Lakoni Bisnis Jika PTMA Kita Mau Eksis
Oleh: Amidi, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Palembang dan Bendahara BPH UM-AD Palembang)
Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA) yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah terus mengalami perkembangan, tidak hanya di dalam negeri tetapi sudah meramba ke berbagai negara. Seiring dengan perkembangannya, terutama PT Muhammadiyah juga melakukan pengembangan dengan mendirikan amal usaha bidang ekonomi atau unit bisnis.
Hal ini dilakukan pihak pengelola, selain sebagai bentuk pengembangan amal usaha atau unit bisnis juga dalam rangka mengantisipasi adanya penurunan jumlah mahasiswa baru. Pada umumnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di negeri ini termasuk PTMA rata-rata mengalami penurunan jumlah mahasiswa baru.
Penurnan jumlah mahasiswa baru tersebut terjadi pada pasca pandemi dan terus berlangusng sampai saat ini, pada saat itu penurunan jumlah mahasiswa baru, tidak hanya melanda PTS dan atau PTMA tetapi juga melanda PTN, dan yang lebih terasa lagi dialami oleh PTS dan atau PTMA. Namun bagi PTN penurunan jumlah mahasiswa baru tersebut tidak membuat mereka “gusar”, lain hal nya dengan PTS dan atau PTMA. Kondisi ini diperparah oleh adanya perubahan status PTN menjadi PTN Badan Layanan Umum (PTN-BLU) dan atau PTN Berstatus Badan Hukum Publik (PTN-BH) yang mendorong PTN menerima mahasiswa baru sebanyak-banyaknya.
Tak ayal lagi, jumlah mahasiswa baru yang mendaftar/masuk ke PTS dan “menyusut”. Rata-rata PTS di negeri ini mengalami penurunan dalam penerimaan jumlah mahasiswa baru, tak terkecuali bagi PTMA. Contoh salah satu PTS milik Persyarikatan Muhammadiyah yang ada di Yogyakarta, pada saat kami studi banding. “mengeluh”, biasanya rata-rata setiap tahun mahasiswa baru yang masuk mencapai 17.000-20.000, beberapa tahun ini mereka hanya dapat menerima sebanyak 10.000-13.000. Di Palembang sendiri, salah satu PTS milik Persyarikatan Muhamamdiyah yang terbilang sudah besar, biasanya menerima mahasiswa baru rata-rata setiap tahun 3.000-4.000 mahasiswa, beberapa tahun terakhir ini hanya menerima 1.000-2.000 mahasiswa baru.
Tidak heran kalau saat ini antar PTS terjadi “persaingan sengit” , termasuk antar PTMA pun demikian. Pimpinan PTS umumnya, termasuk PTMA berlomba-lomba menampilkan diri untuk menjual diriya, untuk mendorong calon mahasiswa masuk, baik dengan cara memperbaiki penampilan phisik maupun meningkatkan kaulitas pengelola atau Sumberdaya Manusia (SDM). Bahkan tidak jarang ada pihak PTS umumnya termasuk PTMA di daerah melakukan promosi dengan memberi imbalan jasa kepada “pihak” yang dapat membawa calon mahasiswa untuk mendaftar/masuk.
Dari sisi phisik, PTS umumnya termasuk PTMA berlomba-lomba membangun gedung yang serba “wah”, dan bertingkat tak ubahnya hotel berbintang. Dari sisi non phisisk (SDM) juga sama, terkadang kita berlomba-lomba mendorong dosennya untuk meraih gelar Doktor, Guru Besar dan atau profesor serta berlomba-lomba untuk terakreditasi baik dan atau unggul.
Memang sebagian masyarakat, masih mempertimbangkan peringkat “akredetasi” dan tenaga pengajar yang sudah meraih gelar Doktor tersebut, walaupun ada juga kelompok masyarakat yang tetap bersikukuh yang penting kualitas dosennya, bukan gelarnya (maaf sekedar menyampaikan pandangan masyarakat).
Perlu Berbisnis
Namun, kondisi ini tidak bisa dipertahankan, karena tetap saja akan terjadi “persaingan sengit”. Untuk itu, sebaiknya PTMA harus melakoni bisnis, karena PTMA yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah murni mengandalkan kemampuan dan kekuatan financial sendiri.
Untuk mengantisipasi penurunan jumlah pendapatan PTMA agar tidak collpas, maka melakoni bisnis ini mutlak harus dilakukan. Jika terjadi foce mayor atau kondisi yang tidak kita inginkan, misalnya ada yang “sulit bernapas” karena pendapatan terus menurun, maka ia akan bisa bernapas dengan lega, karena ia dapat melakukan “injeksi” atau suntikan dana yang diperoleh dari unit bisnis yang mereka lakoni.
Ikuti PTMA Sudah Duluan
Jauh sebelumnya, beberapa PT milik persyarikatan Muhammadiyah yang ada di Pulau Jawa sudah melakoni bisnis. Ada yang melakukan ekspansi dengan mendirikan rumah sakit, membuka unit bisnis POM bensin, mini market, taman wisata, unit perdagangan dan berbagai unit bisnis lainnya.
PT milik Persyarikatan Muhammadiyah yang berada di pulau Jawa tersebut sudah mengembangkan amal usaha dengan membuka amal usaha bidang ekonomi atau unit bisnis tersebut, sudah selayaknyalah diikuti oleh PT milik Persyarikatan Muhammadiyah yang ada di daerah.
Mengapa tidak, memang sebagian PT milik Persyarikatan Muhammadiyah di daerah juga sudah ada yang mendirikan unti bisnis tersebut, namun perlu melakukan penyesuaian dengan kemampuan dan pasar yang akan dituju.
Bila di simak, saat ini tidak sedikit unit bisnis yang dilakoni oleh PT milik Persyarikatan Muhammadiyah di Pulau Jawa tersebut sudah mulai diikuti oleh PT milik persyarikatan Muhammadiyah di daerah, paling tidak mereka sudah memiliki unit bisnis bidang perdagangan (ritel modern) baik yang mereka lakoni sendiri maupun melalui kerja saja dengan pihak lain.
Intinya, apa saja unit bisnis yang akan dilakukan oleh PT milik Persyarikatan Muhammadiyah adalah baik, hanya yang penting adalah bagaimana pengelolaannya, agar tidak menimbulkan ekses negatif, baik bagi pengelola maupun bagi pihak PT milik Persyarikatan Muhamamdiyah.
Apalagi saat ini, Persyarikatan Muhammadiyah melalui pimpinan pusat (PP) Muhammadiyah sendiri sudah mulai mengembangkan amal usaha di bidang ekonomi tersebut atau melakoni bisnis, baik yang langsung dilakoni oleh Persyarikatan Muhamamdiyah sendiri maupun yang dilakoni oleh amal usaha bidang pendidikan (PTMA) seperti Bank Perkereditan Rakyat Syariah dikembangkan oleh salah satu PTM sekarang menjadi Bank Syariah Matahari, dan unit bisnis ritel yang dikemas dengan nama Surya Mart serta unit bisnis lainnya yang sudah dikembangkan dan akan dikembangkan.
Hal Yang Perlu Disiapkan
Sebelum melakoni bisnis dan atau sebelum unit bisnis tersebut akan dibuka, harus ada persiapan yang matang, setidaknya business plan, dan legalitas bisnis benar-benar harus diperhatikan. Maaf, ini hanya mengingatkan saja, saya yakin SDM yang akan mengelola unit bisnis pada PTMA tersebut sudah paham dan sudah handal, apalagi jika pengelola tersebut melibatkan SDM berlatar belakang ekonomi dan berpengalaman.
Sekali lagi maaf, hanya mengingatkan bahwa agar bisnis yang dijalankan tersebut tetap eksis dan berkembang “mutlak” harus ada pemisahan antara pengelolaan unit bisnis dengan pengelolaan PTMA.
Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah “the right man on the rihgt place” mutlak harus diutamakan, hindari “nepotisme” yang tidak berdasar, hindari “jiwa feodal” yang masih bercokol dalam diri pengelola, hindari “sifat serakah” agar istilah Bapak Presiden Prabowo Subianto “serakahnomic” tidak bercokol pada diri pengelola atau pengurus.
Upayakan jangan ada rasa “iba” dalam pengelolan unit bisnis yang akan dilakoni dan upayakan jangan ada unsur “nepotisme” yang tidak berdasar tersebut. Misalnya, SDM yang sudah pensiun dan atau tidak produktif lagi, jangan dijadikan pengurus atau mengelola atau melakoni unit bisnis tersebut, usahkan pengelola yang akan melakoni unit bisnis tersebut adalah SDM yang profesional.
Jiwa Bisnis Harus Menonjol
Bagi pengelola unit bisnis pada PTMA adalah SDM yang benar-benar memiliki jiwa bisnis agar dalam melakoni atau menjalankan bisnis mereka dapat menerapkan prinsip-prinsip dan startegi-strategi bisnis serta pandai membaca dan mengestimasi pasar.
Setidaknya, pengelola unit bisnis harus berupaya untuk menciptakan “merek” yang sekaligus akan menjadi “brand” yang melekat pada unit yang sedang dilakoni tersebut.
Kemudian, pengelola pun harus melakukan berbagai startegi bisnis, startegi pemasaran dan atau strategi promosi bak strategi bisnis yang dijalankan oleh pelaku bisnis yang sudah memiliki brand, skala besar, mapan dan sudah eksis di pasar. Strategi bisnis ini penting, karena pihak PTMA yang membuka unit bisnis tersebut harus menghadapi pesaing yang sudah memiliki brand, skala besar, mapan dan eksis tersebut. Pengelola unit bisnis yang dimiliki PTMA harus mempunyai khas dan ke-unik-an sendiri. Misalnya salah satu unit bisnis yang dimiliki PT milik persyarikatan Muhammadiyah di Yogyakarta, unit bisnis ritel-nya menjual “beras organik” yang dikemas dengan cara di fakum dengan ukuran satu kilo gram. Sehingga, para akademisi, pegawai/karyawan/dosen/mahasiswa/konsumen umum yang akan membeli beras tersebut sangat praktis.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah pengelola dan pihak PTMA yang membuka unit bisnis tersebut, harus terus memantau perkembangan bisnis di luar sana yang terus melakukan inovasi, ekspansi dan terobosan-terobosan baru, agar unit bisnis yang dijalankan senantiasa langgeng dan tetap eksis, sehingga momok turunnya jumlah mahasiwa baru bagi PTMA tidak lagi menghantui. Semoga!