Selesainkan Masalah Ketimpangan di PTMA dengan Kolaborasi dan Sinergi

Publish

12 May 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
361
Silaturahmi PTMA seluruh Indonesia di SM Tower (11/5).

Silaturahmi PTMA seluruh Indonesia di SM Tower (11/5).

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - “Mari kita akhiri penderitaan ini” adalah sepenggal pantun yang diucapkan Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung Fadillah Sabri saat mengakhiri sesi pertama Konsolidasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) di SM Tower (11/5). Pertemuan yang dikemas dalam forum silaturahmi rektor tersebut membahas berbagai persoalan, tantangan, dan sekaligus solusi bagi 172 Perguruan Tinggi yang berada di bawah naungan Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Problem utamanya adalah masalah ketimpangan, baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini menjadi realitas yang mesti dihadapi dengan langkah-langkah kolaboratif oleh seluruh PTMA. 

Selain rektor dari seluruh PTMA, acara tersebut juga dihadiri langsung oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris. Menurut Abdul Haris, permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan tinggi bukanlah tugas individu, melainkan tugas kelompok. Jika berbicara tugas kelompok, itu artinya seluruh elemen bangsa mesti bersama-sama mencari solusi. 

“Saya yakin seluruh stakeholder memiliki peran masing-masing. Inilah yang harus kita orkestrasi untuk bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan di dunia pendidikan tinggi kita,” ujarnya. 

Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung pemerintah pada upaya penyelenggaraan pendidikan tinggi, khususnya Muhammadiyah. Berkaca dari fenomena yang sedang terjadi, kondisi dan situasi yang terjadi di dunia pendidikan tinggi sejatinya tidak sedang baik-baik saja. Setidaknya ada tiga permasalahan yang mesti dicari formulasinya. Pertama, ketimpangan akses. Kedua, ketimpangan kualitas. Ketiga, relevansi. 

“Dalam hal relevansi, seringkali kita menghasilkan produk lulusan yang tidak ditunjukkan untuk kebutuhan dunia usaha, atau kebutuhan dari masyarakat sendiri,” tegasnya. 

Dengan kata lain, perguruan tinggi dituntut menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki kompetensi dan skill yang mumpuni, serta dibutuhkan masyarakat. Di samping itu, perguruan tinggi juga dituntut menghasilkan karya-karya, hasil riset yang dapat menyelesaikan permasalahan kehidupan. 

Terkait dengan akses ke pendidikan tinggi, Haris mengatakan, ada 8 juta siswa lulusan SMA setiap tahunnya. Namun, kouta perguruan tinggi di Indonesia hanya sebesar 3 juta. Artinya, hanya ada sekitar 34 persen yang dapat meneruskan ke jenjang perguruan tinggi. Angka ini masih terpaut sangat jauh dengan negara Singapura yang hampir semua lulusan SMA di sana melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. 

Namun, persoalannya apakah pemerintah harus menerima 8 juta lulusan SMA untuk masuk ke perguruan tinggi? Ternyata tidak semudah itu. Dari 3 juta siswa yang mengeyam pendidikan tinggi, sebesar 2,3 juta lulusan perguruan tinggi menganggur (tidak terserap ke dunia kerja). Perguruan tinggi akhirnya menjelma sebagai mesin pengangguran. “Hal ini menjadi ancaman jika setelah selesai di perguruan tinggi, akhirnya menganggur. Di sinilah relevansi menjadi poin penting,” ujarnya. 

Perjalanan ini dapat menjadi sebuah proses, terkait bagaimana agar perguruan tinggi bisa meningkatkan aspek-aspek tersebut secara pasti. Yaitu, yang pertama, menghasilkan lulusan yang berkompetensi, yaitu mereka yang telah dilengkapi dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Kedua, SDM yang ada di perguruan tinggi dapat menghasilkan karya riset yang bisa memberikan jawaban atas permasalahan di masyarakat. 

“Jangan sampai kita menghasilkan karya riset yang hanya sekedar untuk kebutuhan naik jabatan fungsional,” ucap alumni Universitas Indonesia tersebut. 

Ia menegaskan bahwa Perguruan Tinggi Muhammadiyah telah menunjukkan capaian yang luar biasa. Ditunjukkan dengan sistem pengelolaan yang modern dan telah banyak menghasilkan alumni-alumni yang berkiprah di pemerintahan, swasta, hingga masyarakat. Menawarkan ekosistem pendidikan yang bersaing dengan PTN. 

Di akhir paparan, ia menambahkan, strategi yang dapat ditempuh oleh PTMA agar dapat menjadi PTS kelas dunia. Di antaranya, menerapakan pembelajaran yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Pengajaran berstandar internasional. Penelitian dan hasilnya diakui dunia. Meningkatkan kapabilitas inovasi. Memiliki jejaring kemitraan level dunia. Menghasilkan lulusan yang unggul dan kompetitif. Meningkatnya jumlah dosen dan mahasiswa asing. Dan berkontribusi pada peningkatan devisa negara. 

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Iwan Akib menyampaikan harapanya bahwa PTMA ke depan dapat terus bersinergi dan terus berinovasi. Upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas PTMA yang sejauh ini sebanyak 17 persen telah terakreditasi unggul. Artinya bahwa keberadaan PTM memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia. 

“Mudah-mudahan silaturahmi kita ini dapat menjadi awal yang baik bagi Muhammadiyah dan Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi,” tutupnya. (diko)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

BANTUL, Suara Muhammadiyah - Lembaga Pengembangan Olahraga (LPO) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah me....

Suara Muhammadiyah

30 April 2024

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah – Sekolah Dasar Muhammadiyah (SDM) 1 Solo Jawa Tengah menggelar Baitu....

Suara Muhammadiyah

30 December 2023

Berita

JAMBI, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) terus menunjukkan komitmen dan penc....

Suara Muhammadiyah

27 October 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) DIY menggelar Taawun Sosial Ramadha....

Suara Muhammadiyah

9 April 2024

Berita

CIREBON, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Cirebon melaksanakan kegiatan Masa Ta’a....

Suara Muhammadiyah

4 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah