Mengenang Wafatnya Nabi (Serial Kehidupan Nabi SAW)

Publish

2 October 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
230
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Mengenang Wafatnya Nabi (Serial Kehidupan Nabi SAW)

Oleh: Donny Syofyan: Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Nabi SAW melakukan hijrah ke Madinah, di mana beliau tinggal selama sepuluh tahun terakhir hidupnya. Pada tahun ke-10, beliau melakukan apa yang sekarang digambarkan dalam pelbagai sumber sebagai Haji Wada'. Selama haji tersebut, beliau menyampaikan apa yang kami sebut Khutbah Wada', memberikan beberapa instruksi terakhirnya kepada komunitas Muslim. Hanya beberapa bulan setelah itu, sekembalinya ke kota Madinah setelah menyelesaikan haji, beliau jatuh sakit, yang akhirnya menyebabkan wafatnya.

Dalam Khutbah Wada' kepada umat, Nabi SAW menyoroti beberapa poin penting. Salah satunya adalah bahwa semua praktik yang disebut sebagai Zaman Jahiliyah sekarang dihapuskan. Ini termasuk hal-hal seperti pengenaan bunga, di mana kreditur akan membebankan bunga berbunga, dan orang miskin, karena tidak punya pilihan lain, akan mengambil pinjaman dan semakin terbebani oleh bunga yang harus mereka bayar atas pinjaman tersebut. Nabi, semoga damai besertanya, membatalkan praktik ini, mengatakan bahwa Anda diperbolehkan untuk mendapatkan kembali pokok Anda, tetapi tidak ada bunga.

Beliau juga menghapuskan apa yang disebut sebagai balas dendam darah, di mana satu suku, jika seseorang dibunuh oleh suku lain, akan membalas dendam, yang menyebabkan siklus pembalasan yang terus berlanjut. Nabi, semoga damai besertanya, mengatakan bahwa semua itu dibatalkan. Beliau menekankan pentingnya shalat dan memperhatikan para pelayan Anda, memastikan mereka diberi makan, pakaian, dan diberi penghargaan yang layak atas pelayanan mereka. Beliau menekankan pentingnya menjaga perempuan, memastikan hak-hak mereka diberikan dan mereka tidak dilecehkan atau dianiaya.

Pesan-pesan tersebut diterapkan bahkan hingga hari ini. Muslim sangat menghormatinya. 

Apa yang sering disebut sebagai khotbah terakhir Nabi dicetak pada selembar kertas dan digantung di dinding sebagai pengingat terus-menerus kepada umat Islam tentang apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Meskipun tidak ada satu buku hadits pun yang memuat keseluruhan khotbah tersebut, bagian-bagiannya telah dikumpulkan dari berbagai buku untuk memberi kita khotbah lengkap seperti yang kita miliki sekarang. Mungkin saja Nabi SAW tidak mengatakan semua hal itu sekaligus; mungkin selama periode haji, selama beberapa hari, dia mengatakan hal yang berbeda pada waktu yang berbeda. Orang-orang mengingat ini sebagai apa yang dia katakan selama haji terakhir, dan sekarang semuanya disusun bersama untuk memberi kita apa yang tampak seperti pidato yang berkelanjutan dan panjang. 

Setelah beliau wafat, umat Islam sebagian besar terkejut, yang tercermin dalam perilaku Umar, seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Dikabarkan bahwa Umar bersumpah bahwa Nabi SAW tidak mati. Dia berkata bahwa Nabi pasti telah pergi menemui Tuhannya dengan cara yang sama seperti Musa pergi menemui Tuhannya, dan bahwa Nabi akan segera kembali. Umar bahkan mengancam akan menghukum mereka yang berani mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW telah wafat.

Umar menganggap mengatakan bahwa Nabi telah wafat adalah sebuah penghinaan, tapi itu bukan satu-satunya reaksi. Reaksi lain terlihat pada ketenangan Abu Bakar, sahabat Nabi lainnya yang juga merupakan ayah mertua Nabi. Abu Bakar sedang berada di luar kota pada saat Nabi wafat, namun ketika mendengar berita tersebut, ia kembali. Dia masuk untuk melihat jenazah Nabi saat terbaring diam, mencium keningnya, lalu keluar untuk berbicara kepada orang-orang, mengatakan: "Siapa pun yang menyembah Muhammad harus tahu bahwa Muhammad telah meninggal, tetapi siapa pun yang menyembah Allah harus tahu bahwa Dia itu hidup selamanya dan tidak mati."

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, beliau meninggalkan kekosongan yang signifikan sebagai pemimpin penting dalam umat. Bagaimana para pemimpin berikutnya diputuskan? Sementara persiapan masih dilakukan untuk pemakaman Nabi, beberapa sahabat Nabi berkumpul untuk memutuskan pemimpin baru untuk melanjutkan misinya. Ada dua aspek misi Nabi: satu sebagai penerima wahyu ilahi, yang disepakati oleh komunitas Muslim tidak akan berlanjut, dan yang lainnya sebagai pemimpin dan gubernur komunitas. Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang akan mengatur urusan kota dan komunitas Muslim yang lebih luas.

Beberapa sahabat, yang dikenal sebagai Anshar—penduduk asli Madinah, tempat Nabi berhijrah—ingin memilih seorang pemimpin dari antara mereka sendiri. Sementara itu, para imigran yang menemani Nabi, yang dikenal sebagai Muhajirin, percaya bahwa salah satu dari mereka harus dipilih sebagai pemimpin. Setelah beberapa diskusi, Abu Bakar, salah satu imigran yang paling dihormati, dielu-elukan sebagai pemimpin yang paling tepat. Akhirnya, orang-orang berjanji setia kepadanya, sebuah cara sederhana untuk menyatakan dukungan dan suara mereka.

Dengan adanya kepemimpinan baru, bagaimana iklim sosial dan politik berubah di dalam komunitas? Sekarang umat memiliki pemimpin baru, masyarakat harus menjalani hidup dengan kenangan akan Nabi Muhammad SAW, dan di bawah pemerintahan baru. Banyak yang merasa sulit untuk menanggung kehilangan dan ketidakhadiran Nabi, sering mengenang hari-harinya dengan penuh kasih sayang dan air mata. Mereka melihat kembali teladannya, caranya melakukan sesuatu, dan berusaha untuk menjalankan keyakinan mereka dengan cara yang sama.

Membandingkan masa lalu dengan hari ini, ada pemimpin komunitas tertentu pada masa Nabi, seperti halnya komunitas saat ini memiliki imam atau pemimpin komite mereka sendiri. Saat itu, para pemimpin lokal sering merujuk kembali kepada Nabi, mengirimkan delegasi untuk mengajukan pertanyaan, menyelesaikan masalah, atau memutuskan perselisihan. Saat ini, situasinya sebagian besar masih sama, dengan kepemimpinan terpusat dan banyak pemimpin lokal yang membimbing masing-masing komunitas.

Kematian Nabi SAW mengajarkan kita beberapa pelajaran. Salah satunya adalah bahwa Nabi SAW dilaporkan telah diberi pilihan antara harta dunia atau masuk surga. Ketika dia menyebutkan hal ini kepada seorang sahabat, sahabat tersebut menyarankan agar Nabi dapat memilih harta dunia dan juga masuk surga. Namun, Nabi melihatnya sebagai pilihan antara dunia ini dan akhirat, dan dia memilih akhirat.

Sebuah kisah menceritakan bahwa Rasulullah, dengan menunjuk ke langit, berkata, "Menuju sahabat yang paling tinggi," mengisyaratkan kerinduannya untuk kembali kepada Allah, sebaik-baiknya teman. Aisyah, sang istri tercinta, memahami dari ucapan itu bahwa Rasulullah memilih kehidupan akhirat daripada tetap di dunia bersama mereka.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Bukan 'Othak-Athik-Gathuk' Oleh: Wahyudi Nasution Orang yang tidak mengenal bahasa dan budaya Jawa....

Suara Muhammadiyah

5 November 2024

Wawasan

Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah) dan Iyus Herdiana Saputra (Dosen al-Islam dan Kemuhamm....

Suara Muhammadiyah

25 January 2024

Wawasan

Inkuisisi Ibnu Hanbali (Bagian ke-2) Oleh: Donny Syofyan Konsekuensinya pada abad ke-9 pemberontak....

Suara Muhammadiyah

10 October 2023

Wawasan

Menelisik Islam Progresif Perspekif Abdullah Saeed Oleh: Sutopo Ibnoris, PC IMM AR Fakhruddin Kota ....

Suara Muhammadiyah

19 June 2024

Wawasan

 Omon-Omon Soal Tambang  Oleh: Wahyudi Nasution Sudah lama Pak Bei tidak kedatangan tamu....

Suara Muhammadiyah

1 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah