Dahlan dan Kennedy

Publish

29 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1024
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Dahlan dan Kennedy

Oleh: Abdul Hafiz, Wakil Ketua PWM Bengkulu

Kedua tokoh ini bisa dipastikan tidak pernah bertemu dan tidak pernah berkomunikasi. Tokoh pertama, Dahlan, meninggal kira-kira ketika tokoh kedua, Kennedy, baru berusia enam tahun. Dahlan lahir dan besar di Jawa dan Kennedy tumbuh di Amerika. Banyak lagi perbedaan antara keduanya kalau mau disebut. Namun, keduanya memiliki  tawshiyah yang sejiwa. Dahlan menyebutkan: “hidup-hidupilah Muhammadiyah. Jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Kennedy mengatakan: “Jangan tanya apa yang Amerika berikan kepadamu. Tapi tanyalah apa yang kau berikan kepada Amerika.”

Kedua pernyataan tersebut dapat dipertukarkan dengan mudah. Ungkapan Kennedy dapat dipakai untuk menyampaikan pesan Dahlan: “Jangan tanya apa yang Muhammadiyah berikan kepadamu. Tanyakan apa yang kau berikan kepada Muhammadiyah.” Sebaliknya juga begitu. Pesan Kennedy dapat disampaikan melalui ungkapan Dahlan: “Hidup-hidupilah Amerika. Jangan mencari hidup di Amerika.”

Tidak diketahui bagaimana sikap publik Amerika sekarang ini terhadap pesan Kennedy. Tetapi di Indonesia—bahkan di kalangan Muhammadiyah sendiri—banyak orang berfikir bahwa tawshiyah yang ditinggal Kyai Dahlan itu tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.  Zaman ketika setiap orang dituntut untuk menghasilkan kelimpahan kekayaan melalui kerja keras dan profesional. Zaman ketika setiap keahlian atau tenaga yang digunakan harus sebanding dengan upah yang diterima. Logika yang dibangun adalah bahwa untuk hidup seseorang membutuhkan banyak hal; pangan, sandang, kesehatan, dll. Untuk memenuhi kebutuhan tersebar diperlukan dana dan dana diperoleh dari bekerja sebagai upah. Itu logis menurut manusia pada umumnya.

Dahlan dan Muhammadiyah tidak menolak logika itu. Muhammadiyah menyadari betul bahwa untuk hidup orang harus memenuhi berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhannya, ia harus punya dana.  Dengan taushiyahnya itu, Dahlan tidak bermaksud menafikan pentingnya dana. Dahlan tidak mendorong orang-orang Muhammadiyah untuk hidup papa dan menderita. “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah” justru memotivasi diri untuk meninggalkan kepapaan dan penderitaan. Namun, bukan sekedar melepaskan diri sendiri dari kepapaan dan penderitaan serta lebih dari sekedar mengupayakan kesejahteraan diri sendiri, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah” justru melahirkan kesejahteraan bersama.

Hal itu dapat terwujud bila “Hidup-hidupi Muhammadiyah” dipahami dengan menyandingkannya dengan dua ayat yaitu Qs 47: 7 dan 4: 6. Menurut ayat pertama, jika seseorang menolong Allah, Allah pasti menolongnya bahkan Allah mengokohkan pendiriannya. Bekerja di Muhammadiyah adalah menolong Allah. Jamaknya orang menolong, maka orang yang bekerja di Muhammadiyah tidak berpikir untuk mendapat upah dari Muhammadiyah yang ditolongnya. Alih-alih mengharapkan upah, menghidupi-hidupi Muhammadiyah, sampai pada tingkat tertentu, boleh jadi menguras harta kekayaan pribadi. Pada orang yang menghidup-hidupi Muhammadiyah, pertanyaan yang selalu muncul adalah apa yang dapat ia berikan kepada Muhammadiyah, bukan apa yang ia dapat dari Muhammadiyah.

Kendati seseorang habis-habisan menolong Muhammadiyah, misalnya, dia tidak akan jatuh ke dalam kemelaratan. Bahkan boleh jadi kehidupannya semakin makmur. Dengan habis-habisan menolong Muhammadiyah, Muhammadiyah tumbuh, berkembang, besar, dan kaya. Jika ia sudah menolong Muhammadiyah (in tanshuru Allah), maka ia berhak mendapat janji pertolongan Allah (yanshurkum). Ia berhak mendapat bagian rezeki dari kekayaan Muhammadiyah. Namun, perlu segera ditambahkan, pintu rezeki Allah banyak.

Orang yang bekerja keras di Muhhammadiyah tidak mesti mendapat limpahan rezeki dari pintu Muhammadiyah. Boleh jadi ia mendapat limpahan rezeki dari usaha yang ia miliki atau profesi yang ia jalani. Jika seseorang, misalnya, semula hanya memiliki satu hektar kebun sawit dan dalam saat yang sama ia bekerja keras menolong Muhammadiyah, boleh jadi Allah merealisasikan janji-Nya dengan cara mengembangkan kebunnya menjadi berhektar-hektar. Seseorang yang berjuang di Muhammadiyah, semula hanya memiliki satu toko, boleh jadi dilipatgandakan oleh Allah menjadi sepuluh toko.

Meskipun telah dibukakan pintu rezeki sebanyak-banyaknya, para pejuang di Muhammadiyah seringkali tidak optimal memanfaatkannya. Mereka tidak serakah. Mereka ingat selalu wanti-wanti Allah: fa man kana minkum ghaniyyan fal-yasta’fif wa man kana faqiran fal-ya`kul bil-ma’ruf (maka yang kaya hendaklah menjaga kesucian diri dan yang miskin hendaknya mengampil gaji dari mengurus anak yatim secara wajar). Allah mengajarkan, orang yang sudah bekerja keras menolong Muhammadiyah berhak mendapatkan imbalan dengan tetap mempertimbangkan kesucian jiwa.

Setiap orang Muhammadiyah menyadari bahwa kekayaan hati jauh lebih berharga dibandingkan kekayaan materi. Tidak makan satu atau dua hari memang menderita. Tapi lebih menderita lagi kalau melihat orang lain tidak makan. Meraih kekuasaan mungkin membahagiakan. Tapi melihat kolega berkuasa lebih membahagiakan lagi. Klise? Bagi banyak orang mungkin iya. Tapi bagi banyak tokoh Muhammadiyah, sudah diteladankan.    


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

International Women’s Day; Apa Kabar Paradigma Kesetaraan dan Keadilan Gender IMM? Savanna Se....

Suara Muhammadiyah

13 March 2024

Wawasan

Hari Lahir Pancasila, Terus Apa? Oleh: Aan Ardianto, Anggota MPM PP Muhammadiyah  Pancasila y....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

Memahami Al-Qur`an lewat Alkitab Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andala....

Suara Muhammadiyah

8 May 2024

Wawasan

Jalan Sunyi Orang Tua kita Memberikan Keteladanan Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul) "Kami perintahka....

Suara Muhammadiyah

2 April 2024

Wawasan

Menggenjot Investasi Berbasis Masyarakat Oleh: Syafrudin Anhar Salah satu cara dari sekian banyak ....

Suara Muhammadiyah

22 September 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah