Tawakkal dan Ketenangan Jiwa

Publish

18 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1627
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Tawakkal dan Ketenangan Jiwa

Oleh: Syahbana Daulay

Di era yang biasa disebut milenial ini, peran agama terasa sangat penting. Gamang, bingung, sedih, ragu, bahkan sampai pada tingkat stress dan depresi akan sangat mudah hinggap pada jiwa yang jauh dari sentuhan agama. Para generasi muda yang agamanya dangkal akan sangat rentan terkontaminasi dampak era yang penuh dengan kerusakan ini. Era yang diwarnai dengan sikap individualistis (self centered), materialistis, malas, narsis, boros waktu di depan gadget dan  bermain di dunia maya. Dimanjakan dengan hiburan (tontonan, bacaan, pemandangan) yang merusak moral dan menjauhkan mereka dari nilai-nilai agama. 

Sedikit pemahaman agamanya yang berdampak pada jauh dari ritual ibadah, pendekatan kepada Sang Khaliq. Maka jiwa rentan terserang rasa gelisah, sedih, prustasi, bahkan stress, sampai kadang nekad akan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. 

Maka, dalam tulisan ini dipandang perlu pendekatan kepada agama, terutama mencari penyandaran jiwa saat diterpa berbagai masalah dan gempuran berbagai problem di era milenial yang terasa semakin liberal dan sekuler.

Salah satu ajaran agama yang sangat urgen untuk dipahamai dan dinternalisasi dalam jiwa untuk dijadikan sebagai pertahanan jiwa adalah konsep tawakkal.

Istilah Tawakkal bukan asing di indera dengar kita. Cuma mengucapkan istilah ini tidak semudah mengamalkannya. 

Tawakkal sendiri berarti istislam kepada Allah, berserah diri kepadaNya dengan menampakkan segala kelemahan dan ketergantungan hati kepada-Nya. Kebergantungan di sini harus dilakukan secara penuh kepada Allah, bukan setengah-setengah. Tawakkal menjadi cara untuk menyerahkan segala perkara dan usaha kepada Allah SWT. 

Tawakkal merupakan pekerjaan hati manusia dan puncak tertinggi keimanan. (Abdul Syukur, 2016). Tawakkal bukan pilihan tapi keharusan. Maka hukumnya wajib dan menjadi syarat keimanan. 

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

"Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. al-Maidah: 23)

Dikuatkan dalam QS. Yunus: 84-85:

إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ

 Jika kalian memang benar-benar orang yang beriman (mukmin) kepada Allah, maka hanya kepada Allah-lah kalian bertawakkal, bila kalian benar-benar orang yang berserah diri (muslimin). 

Siapa yang mampu mengamalkan sikap tawakkal dengan baik, maka ia akan merasa hidup yang nyaman dan jauh dari rasa takut. Ia cukupkan Allah sebagai tempat bersandar yang mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya.

Mengapa Harus Bertawakkal Kepada Allah

Jawaban yang tepat adalah karena Allah Tuhan semesta alam yang menciptakan segala sesuatu, mengatur dan mengakhirinya. Manusia tidak bisa hidup tanpa-Nya. Dia pemilik kerajaan langit dan bumi serta segala yang ghaib pada keduanya. Hanya orang yang tidak punya akal yang tidak bertawakkal kepada Allah. 

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ

Dan milik Allah lah seluruh rahasia langit dan bumi, dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan Tuhanmu tidak pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Q.S Hud: 123)

Allah Pemilik al-‘Arsy yang agung.

عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Hanya kepada-Nya lah aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (Q.S At-Taubah: 129)

Tawakkal dan Ikhtiar 

Namun jangan pula tawakkal ditafsirkan sebagai sikap diam, pasrah dan tidak melakukan apa-apa. Tawakkal tetap diiringi ikhtiar dengan kesungguhan disertai keyakinan penuh bahwa Allah Maha Pengasih, Penyayang, Dekat, Menjaga, Kuasa, dan sebagainya.

Saat ikhtiar sudah dilakukan, tawakkal telah diyakini, selanjutkan akan lahir ketenangan dalam jiwa dengan kesiapan menerima (ridho) ketetapan dari Allah.

Sifat ikhtiar yang dilakukan adalah semaksimal dan semampu yang dapat diusahakan. Ikhtiar adalah syarat tawakkal untuk menampakkan kesungguhan meraih ketenangan dan kesuksesan hidup. Ikhtiar bukan yang utama. Jangan sampai bergantung pada ikhtiar. Ketergantungan pada ikhtiar dapat merusak aqidah. 

Seperti tawakkal dalam bidang rezeki, kita bisa mencontoh burung yang berusaha terbang mencari rezeki, tanpa berfikir panjang dan berbagai pertimbangan yang melelahkan, namun didasari sikap tawakkal yang serius, ia pun kembali dengan perut kenyang, bahkan dapat berbagi makanan dengan anak-anaknya di sarangnya. 

Dalam hadits ‘Umar bin Khattab ra, beliau berkata: 

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرَزَقَكُم كَمَا يَرْزُقُ الطَيْرَ؛ تَغْدُو خِمَاصًا، وَتَرُوحُ بِطَانًا. (أخرجه أحمد، والترمذي، وصححه الألباني(

Manusia lebih mulia daripada burung dan semua hewan. Bila kita bertawakkal dengan kesungguhan, tentu hasil yang didapat pun akan lebih baik, bahkan dari jalan yang tidak diduga. 

Ikhtiar itu adalah sebab. Tawakkal tanpa ikhtiar adalah irrasional, pasif dan pemalas. Seberapa ikhtiar yang dilakukan, itu tidak penting. Utamanya adalah tawakkal yang berkeyakinan. Karena sesungguhnya Allah tidak membutuhkan ikhtiar. Sebagaimana kasus bunda Maryam, saat diperintah menggoyang pohon kurma yang kokoh dan kuat, padahal beliau dalam keadaan hamil dan sangat lemah. Itulah iktiar, dan Allah menginginkan iktiar itu sebagai usaha dan sebab.

 وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا  )مريم: 25(

Bukan Maryam yang menjatuhkan buah kurma dengan kelemahannya, tapi Allah yang menjatuhkannya dengan iradah-Nya. Maka dalam bertawakkal, tidak semestinya bingung dalam memikirkan sebesar apa sebab yang kita lakukan untuk mendapatkan sesuatu, mungkin atau tidak mungkin, karena bila Allah berkendak, semuanya akan menjadi mungkin. 

Kita juga melihat bagaimana ikhtiar Nabi Ya’kub as. agar anak-anak beliau terhindar dari mudharat dan mata yang hasad dengki dari orang-orang jahat, maka beliau berwasiat kepada anak-anaknya agar memasuki Mesir dari berbagai pintu. Namun beliau juga tidak bisa menolak takdir dari Allah pada anak-anaknya. Apa pun hasil dari ikhtiarnya, tawakkal kepada Allah adalah sandaran terakhir yang melahirkan ketenangan dalam jiwa beliau. 

وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

Dan dia (Yakub) berkata, “Wahai anak-anakku, Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah kamu dari pintu-pintu gerbang yang berbeda. Namun demikian, aku tidak kuasa mempertahankan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Kepada-Nya aku bertawakkal dan kepada-Nya pula hendaknya berserah dirilah orang-orang yang bertawakkal.” (Q.S Yusuf: 67)

Begitulah tawakkal berlaku dalam setiap bidang hidup: pekerjaan, jabatan, profesi, sosial, politik dan sebagainya. Bila tekad sudah bulat, dan ikhtiar telah diupayakan, selanjutnya adalah tawakkal.

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. (QS Ali Imran: 159-160)

Tawakkal dan Ketenangan Jiwa

Dari sedikit utaian di atas, jelas bagaimana sikap tawakkal dapat membawa kepada ketenangan jiwa. Bagaimana penyandaran diri dengan penuh keyakinan kepada Sang Maha segalanya, Pemilik karajaan langit dan bumi.

Tawakkal merupakan pondasi ketenangan jiwa di era yang penuh guncangan dan tontonan orientasi hidup yang membingungkan. Sikap tawakkal dan bersandar penuh kepada Allah adalah solusi bagi kegelisahan jiwa.  Adalah orang-orang beriman yang berada dalam “pelukan” Tuhannya yang merasakan kenyamanan dengan kenikmatan dan karunia dari Tuhannya.

وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ. فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ

“…Mereka menjawab, “Cukuplah Allah bagi kami dan Dia lah sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah memiliki karunia yang sangat besar. (Q.S Ali Imran: 173-174)

Jiwa yang meyakini bahwa Allah-lah yang mencukupinya dan mencukupkan Allah baginya. Dia tidak memerlukan pertolongan dan perhatian manusia. Dia tidak harus mencari-cari perhatian atasannya, menangis dan mengemis mengharap belas kasih orang lain. Karena dia tahu orang lain pun memiliki kesulitan dan kebutuhan yang sama. 

حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ 

“Cukuplah Allah bagiku, tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya lah aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (Q.S At-Taubah: 129)

Bagaimana jiwa tak tenang bila ia yakin Allah yang menjaga dan mencukupkan segala kebutuhan, mengurus segala masalah dan melindunginya dari segala bentuk kejahatan (QS. Ath-Thalaq: 3). Ditambah dengan hadirnya cinta Allah kepada hamba yang bertawakkal. Cinta Allah akan mengundang perhatian, pertolongan dan solusi dari Allah atas berbagai permasalahan hidup. Bagai seorang yang mencintai orang lain, ia akan memperhatikan dan mencukupi segala kebutuhannya.  

فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ  )آل عمران: 159(

Wallahu a’lam bish shawab

Syahbana Daulay, Anggota Majelis Tabligh PW Muhammadiyah


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Hadlarah

Makna Filosofi Hidup dalam Islam Oleh: Dr. Rohmansyah, S.Th.I., M.Hum, Dosen UMY, Anggota MTT-PWM D....

Suara Muhammadiyah

25 September 2024

Hadlarah

Makna Hijab Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Ketika kita berbic....

Suara Muhammadiyah

3 January 2024

Hadlarah

Lebih Dekat dengan Allah Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Bagai....

Suara Muhammadiyah

19 January 2024

Hadlarah

Oleh: Nur Fajri Romadhon, Mahasiswa Fakultas Hukum UI dan Kader Muhammadiyah Hari-hari ini banyak w....

Suara Muhammadiyah

28 October 2024

Hadlarah

Kenapa Para Rasul (hanya) diutus ke Timur Tengah? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya U....

Suara Muhammadiyah

29 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah