Muhammadiyah dan Moralitas Publik: Mengenang Rosyad Sholeh
Oleh: Syarifuddin Jurdi, Dosen UIN Alauddin Makassar
Muhammadiyah selalu memiliki tokoh yang tidak terlalu populer, tetapi memiliki komitmen dan integritas tinggi untuk mengamankan kebijakan organisasi. Era peralihan politik nasional, Muhammadiyah memiliki sosok yang dapat diteladani dalam soal organisasi yakni Abdul Rosyad Sholeh, biasa disapa oleh anak-anak muda dengan Pak Rosyad, hidupnya sederhana, pembawaannya tenang dan meneduhkan, menyapa siapa saja dengan ramah dan bersikap terbuka.
Pak Rosyad termasuk yang paling sering saya jumpai ketika berkunjung ke Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya setelah pindah dari JL. Ahmad Dahlan pindah ke Jln. Cik Di Tiro, setelah pindah kantor, tentu banyak hal yang perlu dilakukan penataan, khususnya administrasi kantor, kebetulan tahun-tahun itu merupakan tahun dimana saya sedang “sibuk” mengumpulkan data untuk keperluan penyelesaian studi. PP dan seluruh staf rutin melaksanakan shalat dhuhur di lantai satu kantor kala itu, saya lebih nyaman shalat dhuhur di kantor PP ketimbang di kampus, bila bertemu dengan petinggi yang kebetulan hadir pada saat itu, Buya Syafii Maarif sering berjamaah di kantor, demikian pula dengan pengurus yang lain, tetapi yang paling rajin berkantor Pak Rosyad.
Secara singkat dapat digambarkan bahwa Pak Rosyad merupakan aktivis Muhammadiyah sejak muda sampai tua masih menjadi tempat bertanya kader-kader Muhammadiyah, beliau tercatat sebagai pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tahun 1964 bersama Djazman Al-Kindi dan Sudibyo Markus serta beberapa yang lain ikut terlibat pada awal seperti Amien Rais, Yaahya A. Muhaimin, Marzuki Usman dan lain-lain. Pak Rosyad pernah menjadi Sekjen IMM pada tahun 1965, kemudian pertengahan tahun 1970-an sudah masuk dalam struktur kepemimpinan PP hingga akhirnya “pensiun” sebagai pengurus dengan jabatan sebagai Sekretaris Umum periode 2005-2010. Pak Rosyad sering disebut sebagai tokoh yang paling tertib administrasi, paling lurus dan istiqamah dalam menjalankan tugas
Melalui catatan ini, saya ingin merekam pesan-pesan moral beliau bagi aktivis dan kader-kader Muhammadiyah yang diungkapkan – baik secara langsung, melalui forum-forum resmi organisasi, melalui pengajian maupun catatan reflektif beliau yang dimuat Suara Muhammadiyah sekitar tahun 2000-an, kebetulam beliau dipercaya sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Majalah SM itu. Pesan beliau yang penting bagi keberlanjutan Muhammadiyah adalah melakukan penataan organisasi yang berbasis data, melalui data akan mudah melaksanakan program yang tepat sesuai kebutuhan umat. Catatan ini akan merefleksikan beberapa pemikiran Pak Rosyad untuk menguatkan kembali bermuhammadiyah dan cara agar organisasi ini tetap eksis dengan instrumen gerakan yang solid. Gagasan beliau juga saya peroleh ketika berdialog dengan beliau, baik untuk keperluan data penelitian maupun bincang lepas pasca sholat dhuhur di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Pertama, gagasan Pak Rosyad mengenai sikap amanah. Pak Rosyad memberi penekanan yang serius mengenai pentingnya menjaga amanah, menurutnya amanah itu sebagai sesuatu yang diserahkan oleh pihak lain yang menitipkan kepada penerima amanah untuk ditunaikan dengan baik, memelihara dan menjaga amanah merupakan sikap hidup atau watak yang utama dalam Islam. Pak Rosyad memegang teguh prinsip bagaimana menjaga amanah dan memeliharanya dengan baik, apabila semua pengurus dan anggota Muhammadiyah yang memperoleh amanah menjalankan roda organisasi, menjaga amanah warga Muhammadiyah dan umat Islam, maka organisasi ini akan terus bersinar mencerahkan umat dan bangsa. Menurut Pak Rosyad dalam salah satu tulisannya mengutip pernyataan klasik KHA. Dahlan “Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu”, artinya pelanjutnya sebagai penerima amanah berkewajiban untuk menjaga dan memelihara Muhammadiyah agar berkembang dan maju. Apa yang perlu dijaga oleh pewaris Muhammadiyah?
Pak Rosyad menyebut beberapa hal yang perlu dijaga agar Muhammadiyah tetap eksis, sebagaimana para pendahulu menjaga Muhammadiyah hingga hari ini masih terus berkarya untuk umat dan bangsa; Satu, menjaga dan memelihara Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, beraqidah Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah. Menurutnya jangan mencampurbaurkan Muhammadiyah dengan paham-paham atau ideologi lain yang dapat merusak organisasi, tegakkan nilai kemuhammadiayahan dalam setiap aktivitas; dua, bekerja keras mewujudkan visi-misi Muhammadiyah dalam rangka mencapai masyarakat Islam sesuai dengan pesan al-Qur’an dan Sunnah. Program dan agenda Muhammadiyah menurut Pak Rosyad harus terus diperjuangkan dalam rangka mencapai cita-cita tersebut; tiga, berusaha sungguh-sungguh agar program Muhammadiyah dalam banyak bidang kehidupan dapat tercapai. Kolaborasi antara seluruh elemen dalam Muhammadiyah, pengurus, pengelola amal usaha dan warga Muhammadiyah merupakan instrumen utama mencapai cita-cita organisasi; empat, perubahan dan perkembangan zaman suatu keniscayaan, Muhammadiyah harus menemukan metodologi yang tepat dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya.
Kedua, keikhlasan. Pak Rosyad memberi penekanan pada prinsip keikhlasan dalam menjalankan amanah Muhammadiyah, ia menyebut bahwa suatu tindakan harus dimulai dengan suatu kemurnian niat dalam melakukan sesuatu, apabila niatnya baik, tentu akan membawa dampak positif bagi organisasi. Dalam kehidupan yang dinamis, tantangan dan permasalahan yang makin kompleks menurut Pak Rosyad memerlukan keikhlasan dalam berjuang dan mengabdi untuk kemanusiaan dan kemajuan umat dan bangsa. Prinsip ini menjadi kunci dalam setiap aktivitas manusia, tidak hanya berurusan dengan masalah-masalah duniawiah, tetapi juga soal ibadah mahdah dan urusan muamalah lainnya.
Prinsip keikhlasan ini menurut Pak Rosyad akan beririsan dengan semangat berkurban, orang yang sudah ikrarkan dirinya untuk melakukan suatu tugas, maka apapun tantangan dan rintangan tidak menyurutkan semangatnya. Pak Rosyad menyadari bahwa sikap tulus-ikhlas makin luntur, bahkan setiap tindakan selalu disertai dengan kompensasi, imbalan atau reward, menurutnya perlu kembali kita menguatkan etos yang pernah ditanamkan para pendiri Muhammadiyah, Kyai Dahlan rela berkorban waktu, tenaga dan harta untuk mencerdaskan, membebaskan dan memerdekaan umat, etos itu perlu dijadikan spirit perjuangan.
Pernah di internal Muhammadiyah, kalau tidak salah ingat sekitar akhir dekade 1980-an atau awal 1990-an, muncul gagasan mengenai perlunya pengurus Muhammadiyah diberi imbalan/reward, alasannya masuk akal juga, karena pengurus Muhammadiyah itu waktunya dihabiskan untuk memikirkan dan mengurus organisasi, ide memberi imbalan ini menghasilkan polemik dan diskusi yang cukup penting, kala itu Pak AR masih hidup, Pak Azhar Basyir masih ada, tokoh-tokoh penting Muhammadiyah yang istiqamah masih ada, namun usulan tersebut tidak pernah terwujud, pengurus hanya difasilitasi ketika menjalankan tugas organisasi, diberi transport, biaya penginapan dll. Pemikiran Pak Rosyad tentang ikhlas untuk menguatkan kembali semangat bermuhammadiyah di tengah pragmatisme hidup sangat relevan untuk menjadi sumber kekuatan organisasi.
Ketiga, budaya malu. Bangsa ini menurut Pak Rosyad sudah mengalami krisis moralitas dan krisis keteladanan, orang sudah tidak memiliki lagi rasa malu, padahal budaya malu ini memiliki nilai positif yang akan menuntun seseorang kepada tindakan yang terpuji. Tetapi kalau budaya malu itu telah hilang dalam dirinya, maka ia akan menjadi orang yang rendah, nista dan aniaya. Mereka yang sudah tercerabut malunya itulah yang secara terbuka dan disaksikan banyak orang melakukan kebohongan, melakukan korupsi, memanipulasi aturan dan hukum, karena malu sebagai pengaman dirinya telah hilang.
Virus ini dapat merasuki siapa saja, organisasi apa saja, lembaga dan individu, tanpa mengenal status dan kelas sosial, termasuk Muhammadiyah, suatu waktu budaya malu bisa hilang, misalnya pengaruh luar Muhammadiyah yang cukup kencang dalam perebutan kepemimpinan, orang berbohong dianggap biasa, memanipulasi dianggap normal. Kita warga Muhammadiyah berdoa semoga tidak yang hendak memimpin Muhammadiyah melakukan tindakan dan perbuatan dusta, sebagaimana kita menyaksikan drama kebohongan yang terjadi dalam blantika politik dewasa ini. Pak Rosyad memberi pesan moral bahwa pemimpin Muhammadiyah haruslah orang-orang yang terpuji, mulia akhlaknya dan dapat diteladani, tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya, apalagi membuat kebijakan yang merugikan orang lain.
Keempat, hidup sederhana. Rosyad Sholeh memiliki sikap dan pendirian kuat untuk menjalani hidup dunia ini dengan sederhana, menurutnya sikap hidup sederhana itu bukan hanya diperbincangkan, tetapi ditunjukkan dengan tingkah laku dan sikap hidup sebagai pangkal keselamatan dunia akhirat. Kesederhanaan itu ditunjukkan dengan sikap hidup yang wajar, sikap itu menurutnya sikap rendah hati atau sederhana, untuk sikap ini dapat dilihat dalam surat Al-Furkan ayat 63 “Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, ‘Salam’.” Hamba Allah yang baik itu atau Ibadurrahman itu menurut Pak Rosyad adalah hamba Allah yang mampu bersikap sederhana, tidak sombong, tidak angkuh dan tidak congkak. Ibadurrahman itu adalah hamba yang mampu menjaga keseimbangan dirinya, ketika memiliki posisi kekuasaan dan atau kekayaan, tidak menyebabkan dirinya menjadi orang-orang sombong dan serakah.
Kelima, perkuat jamaah. Organisasi Islam yang sehat, kuat dan mengakar dalam pandangan Pak Rosyad adalah organisasi yang intensif melakukan pembinaan dan pendampingan kepada jamaahnya, sumber kehidupan organisasi yang menggerakkan dan menghidupkan yakni jamaah, menjadikan jamaah sebagai sumber utama kekuatan organisasi. Prinsip itulah yang menjadi landasan filosofis mengapa Muhammadiyah pada Muktamar tahun 1970-an merumuskan istilah Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah, suatu upaya memperkuat basis gerakan. Kegelisahan Pak Rosyad mengenai pembinaan jamaah ini merupakan kegelisahan pimpinan Muhammadiyah secara umum, gerakan ngaji bareng, pengajian akhir pekan, menggerakkan cabang dan ranting melalui kebijakan pembentukan LPCR dan lain-lain.
Alm. Ashad Kusuma Jaya menulis secara khusus buku “Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah: Menggerakkan Dakwah Akar Rumput di Era Industri Lanjut”, Ashad mengelaborasi berdasarkan hasil risetnya di wilayah seputar Yogyakarta, menurutnya kegiatan dakwah memerlukan pemahaman dan pengetahuan mengenai obyek yang dijadikan sasaran dakwah, misalnya dakwah pada mereka yang hobi main bola akan berbeda dengan dakwah kepada mereka yang suka musik dan lain sebagainya, jadi jamaah itu harus berbasis hobi, profesi dan geografi. Mengenal jamaah menjadi point yang perlu dimiliki mubalig Muhammadiyah. Pak Rosyad sangat menekankan hal ini, tidak hanya paham kondisinya, tetapi juga aspek yang menjadi perhatian Muhammadiyah harus disentuh seperti memperkuat jamaah pada semua aspek, misalnya aspek pendidikan sebagai pusat menumbuhkan kesadaran umat kritis umat, kemudian aspek sosial untuk memperkuat kohesi dan solidaritas antar mereka, aspek ekonomi dengan memperkuat kemandirian dalam bidang ekonomi dan budaya agar bersinergi dalam memperkuat jamaah akar rumput. Refleksi Pak Rosyad soal ini pernah dimuat dalam Suara Muhammadiyah No. 21 Tahun ke-86.
Prinsip perjuangan menjadi spirit kaum muda Muhammadiyah, keteladanan dan istiqamah beliau dalam menjalankan amanah organisasi sebagaimana Prof. Haedar nashir sebutkan Pak Rosyad orang yang paling paham Muhammadiyah dari A sampai Z. Akhirnya, hidup dan mati suatu misteri, tidak ada yang tahu kapan akan terjadi, sebagaimana yang dialami Pak Rosyad. Pada tanggal 30 Juli 2025 informasi meninggalnya Pak Abdul Rosyad Sholeh membanjiri paltform media sosial, mulai WhatApps, Facebook, Instragram, X (dulu Twitter) dan yang lainnya, kader-kader Muhammadiyah menyampaikan ungkapan belangsukawa dan mendoakan kepergian beliau. Selamat jalan ayahanda, teladan dalam berorganisasi dan sumber inspirasi kaum muda, insya Allah engkau memperoleh tempat yang mulia di sisi Allah swt, allahumagfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu.