catatan kronologis, melainkan penanda konsistensi peran strategisnya di tengah dinamika kehidupan kebangsaan yang kian kompleks. Di saat tantangan sosial-ekonomi, politik, dan moral menuntut kesadaran kolektif, Milad ke-113 Muhammadiyah menjadi momentum untuk merefleksikan kembali komitmen abadi organisasi ini dalam mewujudkan cita-cita nasional: Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Sejak didirikan K.H. Ahmad Dahlan pada 1912, Muhammadiyah telah secara aktif menggariskan perannya sebagai agen pembaruan (tajdid) yang berorientasi pada kemajuan. Komitmen kebangsaan organisasi ini tidak hanya dibuktikan saat masa perjuangan kemerdekaan, tetapi terus diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur sosial. Seluruh gerakannya didasarkan pada prinsip Islam yang progresif, meneguhkan bahwa spiritualitas harus termanifestasi dalam aksi nyata (teologi al-Ma'un).

Komitmen kebangsaan ini secara filosofis merujuk pada cita-cita “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”, sebuah konsep kenegaraan ideal yang menekankan pada kemakmuran, keindahan moral, dan perlindungan ilahi. Ini adalah sintesis antara idealisme agama dengan realitas sosiologis-politik Indonesia, menjadikan Muhammadiyah sebagai salah satu "oksigen" yang menjaga nafas keberlangsungan negara.

Bukti Nyata Oksigen Kebangsaan

Peran Muhammadiyah sebagai "oksigen kebangsaan" dapat dilihat secara nyata melalui keberadaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang masif, inklusif, dan berdampak luas bagi masyarakat Indonesia. AUM adalah representasi konkret civil society yang mandiri, berkontribusi menyediakan layanan publik penting, mengurangi beban negara, sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa secara berkelanjutan.

Oksigen kebangsaan yang diusung Muhammadiyah diwujudkan melalui berbagai institusi strategis yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya adalah 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) yang berperan dalam mencetak tenaga akademis dan profesional berkualitas. Selain itu, terdapat 140 rumah sakit dan 231 klinik kesehatan yang menyediakan layanan medis vital bagi masyarakat, menjadi benteng pertahanan kesehatan nasional terutama dalam kondisi krisis.

Lebih jauh, Muhammadiyah juga mengelola 5.345 sekolah dan madrasah yang berfungsi sebagai pusat pendidikan karakter dan ilmu pengetahuan bagi generasi muda bangsa. Di ranah sosial, terdapat 1.012 Amal Usaha Muhammadiyah Sosial yang bekerja aktif membantu masyarakat kurang mampu dan pembangunan komunitas. Tidak kalah penting, 440 pesantren Muhammadiyah (PesantrenMu) berperan sebagai lembaga pendidikan agama yang membentuk kader Islami berakhlak mulia dan pencinta persatuan bangsa. Keseluruhan institusi ini menjadi bukti nyata kontribusi Muhammadiyah dalam menghidupkan dan menyuplai "oksigen" bagi kehidupan kebangsaan Indonesia.

Dari AUM tersebut tidak hanya menghasilkan tenaga kerja profesional yang andal, tetapi juga melahirkan kader bangsa yang berkarakter, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sesungguhnya keberadaan AUM membuktikan bahwa Muhammadiyah tidak sekadar berwacana atau berteori, melainkan memberikan solusi nyata atas berbagai macam persoalan di tingkat akar rumput. Amal Usaha ini secara langsung membantu mengatasi berbagai persoalan struktural bangsa, dari pendidikan hingga kesehatan dan sosial kemasyarakatan.

Dengan demikian, Muhammadiyah sebagai oksigen kebangsaan berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional yang inklusif dan berkeadilan melalui kerja nyata di berbagai bidang. Ini adalah bukti sahih dari kontribusi Muhammadiyah dalam menguatkan persatuan, kemajuan, dan ketahanan kehidupan bangsa Indonesia.

Kesejahteraan sebagai Tujuan Puncak

Sebagaimana diketahui tema Milad Muhammadiyah ke-113 tahun ini, "Memajukan Kesejahteraan Bangsa", adalah panggilan strategis yang sangat relevan. Tema ini bukan sekadar slogan, melainkan sebuah pesan dari peta jalan yang mengukuhkan posisi Muhammadiyah dalam menjawab persoalan bangsa kontemporer.

Pertama, Muhammadiyah menekankan konsep Kesejahteraan Holistik (Lahir dan Batin). Gerakan ini memperkuat dan memperluas usaha di bidang sosial-ekonomi yang memiliki tumpuan kokoh pada kesejahteraan rohaniah (spiritual dan moral). Dalam pandangan Muhammadiyah, kesejahteraan sejati tidak akan tercapai hanya dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) atau angka kemiskinan yang turun. Kesejahteraan harus utuh, mencakup aspek fisik, intelektual, dan etis.

Melalui ribuan amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial, Muhammadiyah secara konsisten menyediakan layanan publik tanpa diskriminasi. Ini adalah praktik nyata teologi yang membumi, di mana pembangunan sosial-ekonomi berjalan seiring dengan pembentukan karakter dan moralitas kebangsaan yang kuat. Keseimbangan ini penting di tengah tantangan disrupsi digital dan krisis moral yang mengancam ketahanan sosial.

Kedua, Muhammadiyah menegaskan perannya sebagai mitra yang proaktif, yaitu dengan mendorong dan mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum sesuai amanat UUD 1945. Dalam hal ini, fokus utamanya adalah mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang merupakan esensi dari Sila Kelima Pancasila.

Muhammadiyah menyadari bahwa kesejahteraan yang dicita-citakan negara harus nyata dan merata. Dalam konteks ini, posisi Muhammadiyah adalah sebagai civil society yang konstruktif dan kritis. Kritik dan masukan yang diberikan selalu berorientasi pada upaya memastikan bahwa kebijakan publik, mulai dari alokasi anggaran hingga program infrastruktur, benar-benar menyentuh rakyat, khususnya mereka yang berada di lapisan paling bawah.

Peran ini menjadi vital ketika isu kesenjangan sosial (gini ratio), akses terhadap kesehatan, dan kualitas pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah besar. Muhammadiyah, dengan jaringan yang luas hingga ke pelosok desa, berfungsi sebagai early warning system sekaligus motor penggerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Sebagai penutup, pada usianya yang ke-113, Muhammadiyah tidak hanya melihat ke belakang sebagai sejarah yang membanggakan, tetapi melihat ke depan sebagai ladang amal yang luas dan tak berkesudahan. Dengan komitmen keislaman yang progresif dan konsisten dalam mewjudkan kebangsaan yang kokoh, Muhammadiyah terus menjadi pilar penopang peradaban bangsa.

Milad 113 ini adalah penegasan kembali bahwa Islam dan keindonesiaan adalah dua entitas yang saling menguatkan. Melalui fokus pada kesejahteraan holistik dan keadilan sosial, Muhammadiyah menunjukkan bahwa tugas keagamaan yang paling mulia adalah berkarya nyata demi kemaslahatan umat manusia. Inilah kontribusi abadi Muhammadiyah dalam merawat dan mewujudkan cita-cita luhur kemerdekaan bangsa Indonesia.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Muhammad Qorib, Dekan FAI UMSU/ Bendahara PWM Sumut   Ibadah haji merupakan salah satu ....

Suara Muhammadiyah

15 May 2025

Wawasan

Oleh Faozan Amar, Dosen FEB UHAMKA dan Direktur Eksekutif Al Wasath Institute Indonesia adalah nega....

Suara Muhammadiyah

29 January 2024

Wawasan

Mengenal Cultural Violence dan Dampaknya  Oleh : Dr. Amalia Irfani, M.Si, Dosen IAIN Pontianak....

Suara Muhammadiyah

6 July 2024

Wawasan

Guru dan Pembelajaran Mendalam Oleh: Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1 Ciputat Tang....

Suara Muhammadiyah

9 March 2025

Wawasan

Mengembangkan Amal Usaha Persyarikatan Tidak Boleh Emosi dan Euforia Oleh: Amidi, Dosen FEB Univers....

Suara Muhammadiyah

28 July 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah