PRAMBANAN, Suara Muhammadiyah – Mencetak Ulama Muhammadiyah menurut Dahlan Rais seperti pekerja konveksi. Terkait bagaimana kita memilih benang, kemudian menenunnya, memotong, dan menjahitnya. Sehingga menjadi pakaian yang baik, nyaman, dan pas untuk dikenakan.
“Saya mengibaratkan Ulama Tarjih Muhammadiyah itu seperti baju yang ditenun sendiri, dicelup sendiri warnanya, dipotong menurut ukuran masing-masing orang, kemudian dijahit. Pasti akan lebih bagus hasilnya daripada membeli baju di toko yang ukurannya tertentu,” ujarnya pada acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah pada Kamis (27/2).
Menurutnya, PUTM yang gedungnya baru akan dibangun di Prambanan, Kabupaten Klaten ini, kedepannya akan dikelola oleh ulama-ulama Tarjih. Mereka akan merebus, memasak, dan menuangkan cita rasa yang khas. Sehingga dapat menghasilkan ulama yang dapat membawa dakwah Islam berkemajuan ke seluruh penjuru Nusantara.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa kunci membangun sebuah gedung adalah kesabaran, kesungguhan, dan keluwesan serta keluasan dalam berkomunikasi. Semuanya diperlukan guna memuluskan seluruh agenda pembangunan sampai gedung kokoh berdiri dan beroperasi.
“Bapak dan ibu tidak usah cemas ini akan jadi atau tidak. Selama ketua panitianya dari PP dan kita hadir hari ini, inshaAllah dengan rahmat dan berkah Allah tentu akan jadi,” tegasnya.
Setiap tahun Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendapat alokasi dana sebesar 10 miliar dari Badan Amil Zakat Nasional. Dana tersebut dimanfaatkan untuk mensupport dakwah Muhammadiyah di wilayah terluar dan tertinggal Indonesia.
Setelah berdiskusi dengan pimpinan yang lain, Haedar Nashir mengatakan bahwa dana 10 miliar dari Baznas tahun ini akan dialokasikan untuk pembangunan Gedung Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) yang berlokasi Masjid Nurul Fajri Manisrenggo, Jl. Raya Manisrenggo – Prambanan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
“Untuk kesuksesan pembangunan ini, kuncinya satu, kita yang memperjuangkan tidak boleh ada kepentingan pribadi apa pun. Dan kita harus selesai dengan diri kita,” pesannya.
Spirit ini telah diteladankan oleh para pendiri dan pendahulu Muhammadiyah dalam kiprahnya di Persyarikatan. Yang mana dari semuanya ini menurut Haedar dipersembahkan untuk bangsa dan negara. “Jadi tak ada istilah meminta-minta apalagi mengemis di Muhammadiyah. Kalau sampai ada orang yang mengatakan itu, mesti dia tidak paham Muhammadiyah,” ujarnya. (diko)