YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Indonesia terancam kekurangan tenaga medis pada tahun 2045 jika percepatan pendidikan profesi dokter dan dokter spesialis tidak segera dilakukan. Hal ini mengingat Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara lain dalam hal produksi dokter, terutama dokter spesialis.
Hingga saat ini, Indonesia baru mampu mencetak sekitar 2.700 dokter spesialis per tahun melalui 26 rumah sakit pendidikan, angka yang masih sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Kondisi tersebut kembali disampaikan oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Hilirisasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Med. dr. Supriyatiningsih, Sp.OG., M.Kes., dalam acara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Dokter Periode LXXXVI di Convention Hall Gedung Erwin Santosa, RS PKU Muhammadiyah Gamping, Rabu (12/11).
“Jika Indonesia tidak bisa mengambil kesempatan untuk percepatan pendidikan dokter, maka pada tahun 2045 kita akan sangat kekurangan jumlah dokter, baik dokter umum, dokter spesialis, maupun subspesialis,” tegas dr. Supriyatiningsih di hadapan 22 dokter baru yang diambil sumpahnya.
Menurutnya, percepatan pendidikan dokter dan spesialis bukan hanya kebijakan akademik, tetapi strategi nasional untuk memastikan pemerataan layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang membuka peluang bagi perguruan tinggi swasta unggul, termasuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), untuk menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis, disebutnya sebagai momentum penting bagi perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah.
“Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) yang berstatus unggul kini berkesempatan mengajukan program pendidikan dokter spesialis. Ini bukan hanya soal membuka program, tapi memastikan para dokter nantinya mau melayani di rumah sakit-rumah sakit terpencil yang masih kekurangan tenaga medis,” jelasnya.
UMY saat ini tengah memperluas kontribusinya di bidang pendidikan kedokteran dengan membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah, yang telah memperoleh izin dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).
Selain itu, UMY juga sedang mempersiapkan 12 program studi dokter spesialis lainnya yang masih dalam tahap asesmen, antara lain spesialis penyakit dalam, anak, obstetri dan ginekologi, anestesi, radiologi, patologi klinik, mata, neurologi, psikiatri, jantung dan pembuluh darah, serta kedokteran keluarga.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Supriyatiningsih, yang akrab disapa dr. Upi, juga menyinggung capaian UMY di kancah internasional. Dalam pemeringkatan World Class University (WCU) dan Asia University Ranking, UMY kini menempati peringkat 1200–1500 dunia dan peringkat 568 di Asia.
“Perankingan ini menunjukkan bahwa UMY dipercaya secara nasional maupun global dalam menjalankan proses pendidikan. Mungkin tidak langsung berdampak pada minat pendaftar, tapi ini menyangkut trust masyarakat terhadap mutu akademik kita,” ujarnya.
Menutup sambutannya, dr. Upi menekankan bahwa perjuangan seorang dokter tidak berhenti pada momen pelantikan, melainkan baru dimulai. Dokter lulusan UMY, katanya, harus humanistik, berintegritas, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
“Hari ini bukan akhir, tetapi awal untuk terus melaju dan berdedikasi pada profesi. Dokter adalah long life learner, long life journey, dan banyak tangga yang harus dilalui,” pungkasnya. (NF)


