Senja Bergulir Dalam Guratan Cahaya Bulan

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
705
Senja

Senja

Cerpen Ulfatin Ch

Langit masih seperti dulu. Burung-burung masih berkicau merdu. Bunga pukul empat, bunga matahari masih riang bertengger diatas dahannya. Harum melati menusuk di hati. Anggrek yang mengangguk-angguk sesekali ditiup angin sepoi kekiri dan kekanan seolah memgikuti tarian Maumere yang mewabah pada ibu-ibu muda. Begitulah kehidupan alam berjalan. Meski suasana alam tetap indah dan sahdu, namun udara panas musim pancaroba menjadikan kita terkadang sedikit bertemperamen tinggi dalam menghadapi persoalan kehidupan zaman now.

Mila masuk rumah. Ia baru saja pulang sekolah ketika matahari sudah condong ke barat, bahkan tak jarang juga pulang malam. Alasannya, ada ekstra kurikuler, ada kerja kelompok, atau sekedar refresing di warnet, movie box atau di gedung bioskop. Macam-macam saja alasannya. Ayah-ibunya pun pulang menjelang matahari terbenam. Karena lalulintas padat dan macet, sehingga harus menunggu berkurangnya keramaian jalan.

Mila meletakkan tas sekolah dan mengganti baju, telpon selulernya sudah berkali-kali berbunyi line-thung, line-thung, line-thung tak henti-hentinya memanggil minta diperhatikan yang punya. Mila diam saja seolah tak menanggapi panggilan Hp-nya. Namun begitu selesai ganti baju, Mila langsung bersanding dengan telponnya, memencet tuts dengan jari-jari  kedua  tangannya, membaca setiap pesan yang tertulis di layar  HP. Ada tugas sekolah yang dikirim via WatsApp oleh gurunya sudah menunggu. Mila pun mulai membuat jawabannya yang harus dikirim di tempat yang sama sampai batas waktu pukul 00.00 Sementara di line ada kabar Dino terserempet motor, tak seberapa lukanya, tapi sempat di cek ke rumah sakitterdekat. Kawan-kawannya pun memberikan empati di kolom komentar line grup. Mila pun ikut mengucapkan rasa empatinya.

“Dino, ikut prihatin. Semoga lekas sembuhya.”

“Halo, Dino. Lain kali lebih hati-hati mengendarai motornya. Sekarang istirahat dulu, Din.” Kata yang lain di layar line.

“Dino, semangat ya.” Dan masih banyak lainnya. Mila tak membaca semua tulisan di grupnya. Ia kembali pada tugas sekolah yang harus segera dikumpulkan. Apalagi Dino yang masih menjalani perawatan tentu belum membuka hp.

Senja sudah mulai benar-benar tenggelam ketika Adin, kakak Mila pulang. Ia letakkan tasnya di pojok meja keluarga lalu ia mengeluarkan Hp-nya, asyik dengan kiriman-kiriman grup. Dan Adin pun sibuk memberikan komentar balasan, iatak melihat Mila ada di satu meja dengannya, begitu juga Mila masih sibuk dengan tugas sekolahnya.

Udara malam mulai terasa dingin, tapi mereka berdua belum membuka pembicaraan atau bahkan mereka tak sempat untuk bicara. Keduanya masih sibuk dengan alat komunikasinya masing-masing. Adin sibuk mengomentari teman-teman grupnya di Hp, Mila sibuk dengan tugas sekolahnya yang harus segera dikumpulkan sebelum tengah malam. Mereka kakak beradik, tapi tak bercengkrama seperti layaknya keluarga tempo dulu. Mereka lebih intens bercengkrama dengan kawan-kawannya yang jauh, bahkan mungkin kawan yang teramat jauh tempatnya. Mereka bias sedekat dan seakrab seperti keluarga meski jarak tempat mereka berjauhan. Tapi dengan saudara yang dekat justru mereka hanya bertatapan saja, bahkan jika ada keperluan bersama mereka hanya salingkontak lewat Hp layaknya kawan jauh. Ungkapan bahwa tempat dan jarak tak menjadikan persoalan dalam persaudaraan ternyata mungkin akan segera berubah, bahwa yang jauh akan terasa dekat dan yang dekat akan terasa jauh karena persoalan komunikasi. Bagaimana tidak, persoalan komunikasi sudah beralih pada teknologi. Atau kita sudah diperbudaknya?

Pagi kembali beranjak. Kesibukan kami menata keperluan masing-masing. Mila sudah berangkat lebih awal. Adin menunggu Hpnya dicas. Ayah-Ibu sudah siap berangkat kerja.

“Mila, aku pinjam tasmuya.” Tulis Adin di WhatsApp Mila.

“Pinjamterus. Kapan punya?” Jawab Mila di WhatsApp.

“Nanti aku beli. Sekarang pinjam dulu.Ok!” balas Adin.

“Huh, dasar tukang pinjam.” Balas Mila. Adin pun berangkat dengan menenteng tas Mila ketika jarum jam sudah menunjuk angka delapan. Ia buka Hpnya sebentar lalu menyimpannya di saku baju.

“Ibu, Adin berangkat. Hari ini ada tugas kuliah keluar, mungkin menginap.” Pamit Adin pada Ibunya lewat WhatsApp.

“Hati-hati, Nak.” Jawab Ibu Adin. Adin pun menjawab, “ya,” lewat Hp juga.

Hari sudah berjalan sekian tahun tanpa terasa mereka sudah dewasa dan berkeluarga. Ayah-Ibu mereka kini sudah tak bekerja lagi dan tinggal di rumah saja. Sesekali mereka menyibukkan diri dengan berbagai tanaman bunga di halaman rumah yang sudahdi penuhi dengan batako. Merekamenanam bunga-bunga di dalam pot-pot yang diletakkan di lantai batako atau digantungkan dipinggir-pinggir atap rumah yang diberi paku.

Lama sekali ibu menggantungkan anggrek yang  habis dibersihkan daun-daun keringnya. Beberapa kali ibu mencoba menaruhnya di paku yang ditancapkan di plafon agar anggreknya bias menggantung, tapi gagal. Akhirnya ibu menyerah dan meletakkan pot anggrek di dekat dinding rumah bersama adenium dan lidah mertua. Ketika ayah pulang dari tetangga sebelah, Ibu menyuruhnya memindahkan anggrek ke gantungan plafon.

Selain Ibu, Ayah pun gemar menanam tanaman terutama kaktus. Beberapa macam kaktus bertengger di pot-pot kecil. Sebelum senja benar-benar sempurna, ayah selalu mendagir media yang menutupi kaktus. Sesekali Ayah menyiramnya dengan sedikit air, karena kaktus memang tidak banyak membutuhkan air seperti anggrek atau mawar yang mesti disirampagi dan sore.

Senja sudah menanjak pergi, ketika Ayah-Ibu menyelesaikan bertamannya. Sebuah kabar tertulis di layarWhatsApp dan Ibu membacanya.

“Ibu, malamini Adin dalam perjalanan kerumah bersama anak-anak.” Kata Adin. Wajah Ibu pun sumringah membaca pesan itu, tapi kemudian Ibu tertegun sejenak membayangkan cucu-cucunya yang tak pernah berhenti kejar-kejaran atau asyik bermain dengan gadgetnya. Mereka seakan tak mempedulikan kerinduan nenek-kakeknya yang ingin juga bercanda. Wajah Ibu pun bersungut membayangkan itu. Ibu merasa tersisih dari mereka yang hanya menyapa ketika datang dan pulang, selebihnya mereka sibuk dengan permainannya sendir itanpa mempedulikan nenek-kakeknya.

“Ibu, bu,” kata Ayah mengagetkan lamunan Ibu. “Apa pesan Adin?” kata Ayah kepada Ibu yang masih terbawa dengan lamunannya.

“Kenapa Ibu melamun?” kata Ayah kembali pada Ibu.

“Iya, Yah. Ini baru mau saya balas AhatsAap Adin.”

“Apa pesan Adin?” tanya Ayah mengulangi pertanyaannya.

“Sebentar, Yah. Ibu jawab WhatsAap Adin duluya.” Kata Ibu sambil jari tangannya menari diatas layar hp  touchscreen. Baru kemudian Ibu menjelaskan kepada Ayah, kalau Adin malam ini sedang dalam perjalanan ke rumah. Ayah pun terlihat senang mendengarnya, tapi sebentar kemudian diam. Lama Ayah terdiam. Entahapa yang dipikirkannya. Mungkin sepert iapa yang dipikirkan Ibu. Ayah membayangkan betapa senangnya Anak cucunya datang mengunjunginya. Tapi juga sedih, karena mereka datang pun asyik dengan gadgetnya sendiri-sendiri. Padahal, Ayah ini bermain bercengkrama dengan mereka.

Senja sudah hampir terlewat, malam mulai merangsek masuk dari celah-celah jendela dan  menanjak semakin jauh menenggelamkan pikiran Ayah-Ibu yang menunggu kedatangan anak-cucunya. Tapi yang ditunggu belum juga datang.  Ayah-Ibu pun terlelap dalam guratan cahaya bulan.

*****

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Kegelisahan Seorang Juragan  Cerpen Mustofa W Hasyim Taslim tiba-tiba merasa gelisah bukan ma....

Suara Muhammadiyah

11 October 2024

Humaniora

Cerpen Risen Dhawuh Abdullah Dan untuk yang kesekian kalinya, ayah mengulanginya lagi. Ayah sama se....

Suara Muhammadiyah

16 February 2024

Humaniora

Cerpen Erwito Wibowo Sore menjelang petang. Cakrawala tidak kelihatan, nampak tertimbun deretan per....

Suara Muhammadiyah

22 March 2024

Humaniora

Menjaga Titik dan Koma Oleh: Isngadi Marwah Atmadja Pada mulanya titik dan koma  Lalu huruf ....

Suara Muhammadiyah

16 August 2024

Humaniora

Kakiyah Hingga Balad "Surga Belanja Jamaah Indonesia"  Oleh: Alfian Dj, Pengajar Muallimin Muh....

Suara Muhammadiyah

18 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah