Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (30)
Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di Magelang Kota) dan Iyus Herdiyana Saputra (dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo)
Secara garis besar, ada dua hal pokok yang menjadi fokus uraian di dalam “Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah” (IAMKS) 29, yakni tempat dan acara peminangan. Agar semua tahapan benar-benar menjadi ikhtiar awal menuju keluarga sakinah, hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa tempat dan acara peminangan bernuansa religius Islam. Baik di rumah, di rumah makan, maupun di gedung pertemuan selama suasana religius Islam terkondisikan dengan baik, peminangan dapat diharapkan menjadi modal terwujudnya keluarga sakinah. Hal lain yang perlu diberi penekanan juga adalah menghindari kemubaziran!
Di dalam IAMKS (30) ini diuraikan hal problematis yang berkaitan dengan tahap pelaksanaan pernikahan.
Wali
Ketentuan normatif tentang wali sudah sangat jelas. Berkenaan dengan itu, uraian di dalam IAMKS (30) ini berfokus pada beberapa kasus yang terjadi di masyarakat.
Di dalam kenyataan ada ayah “sambung” (tiri) yang sengaja memutus nasab anak tirinya dengan ayah kandungnya sehingga anak tirinya tersebut tidak mengenal ayah kandungnya. Hal itu dilakukannya mungkin karena ketidaktahuannya atau dia mempunyai tujuan tertentu. Jika hal itu terjadi, harus ada orang yang dapat menasihati ayah tiri calon pengantin perempuan bahwa tindakannya itu tidak sesuai dengan tuntunan syar’i. Di samping itu, harus ada pula orang yang dapat berkomunikasi dengan ayah kandung calon pengantin perempuan sehingga ayah kandungnya bersedia menjadi wali.
Ada lagi: karena kebencian calon pengantin perempuan kepada ayah kandungnya, dia tidak mau dinikahkan jika wali nikahnya adalah ayah kandungnya. Lalu, dia membuat cerita rekayasa. Tentu hal itu tidak boleh terjadi. Calon pengantin perempuan harus dicerahkan pikirannya bahwa sikap dan tindakannya itu menyimpang dari tuntunan syar’i.
Ada juga kasus lain. calon pengantin perempuan adalah anak hasil zina. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa wali yang sah adalah wali hakim, tetapi ada pula yang berpendapat dengan pertimbangan kemaslahatan lebih diutamakan. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memilih alternatif yang kedua. Jika laki-laki yang menzinahi ibunya menikahi ibunya, dia berhak menjadi walinya.
Walimatul ‘Ursy
Walimatul ursy disyariatkan di dalam Islam sebagaimana dijelaskan di dalam HR Muslim berikut ini.
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْفٍ اَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: مَا هذَا؟ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ. قَالَ: فَبَارَكَ اللهُ لَكَ. اَوْلِمْ وَ لَوْ بِشَاةٍ. مسلم
"Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat ada bekas kuning-kuning pada 'Abdur Rahman bin 'Auf. Beliau bertanya, "Apa ini?" Ia menjawab, "Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi perempuan dengan mahar seberat biji dari emas." Berkenaan dengan itu, beliau bersabda, "Semoga Allah memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing."
Tentang walimatul 'ursy dijelaskan di dalam HR Ahmad, al-Bukhari dan Muslim berikut ini.
و فى رواية اَنَّ النَّبِيَّ ص اَقَامَ بَيْنَ خَيْبَرَ وَ اْلمَدِيْنَةَ ثَلاَثَ لَيَالٍ يَبْنِى بِصَفِيَّةَ فَدَعَوْتُ اْلمُسْلِمِيْنَ اِلَى وَلِيْمَتِهِ مَا كَانَ فِيْهَا مِنْ خُبْزٍ وَ لاَ لَحْمٍ وَ مَا كَانَ فِيْهَا اِلاَّ اَنْ اَمَرَ بِاْلاَنْطَاعِ فَبُسِطَتْ فَاَلْقَى عَلَيْهَا التَّمْرَ وَ اْلاَقِطَ وَ السَّمْنَ. فَقَالَ اْلمُسْلِمُوْنَ: اِحْدَى اُمَّهَاتِ اْلمُؤْمِنِيْنَ اَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِيْنُهُ؟ فَقَالُوْا: اِنْ حَجَبَهَا فَهِيَ اِحْدَى اُمَّهَاتِ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَ اِنْ لَمْ يَحْجُبْهَا فَهِيَ مِمَّا مَلَكَتْ يَمِيْنُهُ فَلَمَّا ارْتَحَلَ وَطَّأَ خَلْفَهُ وَ مَدَّ اْلحِجَابَ. احمد و البخارى و مسلم
"Dan dalam riwayat lain (dikatakan), Bahwasanya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah singgah di antara Khaibar dan Madinah selama tiga malam ketika beliau mengadakan pesta pernikahan dengan Shafiyah. Kemudian, aku mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimahnya, yang dalam walimah itu hanya ada roti tanpa daging dan di situ beliau hanya menyuruh dihamparkannya tikar-tikar, lalu diletakkan di atasnya kurma, keju dan samin. Lalu, kaum muslimin pada bertanya, "(Ini upacaranya) salah seorang ummul mukminin ataukah hamba perempuan yang dimilikinya?"Lalu, mereka menjawab, "Jika Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam "mentabirinya," ia adalah seorang umul mukminin dan jika tidak "mentabirinya," ia adalah hamba yang beliau miliki." Kemudian, tatkala Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mendengar, beliau melangkah ke belakang dan menarik tabir."
Berdasarkan hadis-hadis tersebut dan hadis-hadis lain yang dari substansi hukumnya sama, umumnya ulama berpendapat bahwa walimatul ‘ursy berkedudukan hukum wajib. Namun, makanan yang dihidangkan tidak harus kambing. Tuntunan itu tentu tidak memberatkan!
Walimatul ursy diselanggarakan sesudah akad nikah dilangsungkan. Hal itu dapat ketahui berdasarkan hadis yang sudah dikutip.
Orang-orang yang diundang di dalam acara walimatul ‘ursy adalah kerabat, kenalan, dan tetangga, baik yang kaya maupun yang miskin. Jumlahnya menyesuaikan dengan kemampuan. Namun, ada pertanyaan yang harus kita jawab secara jujur: Baikkah jika muslim yang tiap hari lewat di jalan tertentu dan selalu bertegur sapa dengan orang-orang yang tinggal di pinggir jalan itu dan mereka tahu bahwa dia akan menikahkan anaknya, apalagi di dekat rumah mereka telah terpasang penanda misalnya janur kuning, tetapi dia tidak mengundang mereka? Namun, jumlah mereka terbatas pada orang-orang tinggal di sekitar sahibul hajat.
Jika orang-orang yang diundang hanya yang kaya, hal itu tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dijelaskan di dalam hadis berikut.
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ ويُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ، فَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barang siapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Resepsi Pernikahan
Ada perbedaan antara walimatul ursy dengan resepsi pernikahan. Orang-orang yang diundang di dalam cara walimatul ‘ursy biasanya laki-laki dewasa. Tidak demikian halnya orang-orang yang diundang pada cara resepsi pernikahan. Pada acara resepsi pernikahan orang dewasa dapat hadir bersama anak kecil. Dapat saja ayah ibu bersama anaknya atau kakek nenek bersama cucunya. Jumlah mereka biasanya lebih banyak daripada undangan untuk walimatul 'ursy. Lagi pula, orang-orang yang tinggal sangat jauh dari sahibul hajat diundang juga.
Ada tradisi di Indonesia menghadiri walimatul ‘ursy berbeda dengan menghadiri resepsi pernikahan. Hadir pada walimatul ursy tidak perlu membawa kado atau amplop sumbangan. Sahibul hajat memang dengan ikhlas menyelenggarakan acara tersebut. Namun, hadir pada resepsi pernikahan umumnya sambil membawa kado atau amplop sumbangan.
Hal yang perlu ditinggalkan oleh sahibul hajat adalah mencantumkan tanda silang warna merah pada gambar kado dan memberikan tanda cek warna hijau pada gambar amplop pada undangan. Mengapa? Bukankah sahibul hajat mengundang orang-orang untuk minta didoakan atas pernikahan yang diselenggarakannya?
Ada kebiasaan sebagian sahibul hajat yang mengucapkan kepada tamu yang datang lebih awal daripada waktu yang tertulis pada undangan, misalnya, “Kok nggak besok, sih?” Semestinya, sahibul hajat berpikir bahwa kedatangan tamu yang lebih awal itu pasti beralasan. Misalnya, pada hari yang sama tamu itu menerima undangan lebih satu dan satu di antara orang yang mengundang adalah saudaranya apalagi yang tinggal di tempat yang sangat jauh?
Kadang-kadang ada juga sahibul hajat yang mengatakan kepada tamu yang datang di rumahnya, padahal diundang agar hadir di gedung pertemuan, misalnya, “Maaf. Di rumah kami tidak dapat menjamu apa-apa?” Mari kita renungkan! Sesuaikah ucapan tersebut dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam hubungannya dengan memuliakan tamu?
(Baca juga: “Memuliakan Tamu” https://www/suaramuhammadiyah.id/memuliakan-tamu/2022/06/22)
Selamatan
Ada sebagian umat Islam yang lebih mengenal selamatan daripada walimatul ‘ursy. Oleh karena itu, selamatan itulah yang diselenggarakannya. Biasanya acara selamatan diselenggarakan sebelum pernikahan berlangsung. Dalihnya mohon doa dari kerabat dan tetangga. Tentu tidak ada doa agar pengantin memperoleh keberkahan sebagaimana dituntunkan oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi pernikahanmu, serta semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan”
Hiburan Seni
Pada dasarnya muslim boleh mengadakan hiburan seni pada acara walimatul 'ursy atau resepsi pernikahan. Bagi Muhammadiyah berkesenian boleh. Namun, ada norma yang dijadikan tuntunan, yaitu tidak mengarah atau mengakibatkan kerusakan, bahaya, kedurhakaan, dan terjauhkan dari Allah. Kesenian yang ditampilkan sejalan dengan etika dan norma-norma Islam.
Allahu a’lam