SERANG, Suara Muhammadiyah - Menurut Haedar Nashir, kunci peradaban maju terletak pada tiga hal. Yakni iman, ilmu, dan perbuatan. Ketiganya menjadi sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, dari awal berdirinya, Muhammadiyah telah memposisikan ketiganya secara sentrifugal. Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam pembukaan Tanwir II Nasyiatul Aisyiyah (NA) di Serang, Banten pada tanggal 4 September 2025.
Kiai Dahlan sejak awal telah menularkan semangat kemajuan ini melalui berpikir maju yang berorientasi pada gerakan praksis.
Selain memiliki ideologi keislaman yang kuat, kader Muhammadiyah juga dituntut memiliki keilmuan yang mumpuni, serta ditunjang pengamalan yang prima melalui gerakan Muhammadiyah, khusus melalui NA yang hari ini sedang melangsungkan agenda Tanwir keduanya di Hotel Horison, Kota Serang.
Terkait dengan pengamalan ini, seorang kader harus memiliki kemampuan menejemen waktu yang baik. Sebagaimana hal tersebut tertuang dalam QS. Al-Ash yang di dalamnya mengandung makna 'waktu'.
"Seberapa sering kita dari mulai tidur, bangun, dan kemudian tidur kembali, kehidupan kita berjalan tanpa makna," ungkap Haedar bertanya kepada seluruh hadirin yang datang.
Menurutnya, waktu memiliki dimensi yang sangat kompleks. Salah satunya modernity, yang berarti, hidup di sini, saat ini, di dunia untuk akhirat.
Tanpa memahami makna dari dimensi waktu ini, tak jarang orang terjatuh dan terpeleset. Bukan karena tersandung batu yang besar, melainkan karena menginjak kerikil kecil.
"Banyak orang jatuh karena lisannya," tegas Haedar memberikan perumpamaan.
Haedar pun mendorong kader NA untuk tidak berhenti belajar serta memahami setiap makna Al-Qur'an yang menjadi landasan utama dakwah Muhammadiyah. Karena bagaimanapun, menurutnya NA adalah diaspora kader Muhammadiyah dan Aisyiyah. (diko)