Hukum Sisa Dana/Uang dari Pelaksanaan Sebuah Proyek

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
172
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Hukum Sisa Dana/Uang dari Pelaksanaan Sebuah Proyek

Pertanyaan: 

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Saya Dean dari Jambi. Saya mau bertanya tentang hukum sisa uang/dana dari pelaksanan sebuah proyek, dimana proyek tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi, volume dan ukuran dalam RAB (Rencana Anggaran Biaya), tanpa mengurangi sedikit pun. Setelah proyek selesai ternyata masih ada sisa dana/uangnya. Bagaimana status dana/uang tersebut, halal atau haram?

Hedy Rusman S (disidangkan pada Jum‘at, 17 Zulhijjah 1438 H / 8 September 2017 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wr. wb. 

Terima kasih kami sampaikan atas kepercayaan saudara kepada kami.

Pihak pelaksana proyek dengan amanahnya akan melaksanakan proyek sesuai dengan spesifikasi, volume, dan ukuran sebagaimana yang tertuang dalam RAB. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaan proyek tersebut terdapat sisa anggaran proyek dikarenakan anggaran dalam RAB lebih besar dibanding harga di pasaran tertentu, sehingga terdapat sisa anggaran atau sebaliknya harga di pasaran lebih mahal dibanding RAB sehingga harus menutupi kekurangannya.

Dalam pelaksanaan suatu proyek dapat dilaksanakan dengan cara swakelola atau dengan penyedia jasa salah satunya ialah pemborong. Swakelola adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I (Kementrian, Lembaga, Dinas, Instansi) sebagai penanggung jawab anggaran. Sedangkan dengan jasa pemborong dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang memiliki leader dalam pembangunan untuk melayani pengerjaan kontruksi bangunan dengan sistem “borongan” atau satu paket pekerjaan bukan harian.

Untuk menentukan pelaksanaan proyek dengan swakelola atau dengan penyedia dilakukan pada saat penyusunan rencana umum pengadaan dan dilaksanakan sebelum penyusunan anggaran yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Apabila dilaksanakan dengan swakelola, maka dalam KAK dan RAB sudah harus diuraikan tugas masing-masing pihak yang akan terlibat.

Jika proyek ini dilaksanakan secara swakelola maka jika ada dana sisa adalah milik pihak yang mendanai proyek tersebut. Menggunakan dana tersebut maka itu termasuk perbuatan batil, dan ini dilarang oleh agama atau dengan kata lain hukumnya haram. Sebagaimana Allah swt berfirman,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ… [البقرة, 2: 188].

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil [QS. al-Baqarah (2): 188].

Kata bathil di atas bermakna setiap cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Dalam kaitannya dengan dana proyek, yang dimaksud bathil di sini ialah apabila penggunaan dana proyek tidak seizin dari pihak yang mendanai proyek selaku penguasa anggaran. Oleh karena itu penggunaan sisa dana/uang anggaran harus seizin atau atas kerelaan dari pihak yang mendanai proyek. 

Hal ini sejalan dengan kaidah fiqhiyah:

لَا يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَن يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ اْلغَيْرِ بِلَا إِذْنِهِ .

Seseorang tidak dibenarkan mengelola harta orang lain tanpa izin dari pemiliknya.

Kaidah di atas menjelaskan bahwa boleh tidaknya mengelola harta orang lain itu adalah adanya izin. Sedangkan dalam kasus saudara di atas belum dijelaskan adanya kesepakatan di awal akad yang menyatakan bahwa pengelola memperoleh izin untuk menggunakan sisa dana tersebut. Dengan demikian, status sisa dana/uang tersebut haram untuk digunakan.

Adapun jika proyek ini dilaksanakan dengan pihak pemborong sebagai pelaksana, maka sisa proyek itu menjadi keuntungan pemborong, dan hukumnya halal untuk digunakan, sepanjang tidak ada kecurangan dan penipuan serta tidak ada adl-dlarar (unsur yang membahayakan atau merugikan).

Mengenai ketidakbolehan adanya kecurangan dan penipuan, Allah swt berfirman,

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ. [المطففين, 83: 1-3].

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. [QS. al-Mutaffifin ():1-3].

Dan terdapat juga dalam hadis Nabi saw,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي [رواه مسلم].

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw lewat pada setumpuk makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut, maka jari-jari beliau terkena makanan yang basah. Beliau bertanya: Apa ini wahai pemilik (penjual) makanan? Ia menjawab: Terkena hujan, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Mengapa kamu tidak menaruh yang basah ini di atas agar dapat dilihat orang? Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan golonganku [HR. Muslim].

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي أُخْدَعُ فِي الْبُيُوعِ فَقَالَ إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ [رواه البخاري ومسلم].

Dari Ibn Umar r.a. (diriwayatkan) bahwa seorang lelaki melaporkan kepada Nabi saw bahwa ia ditipu dalam jual beli. Maka Nabi bersabda: Apabila engkau berjual beli, maka katakan: Tidak ada penipuan [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Mengenai tidak bolehnya adl-dlarar (unsur yang membahayakan atau merugikan) dijelaskan dalam sebuah hadis,

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ [رواه أحمد وابن ماجة].

Dari ‘Ubadah ibn Shamit (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw menetapkan tidak boleh membuat kemadlaratan dan tidak boleh pula membalas kemadlaratan [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].

Kesimpulan:

1. Dana sisa proyek yang dilakukan secara swakelola adalah milik dari penguasa anggaran selaku pihak yang mendanai proyek, sehingga tidak boleh untuk digunakan tanpa seizin penguasa anggaran.

2.  Dana sisa proyek yang menggunakan jasa pemborong adalah halal sepanjang dalam pelaksanaan proyek tidak mengandung kecurangan, penipuan, dan tidak boleh memudharatkan pihak lain. 

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 21 Tahun 2018


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Perihal Taklik Talak Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Saya AA ingin menanyakan beberap....

Suara Muhammadiyah

26 September 2024

Tanya Jawab Agama

Hukum Bekam Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr.wb. Perkenalkan saya Norman asal Brebes dan do....

Suara Muhammadiyah

12 December 2023

Tanya Jawab Agama

Hukum Sisa Dana/Uang dari Pelaksanaan Sebuah Proyek Pertanyaan:  Assalamu ‘alaikum wr. ....

Suara Muhammadiyah

21 March 2025

Tanya Jawab Agama

Penggunaan Sisa Dana Bantuan Operasional Sekolah Pertanyaan: Assalaamu ‘alaikum wr.wb. Saya....

Suara Muhammadiyah

4 October 2023

Tanya Jawab Agama

Hukum Meninggalkan Shalat Jum‘at Karena Pekerjaan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb....

Suara Muhammadiyah

29 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah