Bulan Ramadhan Membuka Hidayah Mas Mantri
Oleh: Rumini Zulfikar
"Perjalanan hidup manusia tidak bisa diprediksi, dan kita tidak tahu kapan seseorang akan mendapatkan hidayah keimanan, baik di saat naik maupun di saat turun."
Alkisah, penulis dipertemukan dengan seorang bapak-bapak berusia sekitar 43 tahun. Dalam perbincangan, teman-temannya memanggilnya dengan sebutan Mas Mantri (nama samaran).
Sejarah hidupnya penuh lika-liku. Ia pernah menjadi pengguna dan pengedar narkoba. Namun, beberapa tahun terakhir ia telah insaf dan kini menjalani rehabilitasi. Yang menarik, dalam pernikahannya yang kedua, Mas Mantri menikahi seorang perempuan muda yang dulunya non-Muslim dan kini telah memeluk Islam.
Suatu sore, setelah berbuka dan shalat Maghrib, Mbah Nini duduk di teras toko tempatnya bekerja. Saat hendak masuk, tiba-tiba Mas Mantri menghampirinya dengan senyum lebar dan mengabarkan bahwa anak perempuannya, yang saat ini duduk di kelas 11 di SMK Muhammadiyah Cawas, Klaten, baru saja melakukan sesuatu yang membanggakan.
Mas Mantri memiliki tato di tangan dan kaki, tetapi sebenarnya ia orang yang humble, baik hati, dan humanis.
Dalam perbincangan singkat dengan Mbah Nini, Mas Mantri berbagi kabar gembira:
Mas Mantri: "Mas, aku wis ngerjake sholat, Mas. Mulainya pas hari Sabtu, pas awal puasa wingi, Mas!"
Mbah Nini (tersenyum, sambil menyalami Mas Mantri): "Alhamdulillah, Mas. Nderek bungah."
Mas Mantri: "Ning, anu Mas, kulo nembe saged ngerjake sholat Subuh riyin, Mas."
Mbah Nini: "Ndak apa-apa, Mas. Yang penting ditekunin (istiqamah). Mulai dari sholat Subuh dulu. Nanti kalau sudah rutin, bisa ditambah sholat Dzuhur, lalu seterusnya."
Mas Mantri: "Njih, Mas. Soale ngeten, Mas, adik kulo niku sholatnya rajin. Kulo dadi pengin sholat, amargi kulo njih ya dari nek pun tua, Mas."
Mbah Nini: "Alhamdulillah, Gusti Allah mbuka hidayah di bulan Ramadhan kagem panjenengan, Mas."
Lalu Mas Mantri melanjutkan ceritanya:
Mas Mantri: "Istri bilang sama aku, Mas, 'Apa tak belikan baju koko, Pak?' Ning, aku jawab, Mas, 'Ora, Bu. Sing penting awaku ngibadah sanajan penampilan koyo ngene. Aku mung nyuwun ridhone Allah.'"
Mbah Nini: "Yang penting itu kita beribadah kepada Allah. Karena semua makhluk di hadapan Allah itu sama, Mas. Entah itu pejabat, presiden, pengusaha, petani, atau buruh, yang membedakan hanya takwa-nya. Oleh karena itu, panjenengan ampun minder atau berkecil hati, Mas."
Dalam kesempatan itu, Mbah Nini membacakan Surat Al-Hujurat ayat 13:
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."
Mbah Nini lalu menjelaskan bahwa hakikat ibadah kepada Allah adalah menghilangkan kesombongan, ego, dan perbedaan status sosial. Allah tidak menilai pangkat, jabatan, atau harta, tetapi ketakwaan seseorang.
Di akhir perbincangan, Mbah Nini memberikan semangat kepada Mas Mantri:
Mbah Nini: "Sing penting tekun, njih Mas Mantri."
Mas Mantri: "Oh, njih, Mas."
Setelah itu, Mbah Nini kembali masuk ke dalam toko.
Hikmah dan berkah di bulan Ramadhan begitu nyata. Allah menebarkan rahmat-Nya untuk semua ciptaan-Nya, memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang memohon ampun, serta melipatgandakan amal kebajikan yang dilakukan umat-Nya. Inilah berkahnya Ramadhan.
