Air dan Tauhid: Menyatukan Ibadah dan Kesadaran Ekologis

Publish

4 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
312
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Air dan Tauhid: Menyatukan Ibadah dan Kesadaran Ekologis

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua PRM Legoso, Wakil Sekretaris LPCRPM PP Muhammadiyah

Sebagai pegiat EcoBhinneka Muhammadiyah, saya berkesempatan menyimak pengajian Ahad pagi di Masjid Juanda Plumbungan, Sragen. Tema yang diangkat adalah tentang isu air. Hadir juga Mas Kusnadi Ikhwani, pegiat LPCRPM PP Muhammadiyah sekaligus Takmir Masjid Al-Falah Sragen yang kondang.

Materi tentang air disampaikan oleh Ustaz Abdul Aziz K.H., salah satu ketua di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sragen yang membidangi masalah lingkungan hidup. Pengetahuannya tentang air sangat baik dan mendalam. Menariknya, Ustaz Aziz memiliki kemampuan dalam mengaitkan antara air sebagai salah satu rahmat Allah yang paling berharga dengan ketauhidan kita sebagai hamba kepada Allah. Baginya, cara kita menggunakan air adalah cermin dari sikap iman dan rasa syukur kita terhadap nikmat Allah.

Pengajian pagi itu dibuka dengan pengantar tentang pengetahuan umum bahwa dua pertiga bagian dari bumi Allah ini terdiri atas air. Hal yang sama juga terjadi pada komposisi tubuh manusia, yang terdiri dari kurang lebih 60–70% air. Maka, air menjadi unsur yang sangat dominan, baik di bumi maupun dalam tubuh manusia. Praktik nyata yang paling sederhana bisa terlihat dalam kehidupan sehari-hari: betapa makhluk hidup di bumi ini sangat bergantung pada ketersediaan air.

Manusia bisa mengonsumsi makanan apa saja, namun tetap ada unsur air di dalamnya. Begitu pun produk hasil rekayasa manusia melalui kecanggihan teknologi, akan selalu ada unsur air dalam proses pembuatannya. Secara teori, manusia masih bisa bertahan hidup dalam waktu yang lebih lama tanpa makanan dibandingkan tanpa air. Tanpa makanan, manusia bisa bertahan selama beberapa minggu—bahkan bulan—jika ada asupan air. Namun tanpa air, manusia hanya bisa bertahan selama beberapa hari, umumnya sekitar tiga hingga empat hari.

Air sebagai Rahmat

Air juga memiliki fungsi sangat penting dalam ibadah. Bab pertama dalam ilmu fikih selalu membahas soal thaharah alias bersuci. Air menjadi medium utama dalam bersuci bagi umat Muslim. Air digunakan sebagai sarana penyucian dari najis kecil dan najis besar. Bersuci dengan air alias berwudu menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum salat. Maka dari itu, kebutuhan umat Islam terhadap air lebih besar dibandingkan umat-umat lainnya. Jika tidak ada air, barulah kita diperbolehkan menggunakan tanah atau debu (tayamum) sebagai bentuk bersuci.

Dalam Surah Al-Anbiya ayat 30 dinyatakan:

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka, mengapa mereka tidak juga beriman?”

Ayat kedua, yaitu dalam Surah Al-Kahfi ayat ke-45:

“Buatkanlah untuk mereka (umat manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, yaitu ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering kerontang yang diterbangkan oleh angin. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Kedua ayat tersebut sudah menjelaskan secara gamblang bahwa Allah adalah Maha Pemberi rahmat kepada semua makhluk-Nya. Di sisi lain, pesan yang disampaikan adalah bahwa air, termasuk air hujan, adalah rahmat Allah yang paling nyata untuk kehidupan dan kemakmuran seluruh makhluk di atas bumi, terutama manusia. Air hujan menjadi faktor utama yang menyuburkan tanah, menghidupkan pepohonan yang mampu menyimpan air, serta menghasilkan oksigen untuk manusia.

Tidak hanya berhenti di situ, dari semua tanaman yang tumbuh di bumi terdapat buah-buahan, biji-bijian, dedaunan, getah, kayu, dan akar yang semuanya sangat bermanfaat, bahkan untuk memenuhi kebutuhan utama bagi manusia dan binatang.

Memanfaatkan Air dan Meneguhkan Tauhid

Ustaz Aziz menjelaskan bahwa perbedaan antara manusia yang beriman dan tidak beriman kepada Allah terlihat dari cara mereka memanfaatkan dan mensyukuri rahmat Allah—salah satunya melalui air sebagai rahmat Allah yang paling berharga. Bagi orang beriman, mereka memperlakukan air hujan yang langsung turun dari langit sebagai bentuk kesyukuran yang tiada habisnya. Air hujan akan dimanfaatkan sedemikian rupa agar bisa meresap ke tanah, masuk ke perut bumi, sehingga pori-pori tanah akan terisi oleh air hujan yang suatu saat akan disedot kembali oleh manusia melalui berbagai cara untuk kemanfaatan kehidupannya.

Salah satu bentuk rasa syukur tersebut adalah dengan memanfaatkan air seefektif dan seefisien mungkin. Jauh dari sikap penggunaan air secara boros, berlebihan, dan membuang begitu saja tanpa bisa dimaksimalkan pemanfaatannya. Apakah air bekas wudu, mandi, dan bersuci masih bisa dimanfaatkan? Manusia beriman tertantang untuk memanfaatkan air bekas (musta’mal) tersebut agar tetap bermanfaat. Bisa untuk menyiram tanaman, bahkan cara yang paling mudah adalah memasukkannya kembali ke perut bumi. Pori-pori bumi akan berfungsi sebagai filter alami yang bisa membersihkan kembali air bekas tersebut sehingga bisa dimanfaatkan kembali.

Pesan lain yang disampaikan oleh Ustaz Aziz adalah hendaknya kita selalu meneladani praktik baik yang dicontohkan oleh Nabi. Bahwa Nabi Muhammad, ketika sedang berwudu dengan air laut sekalipun, beliau tetap menggunakan air seirit mungkin. Meskipun airnya sangat berlimpah, Nabi tetap menggunakannya seperlunya. Oleh sebab itu, meskipun kita sedang dianugerahi Allah dengan hidup di suatu wilayah yang ketersediaan air tawarnya berlimpah, tidak selayaknya kita berboros-boros menggunakan air untuk kegiatan apa pun—bahkan untuk berwudu, mandi, dan sebagainya.

Pada akhir pesan pengajian, Ustaz Aziz mengimbau agar jamaah dan warga Muhammadiyah, selain menghemat air, juga gemar menanam pohon. Dari setiap pohon yang kita tanam, bukan hanya mampu menyimpan air melalui akar dan daun-daunnya, tetapi juga memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh manusia.

Sebagai hamba yang beriman dan berislam, gerakan mencintai dan merawat lingkungan untuk kepentingan kehidupan bersama bisa dimulai dari masjid masing-masing. Mari jadikan masjid sebagai pusat kegiatan sosial yang keberadaannya bisa bermanfaat untuk semua makhluk Allah di bumi, di tengah kehidupan bersama warga lain yang sangat beragam.

Mencintai lingkungan hidup di sekitar kita—seperti dengan menanam pohon, menghemat air, dan memanfaatkannya secara bijak—adalah wujud rasa syukur sekaligus penguatan tauhid kita sebagai hamba kepada Allah, Sang Pemberi rahmat bagi seluruh makhluk-Nya. Bayangkan jika air, salah satu rahmat Allah yang paling berharga, dicabut dari kehidupan kita—mampukah kita bertahan? Maka, masihkah kita berani mengingkari nikmat tersebut?

Menjaga lingkungan dengan menghemat air bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga bentuk ibadah dan cinta kita kepada ALLAH Sang Pencipta. Dengan merawat alam, sesungguhnya kita sedang merawat iman kita sendiri.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Beriman dan Beramal Shalih Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta Iman merupakan perkara penti....

Suara Muhammadiyah

30 July 2024

Wawasan

Pemerintahan Bukan Tempat untuk Memamerkan Kekuasaan Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen FH UAD Salah sat....

Suara Muhammadiyah

7 August 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (14) Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra Di da....

Suara Muhammadiyah

8 December 2023

Wawasan

Kampus Merdeka, Kuliah Untuk Semua Oleh: Faozan Amar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA Sal....

Suara Muhammadiyah

27 August 2024

Wawasan

Masjid Kita Masjid Inklusif Oleh: Dr Muhammad Julijanto, Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said ....

Suara Muhammadiyah

29 January 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah