Wasiat KH Ahmad Dahlan: Muhammadiyah Harus Taklukkan Dunia!

Publish

22 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
3276
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Wasiat KH Ahmad Dahlan: Muhammadiyah Harus Taklukkan Dunia!

Oleh Mu’arif

“Moehammadijah haroes hidoep. Moehammadijah akan hidoep boeat seloeroeh doenia. Moehammadijah jalah mendjadi Bapaknja Doenia, jang akan mendidik doenia mendjadi baik dan benar. Kaoem Islam di doenia bakal berta’lok pada Moehammadijah,” demikian K.H. Ahmad Dahlan berwasiat kepada murid-muridnya. Wasiat sang kiai ini terrekam dengan baik oleh salah seorang muridnya yang bernama H. Abdoel Aziz, hoofdredacteur (pemimpin redaksi) Soewara Moehammadijah tahun 1927 dan salah satu pengurus Bagian Taman Poestaka Hoofdbestuur Muhammadiyah. Ketika itu, Abdoel Aziz sedang berkorespondensi dengan K.H. Baqir di Makkah (lihat “Penting-penting. Moehammadijah di Hedjaz,” Soewara Moehammadijah no. 12 tahun 1926). K.H. Baqir bin K.H. Noor ini tidak lain adalah kerabat K.H. Ahmad Dahlan yang sedang menetap di Makkah.    

Visi Global Muhammadiyah

Pesan atau wasiat pendiri Muhammadiyah tersebut disampaikan kepada murid-muridnya di Kampung Kauman, Yogyakarta, pada awal abad ke-20 ketika kualitas sumber daya umat Islam pada umumnya masih sangat rendah. Pada saat yang bersamaan, di luar Hindia-Timur, terutama di negara-negara muslim di Timur Tengah, umat Islam masih dalam cengkraman kolonialisme bangsa-bangsa Eropa. Melihat kondisi umat Islam yang terbelakang, maka wasiat Kiai Dahlan itu seperti “mimpi di siang bolong.” Bagaimana mungkin gerakan Islam yang berpusat di pojok Barat Daya Kampung Kauman yang hanya diikuti oleh pemuda-pemudi dalam hitungan belasan orang mampu menaklukkan dunia? 

Dalam kesempatan lain, Kiai Dahlan juga berpesan kepada murid-muridnya, “Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah kamu bersekolah menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dll kembalilah kepada Muhammadiyah” (lihat Junus Salam, Riwajat Hidup K.H.A. Dahlan: Amal dan Perdjoangannja, Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah, 1968, hlm. 51-52).

Bagi masyarakat awam, pesan sang pendiri Muhammadiyah kepada para kader maupun aktivis muda waktu itu mungkin hanya dianggap sebagai ‘nasehat peliur lara’ atau motivasi pembangkit semangat agar mereka tidak patah arang—mengingat beratnya tahapan merintis organisasi yang berbeda jauh dari kebiasaan umum pada masanya. Namun, pesan K.H. Ahmad Dahlan tersebut akan ditangkap secara berbeda dalam perspektif para mujaddid (pembaru) atau para pemikir visioner seperti murid-muridnya yang dengan penuh keyakinan, semangat dan ikhlas berjuang menjalankan roda Persyarikatan Muhammadiyah. Pesan tersebut menyiratkan semacam blue print gerakan bahwa nantinya setelah melewati masa 50 tahun, 100 tahun, 200 tahun dan seterusnya, gerakan Muhammadiyah akan berubah jauh, berbeda dengan kondisi pada masa ketika pertama kali dirintis di Kampung Kauman, Yogyakarta (awal abad ke-20).

Tetapi itulah pandangan seorang pemimpin yang visioner. Ia bermimpi bukan untuk saat ini, tetapi puluhan atau bahkan ratusan tahun ke depan. Ia melihat jauh ke depan, melintasi dimensi ruang dan waktu, melampaui batas cakrawala alam pikiran awam pada saat itu. Maka ia pun berpikir dan bekerja keras di luar kebiasaan awam. Cara berpikirnya, etos dan kerjanya, jauh berbeda dengan cara berpikir, etos, dan kerja masyarakat umum pada masanya. Ia pun dianggap aneh, dituduh “kiai kafir,” “Kristen alus,” karena yang ia pikirkan dan ia kerjakan hasilnya bukan untuk saat ini, tetapi untuk masa puluhan tahun atau ratusan tahun ke depan.

Narasi-narasi Muhammadiyah Aras Global Pertama  

Rintisan visi global gerakan Muhammadiyah yang diinisiasi Kiai Dahlan telah menemukan jalannya. Seiring dengan temuan narasi-narasi global gerakan Muhammadiyah pada masa-masa awal, kini agenda internasionalisasi gerakan Muhammadiyah telah menemukan legitimasi historisnya. Artinya, sepak terjang para pimpinan dan keder Muhammadiyah di pentas global sudah on-track, bertalian erat dengan konsepsi awal ketika Muhammadiyah didirikan. 

Narasi-narasi aras global gerakan Muhammadiyah telah ditemukan sejak masa-masa awal beridirinya organisasi ini. Selepas wafat K.H. Ahmad Dahlan (23 Februari 1923 pukul 23.00), HB Muhammadiyah menggelar Rapat Tahunan dan berhasil menunjuk K.H. Ibrahim, adik ipar K.H. Ahmad Dahlan, sebagai President HB Muhammadiyah kedua. Dalam Perkumpulan Tahunan (Jaarvergadering) Muhammadiyah yang diselenggarakan pada 30 Maret-2 April 1923 di rumah R. Wedana Djajengprakosa di Kauman, Yogyakarta, selain berhasil menetapkan K.H. Ibrahim sebagai President HB Muhammadiyah, dalam proses rapat-rapat yang melibatkan berbagai perwakilan, terdapat beberapa usulan (vorstel) yang cukup menarik. R. Ng. Djojosoegito, Sekretaris HB Muhammadiyah, mencatat jalannya rapat dan merangkum usulan dari Cabang Muhammadiyah Banjarnegara: ”Soepaja Moehammadijah mengoesahakan peroeloengan (steunfonds) goena angkatan anak-anak dari sekolah Islam oentoek meloeaskan pengadjarannja di negeri-negeri asing, misalnja Toerki, Mesir, dan lainnja jang termashoer keislamannja” (Bandjarnegara no. 2) (Lihat “Peringatan Perkoempoelan Tahoenan Moehammadijah pada 30 Mart sampai dan dengan 2 April 1923 di Djokjakarta,” Soewara Moehammadijah no. 5 & 6/ Mei & Juni 1923.). 

Perkumpulan Tahunan (Jaarvergadering) Muhammadiyah 1923 berlangsung selama tiga hari, yaitu sejak tanggal 30 Maret hingga 2 April 1923. Salah satu hasil keputusan rapat menetapkan dibentuknya “Fonds-Dachlan.” Fonds-Dachlan dibentuk dalam rangka untuk menggalang dana beasiswa bagi anak-anak pribumi yang akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, terutama di negara-negara Islam lainnya. Adapun anak pribumi yang pertama kali akan dibiayai untuk melanjutkan studi ke luar negeri, berdasarkan kesepakatan dalam Rapat Tahunan Muhammadiyah 1923, adalah salah seorang putra dari K.H. Ahmad Dahlan (Lihat “Fonds Dachlan,” Soewara Moehammadijah, no. 7/Juli 1923).

Comite Fonds-Dachlan adalah lembaga beasiswa pertama yang secara resmi dibentuk oleh HB Muhammadiyah (sekarang Pimpinan Pusat Muhammadiyah). Lembaga penyandang dana bantuan studi ini telah banyak membantu putra-putri pelajar Islam di tanah air untuk melanjutkan studi lanjutan, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada awal mula berdiri, comite ini lebih memprioritaskan pemberian beasiswa untuk studi ke luar negeri. Sebab, belum banyak lembaga pendidikan lanjutan yang berkualitas di tanah air pada waktu itu. Dengan demikian, Fonds-Dachlan merupakan program internasional pertama di Muhammadiyah.

Beberapa tahun pasca wafat K.H. Ahmad Dahlan adalah masa-masa gejolak politik dunia Islam dan sekaligus di tanah air. Runtuhnya Turki Usmani yang menjadi simbol kekuatan politik Islam dunia mendorong gerakan-gerakan Islam di beberapa negara berpenduduk mayoritas muslim untuk menggelar muktamar dunia. Kebijakan Mustafa Kamal membubarkan pemerintahan Turki Usmani pada 3 Maret 1924 menuai kontra dari banyak kalangan pemuka muslim dunia pada waktu itu. Termasuk respon jajaran teras Sarekat Islam dan Muhammadiyah yang kemudian mengirim utusan untuk mengikuti muktamar dunia Islam di Makkah. Muktamar Alam Islam di Makkah digelar atas undangan Raja Faisal pada tahun 1926 (Djarnawi Hadikusuma, Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani sampai K.H.A. Dahlan, Jogjakarta: Persatuan, t.t. hlm. 61).

Sumber Djarnawi Hadikusuma mencatat informasi yang cukup menarik bahwa HB Muhammadiyah mengutus K.H. Mas Mansur (waktu itu masih Consul Muhammadiyah Surabaya) untuk menghadiri undangan Muktamar Alam Islam di Makkah. Berdasarkan keterangan Djarnawi Hadikusuma, K.H. Mas Mansur menyempatkan diri melakukan dialog dengan Raja Faisal di Muzdalifah, menyodorkan statuten (anggaran dasar) Persyarikatan Muhammadiyah dan sekaligus menjelaskan maksud serta tujuannya. Dialog atau wawancara berlangsung khidmat karena K.H. Mas Mansur menjelaskan panjang lebar tentang gerakan Muhammadiyah di tanah air (Indonesia).

Apa yang dilakukan K.H. Mas Mansur ketika dialog dengan Raja Faisal adalah upaya internasionalisasi Muhammadiyah, dengan cara memperkenalkan langsung kepada pemegang pucuk pimpinan di pusat gerakan umat Islam di seluruh dunia. Sebuah strategi yang sangat penting mempengaruhi pemegang pucuk pimpinan di dunia Arab untuk mengenal gerakan Muhammadiyah yang telah berdiri sejak 1912. 

Masih menurut sumber Djarnawi Hadikusuma, ketika K.H. Mas Mansur mengikuti jalannya Muktamar Alam Islam di Makkah, pada saat yang bersamaan Haji Syujak juga sedang berada di Makkah, yaitu mengemban amanat HB Muhammadiyah untuk melakukan penyelidikan dalam rangka program perbaikan perjalanan haji di tanah air. Sebelumnya, pada tahun 1923, Haji Fachrodin telah mengawali perjalanan dalam rangka penyelidikan penyelenggaraan ibadah haji di tanah air yang kerap sekali menimbulkan masalah. Maka, apa yang telah dilakukan oleh Haji Fachrodin maupun Haji Syujak melakukan penyelidikan perjalanan haji Indonesia adalah sebuah implementasi program internasional Muhammadiyah pada masa-masa awal.    

***

Kampanye gerakan Muhammadiyah di pentas global adalah suatu keniscayaan. Pondasi pemikiran ideologis telah terrekam dengan jelas dalam rangkaian dinamika historis organisasi sejak masa kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan hingga kini. Dengan menggali akar historis pemikiran dan gerakan Muhammadiyah di aras global, maka dapat ditemukan dan sekaligus dikokohkan program-program internasionalisasi Muhammadiyah yang akhir-akhir ini makin gencar. 

Singkat kata, Muhammadiyah sebagai gerakan global adalah suatu keniscayaan!


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Teknologi Yang Mengubah Cara Orang Naik Haji Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam Cepatnya pe....

Suara Muhammadiyah

18 April 2024

Khazanah

Pelajaran Berharga dari Kisah Para Nabi: Tinjauan Buku Lessons from the Stories of the Quran Oleh: ....

Suara Muhammadiyah

8 November 2024

Khazanah

Apakah Islam Mengistimewakan Arab di atas Non-Arab? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya....

Suara Muhammadiyah

22 March 2024

Khazanah

Abdul Kahar Muzakkir dan Diplomasi Muhammadiyah untuk Palestina  Oleh: Mu’arif Pada tah....

Suara Muhammadiyah

20 October 2023

Khazanah

Fathimah Az-Zahra Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Fathimah ada....

Suara Muhammadiyah

21 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah