Kesetaraan Rasul dalam Al-Qur`an

Publish

16 August 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
416
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kesetaraan Rasul dalam Al-Qur`an

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Ayat yang sering menimbulkan kesalahpahaman, yaitu surat Al-Baqarah ayat 285, menyatakan bahwa orang beriman tidak membeda-bedakan antara rasul-rasul Allah. Ini adalah ayat krusial dalam Islam karena merangkum esensi keimanan seorang Muslim. Dalam ayat ini, ditegaskan keyakinan kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, dan seluruh rasul tanpa membeda-bedakan satu sama lain.

Namun, mungkin muncul pertanyaan, "Bukankah Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai rasul terbesar? Bukankah ini bentuk pembedaan? Kita mengikuti ajaran beliau secara langsung, sementara rasul lain mungkin hanya secara tidak langsung." Pertanyaan ini menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Jawaban atas pertanyaan mengenai pembedaan antara para rasul terletak pada pemahaman yang lebih mendalam tentang makna ayat tersebut. Penggunaan kata "distinction" dalam terjemahan bahasa Inggris mungkin menimbulkan interpretasi yang kurang tepat. Ayat ini tidak bermaksud melarang adanya perbedaan derajat atau keistimewaan antara para rasul, melainkan menekankan pentingnya sikap inklusif dalam menerima keseluruhan ajaran yang dibawa oleh mereka.

Al-Qur`an dengan tegas menyatakan bahwa seorang Muslim tidak boleh memilih-milih dalam meyakini kebenaran para rasul. Seperti halnya menolak satu perintah Tuhan berarti mengingkari keseluruhan ajaran-Nya, menolak salah satu rasul juga berarti menolak keseluruhan konsep kerasulan yang diutus oleh Allah SWT. Prinsip ini sejalan dengan ayat dalam kitab Yakobus yang menyatakan bahwa menolak satu perintah sama dengan menolak seluruh hukum Tuhan.

Oleh karena itu, ayat ini tidak hanya melarang adanya diskriminasi terhadap para rasul, tetapi juga menegaskan pentingnya menerima pesan dan ajaran yang mereka bawa sebagai satu kesatuan utuh. Keimanan yang benar adalah menerima semua utusan Allah tanpa terkecuali, karena mereka semua menyampaikan wahyu dari sumber yang sama.

Allah SWT mengutus para rasul sebagai pembawa risalah dan petunjuk bagi umat manusia. Menolak salah satu dari mereka berarti menolak wahyu dan petunjuk yang Allah SWT turunkan. Hal ini pada akhirnya akan menjauhkan kita dari kebenaran dan rahmat-Nya. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, kita wajib mengimani dan menghormati seluruh rasul yang telah diutus oleh Allah SWT.

Namun, perlu dipahami bahwa meskipun semua rasul memiliki kedudukan yang mulia, Allah SWT memberikan derajat dan keistimewaan yang berbeda-beda kepada mereka. Hal ini tercermin dalam firman-Nya pada awal Juz ketiga Al-Qur`an, surat Al-Baqarah ayat 253, yang berbunyi "Tilka ar-rusul fadhdhalna ba'dhahum 'ala ba'dhin" (Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain). 

Perbedaan derajat dan keistimewaan yang Allah berikan kepada para rasul-Nya adalah bagian dari kehendak dan hikmah-Nya. Sebagai orang beriman, kita dapat memahami dan mengakui adanya perbedaan tersebut. Setiap rasul memiliki keistimewaan dan kelebihan masing-masing, sesuai dengan tugas dan misi yang diembankan kepada mereka.

Namun, penting untuk diingat bahwa perbedaan ini bukanlah alasan untuk membeda-bedakan antara satu rasul dengan rasul lainnya dalam hal keimanan. Ayat ini secara tegas melarang umat Islam untuk memilih-milih dalam menerima kebenaran yang dibawa oleh para rasul. Keyakinan kepada seluruh rasul adalah bagian integral dari keimanan seorang Muslim.

Sebagai umat Muslim, kita mengimani dan menghormati seluruh nabi dan rasul yang telah diutus oleh Allah SWT. Namun, Nabi Muhammad SAW memiliki kedudukan yang istimewa sebagai nabi terakhir dan penutup para nabi. Beliau diutus untuk seluruh umat manusia, membawa ajaran Islam yang universal dan berlaku sepanjang masa. Tidak ada nabi lain yang akan datang setelah beliau, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat 40.

Oleh karena itu, ketaatan dan kepatuhan kita kepada Nabi Muhammad SAW merupakan bagian penting dari keimanan. Mengikuti sunnah beliau adalah cara kita mengamalkan ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh. Namun, hal ini tidak berarti kita mendiskriminasi atau mengabaikan ajaran para nabi sebelumnya. Justru, kita meyakini bahwa ajaran Nabi Muhammad SAW menyempurnakan ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh para nabi terdahulu.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: H Akhmad Khairudin, SS., MBA, Anggota Majlis Ekonomi PCM Turi Dampak Ekonomi Bagi Negara Peng....

Suara Muhammadiyah

28 June 2024

Wawasan

Oleh: Cristoffer Veron Purnomo, Reporter Suara Muhammadiyah Betapa cepatnya kilatan waktu berlalu, ....

Suara Muhammadiyah

31 December 2023

Wawasan

Mengapa Rush pada BSI Harus Dilakukan Muhammadiyah? Oleh: Amidi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ....

Suara Muhammadiyah

15 June 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas   Sekitar 1400 tahun sila....

Suara Muhammadiyah

16 September 2024

Wawasan

Berbeda Tetapi Bersatu Oleh: Dr Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Ja....

Suara Muhammadiyah

25 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah