Kis Rahayu dan PAUD yang Hampir Kolaps

Publish

1 October 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
694
Kis Rahayu

Kis Rahayu

Terinspirasi dari 3 buku babon yang mengulas pendidikan anak usia dini, mulai dari buku Totto Chan: The Little Girl at the Window, Revolusi Cara Belajar, hingga buku berjudul Sekolahnya Manusia karya Munif Chatib, membuat Kis Rahayu tergerak melakukan berbagai terobosan dalam mengembangkan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Nur’aini yang sempat kolaps, hingga menjadi sekolah unggulan Aisyiyah seperti yang kita lihat sekarang. 

Sebelum berubah nama menjadi Nur’aini, sekolah yang awalnya berlokasi di serambi masjid Ad-Zakirin Ngampilan bagian Utara tersebut merupakan embrio dari Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) Ngampilan yang berdiri pada tahun 1982. Pendirian sekolah ini diinisiasi oleh Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Ngampilan. Sampai tahun 1996, TK ABA Ngampilan masih beroperasi dengan dua guru dan 15-17 murid. 

Masih di tahun yang sama, PRA Ngampilan kembali mendirikan amal usaha baru di bidang pendidikan, yaitu Taman Pengasuhan Anak (TPA) yang berdiri pada tanggal 21 April 1996. TPA ini awalnya belum mendapatkan respon baik dari masyarakat karena kebutuhan akan penitipan dan pengasuhan anak yang belum banyak menjadi pilihan bagi orang tua. 

TPA ini pada awalnya menempati rumah kontrakan kecil berukuran 8x6 meter tanpa dilengkapi kamar mandi (MCK). Melihat kenyataan ini, Kis bersama beberapa kawan pun langsung melakukan audiensi kepada lurah yang bersangkutan untuk meminta dibuatkan MCK. Tak berselang lama, fasilitas MCK pun diberikan. 

Pasca berdirinya di tahun 1996, TPA Nur’aini hanya memiliki satu murid, yaitu anak dari seorang Kepala Kantor PP Muhammadiyah Arjani Asdinarju. Kondisi ini berlangsung selama 3 bulan pertama, sampai pada akhirnya datang anak-anak lain bersama orang tuanya untuk mendaftar. 

Singkat cerita, seiring dengan berjalannya waktu, tahun 1997, 1998, 1999, orang tua yang ingin menitipkan anaknya ke Nur’aini sudah mulai banyak. Namun pada tahun 1999, seiring dengan mulai dikenalnya TPA Nur’aini, kontrak rumah pun tidak diperpanjang karena tidak mendapatkan izin dari pemilik rumah. “Padahal dalam perjanjiannya boleh dikontrak dalam waktu yang lama, tapi ternyata tidak boleh,” ujar Kis mengenang perjuangan Nur’aini kepada Suara Muhammadiyah. 

Setelah izin kontrak tidak dapat diperpanjang, TPA Nur’aini kemudian pindah di Jalan KHA Dahlan nomor 152 sampai sekarang. Mulanya tempat baru ini merupakan asrama bagi mahasiswa UMY, dan dari pihak Nur’aini hanya meminjam aula bawah masjid yang tidak terpakai berukuran 10 meter persegi. “Ternyata di tempat yang baru ini bisa lebih berkembang,” paparnya. 

Pada tahun 2000-an, setelah beroperasi selama 18 tahun, TPA Nur’ani pun sudah mulai dikenal, dengan jumlah murid mendekati 40 anak. Namun setelah beroperasi selama 18 tahun, TK ABA Ngampilan dinyatakan kolaps karena tidak mendapatkan murid satu pun di tahun ajaran 2000-2001. 

Sebulan sebelum tahun ajaran 2000-2001 secara resmi ditutup, dengan berbagai tangisan dan dramanya, perempuan yang memiliki kesibukan sebagai trainer PAUD tingkat Nasional itu kemudian diminta untuk mengambil alih TK ABA Ngampilan yang kemudian dimerger dengan TPA Nur’aini. Menempati satu ruangan kecil berukuran 3x6 meter, dalam waktu satu bulan, ia bersama satu guru pindahan dari Utara itu kemudian bergerilya mencari murid. 

“Salah satu cara saya mencari murid, anak-anak TPA Nur’aini yang usianya hampir TK, saya temui orang tuanya, mereka saya minta untuk menyekolahkan anaknya di TK Nur’aini dengan janji bahwa orang tua murid bisa lebih tenang karena tidak perlu menjemput anak di jam 10 pagi. Inilah cikal bakal TK Nur’aini membuka program full day. Hal inilah yang membuat orang tua tertarik,” ucapnya. 

Dalam waktu satu bulan tersebut, TK Nur’aini pun berhasil menjaring 18 murid dari hasil bergerilya. Bukan hanya strategi jemput bola, Kis Rahayu bersama beberapa guru di Nur’aini juga mengembangkan strategi marketing yang lain, yaitu membuka program drumband yang saat itu banyak digandrungi oleh masyarakat. 

“Waktu itu saya sampai mencari pinjaman uang untuk pengadaan drumband. Namanya juga sekolah hampir kolaps. Sampai kami meminta sekolah sebelah agar latihannya digabung karena faktor keterbatas fasilitas sarana dan pra sarana yang dihadapi Nur’aini,” ujarnya. 

Dengan strategi yang pada waktu itu bisa dibilang out of the box, murid-murid yang mendaftar setiap tahunnya terus bertambah. Pada tahun ajaran 2001-2002, TK Nur’aini menerima 36 murid, di tahun berikutnya bertambah menjadi 46 murid, di tahun berikutnya meningkat menjadi 58 murid, dan terus bertambah setiap tahunnya. “Setiap tahun saya harus menambah satu ruangan,” ujarnya. 

Ia pun mengaku, apa yang debenarnya menjadi daya tarik dari Nur’aini hingga sekarang adalah layanan day care-nya. (diko)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Kami memanggilnya: Paman Jangkung. Badannya tinggi. Kurus. Beliau adik kandung ibu. Tetapi, ibu dan ....

Suara Muhammadiyah

8 November 2024

Humaniora

Cerpen: Suratini Eko Purwati Ada tetangga, penduduk asli kampung menjual rumah keluarga dan ada pen....

Suara Muhammadiyah

8 September 2023

Humaniora

Oleh: Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si Tahu Karna sang Raja Angga? Dia kestria digdaya. Anak Dewi K....

Suara Muhammadiyah

28 October 2024

Humaniora

SM Tower dan Semangat Pemberdayaan "Business is Business",  memang demikianlah ekosistem sebua....

Suara Muhammadiyah

15 October 2023

Humaniora

Legiun 'Ndregil' Selasa pagi 17 Oktober 2023, tersiar kabar duka wafatnya tokoh sepuh Muhammadiyah ....

Suara Muhammadiyah

23 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah