Sedekah Beras ala Kader Muhammadiyah, Dari Wilayah Kecil Menuju Gerakan Nasional

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
59
Dok Istimewa

Dok Istimewa

“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”

Kalimat yang sering terdengar itu bukan sekadar slogan atau hiasan pembuka pidato. Ia adalah napas panjang yang terus menghidupkan gerak langkah para kader Muhammadiyah, bahkan setelah mereka tak lagi duduk di bangku kuliah, tak lagi mengenakan almamater.

Salah satu wujud paling nyata dari napas itu adalah Gerakan Sedekah Jumat, sebuah inisiatif sosial yang dirintis secara sederhana oleh alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ), khususnya dari angkatan 2000. 

Tak ada launching formal, tak pula program kerja yang bombastis. Tapi sejak sekitar tiga tahun lalu, gerakan ini berjalan perlahan namun pasti. Setiap hari Jumat, tangan-tangan alumni itu bergerak dengan menyalurkan beras, makanan, atau bantuan kecil lainnya kepada yang membutuhkan.

Gerakan ini bukan hasil program kampus, bukan pula turunan dari agenda resmi. Ini tumbuh dari kesadaran bersama bahwa ilmu kesehatan masyarakat tak hanya hidup dalam ruang kuliah, tapi juga harus hadir di tengah masyarakat. 

Mereka yang terlibat menyisihkan sebagian rezeki dari rumah mereka masing-masing, menyasar tetangga-tetangga yang mungkin hidup dalam keterbatasan, sasarannya kaum dhuafa, lansia yang kesepian, anak-anak yatim yang butuh disapa.

Tidak ada baliho. Tidak ada poster. Hanya tangan yang memberi dan hati yang terhubung.

Gerakan ini mengalir seperti mata air sunyi, tapi menghidupkan. Dalam senyapnya, ia menjelma menjadi bentuk konkret dari dakwah bil hal menghadirkan nilai Islam dalam tindakan, bukan sekadar ucapan.

Dari Inisiatif Lokal ke Gerakan Terintegrasi

Tak ada yang benar-benar menyangka bahwa langkah kecil yang dimulai dari lingkungan tempat tinggal para alumni FKM UMJ angkatan 2000 itu akan tumbuh menjadi gerakan yang terorganisir. Dulu, kegiatan ini hanya bersifat spontan berbagi beras, atau sekadar sembako kecil untuk tetangga sekitar, tiap hari Jumat. 

Tidak ada target jumlah,. Yang ada hanya semangat tulus untuk berbagi, karena merasa tak tenang saat melihat tetangga kesulitan membeli beras, sementara kulkas sendiri masih terisi.

Kini, tiga tahun berlalu, dan wajah gerakan ini telah berubah. Seiring dengan kembali aktifnya Ikatan Alumni FKM UMJ (IKALUM), gerakan Sedekah Jumat tidak lagi sekadar aksi individu. Gerakan ini telah diadopsi menjadi program sosial resmi yang dikelola oleh Bidang Sosial dan Kesehatan, dengan cakupan yang jauh lebih luas.

Dari Jabodetabek, aksi ini meluas ke berbagai kota di Pulau Jawa, bahkan hingga ke Lampung. Puluhan alumni dari lintas angkatan kini ikut terlibat tak hanya menyumbang dana, tapi juga turun langsung sebagai relawan, pendata lapangan, bahkan penggerak distribusi. 

Ada yang membagi waktu di sela pekerjaan, ada pula yang mengajak anak-anak mereka ikut serta, agar rasa peduli ini bisa menular lintas generasi.

Di balik kesederhanaan gerakan ini, tersimpan filosofi yang kuat. Seperti disampaikan oleh Bang Jabal, Ketua IKALUM FKM UMJ sekaligus penggagas awal program ini saat masih di angkatan 2000

“Program ini bukan hanya soal berbagi makanan atau bantuan. Ini tentang menjaga nyala kebersamaan, yang menjadi inti dalam gerakan Muhammadiyah  kepedulian sosial, dakwah bil hal, dan kerja kolektif yang nyata.”

Bagi Bang Jabal, gerakan ini adalah cara untuk meneruskan napas panjang Muhammadiyah dalam versi yang sederhana tapi relevan. Bukan dengan mimbar megah, tapi dengan tangan yang menyodorkan beras. 

Bukan melalui seremoni, melainkan dengan mendatangi rumah-rumah warga yang mungkin tidak pernah disapa oleh lembaga resmi. Ia juga menegaskan bahwa semangat gerakan ini tak bisa dilepaskan dari prinsip amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi nadi pergerakan Muhammadiyah. 

Namun, bukan dengan suara keras, melainkan dengan pendekatan yang lembut dan penuh empati. "Ini bentuk tajdid juga," ujarnya, “kita memperbarui cara berdakwah agar lebih kontekstual, lebih membumi, dan menjawab tantangan zaman dengan kasih, bukan sekadar nasihat.”

Dan benar saja, wajah dakwah itu hari ini tampil dalam rupa karung beras kecil yang diantar tiap Jumat, dalam obrolan ringan sambil menyerahkan paket makanan, dalam pelukan hangat antara alumni dan warga sekitar. Bukan sekadar aksi sosial, tapi jembatan spiritual.

Dakwah Sosial sebagai Ciri Gerakan Islam Berkemajuan

Gerakan ini kini bukan hanya menjadi tradisi mingguan, tetapi juga ruang edukasi sosial yang hidup. Para alumni lintas angkatan dilibatkan, bahkan keluarga mereka pun mulai ikut serta. Dari menyisihkan rezeki, menjadi relawan distribusi, hingga merancang pengembangan program yang lebih berdampak.

Cita-citanya kini semakin terang: menjadikan Sedekah Jumat sebagai gerakan nasional, dengan semangat berdakwah melalui pelayanan yang menjadi ciri khas Persyarikatan Muhammadiyah. 

Kolaborasi antaralumni lintas wilayah terus diperkuat. Rencana sinergi dengan amal usaha Muhammadiyah di berbagai daerah pun sedang dijajaki agar distribusi bantuan lebih tepat sasaran dan terus berkembang.

"Bagi kami, gerakan ini adalah bagian dari ibadah sosial. Seperti dalam ajaran K.H. Ahmad Dahlan, dakwah itu bukan hanya di mimbar, tapi juga dalam kerja konkret. Ini adalah cara kami meneruskan nilai-nilai itu di tengah masyarakat,” tambah Pandu.

“Kami memang berharap ini bisa jadi gerakan nasional. Bukan berarti harus besar, tapi bisa ditiru dan dilakukan di mana saja. Di setiap kota pasti ada orang yang mau bergerak,” ujar Bang Jabar Selaku Ketua Umum IKALUM FKM UM.

Semangatnya sederhana siapa pun bisa ikut, selama mau menyisihkan waktu dan kepedulian. Gerakan ini tidak besar, tidak glamor, tapi justru karena itulah ia kuat. Ia tidak menunggu perubahan dari atas, tapi menciptakan perubahan dari bawah. 

Dan jika semangat ini bisa menyebar ke lebih banyak kota, lebih banyak alumni, lebih banyak komunitas maka bukan mustahil, Indonesia bisa dibangun bukan hanya oleh proyek, tapi juga oleh kepekaan sosial yang tumbuh dari hati.

Gerakan Sedekah Jumat adalah satu dari banyak wajah Muhammadiyah hari ini: senyap tapi bekerja, sederhana tapi berdampak. Ia lahir bukan karena instruksi, tapi karena kesadaran. Ia berjalan bukan karena anggaran besar, tapi karena semangat kolektif yang tak pernah padam.

Dengan gerakan ini, para alumni FKM UMJ ingin membuktikan bahwa meski sudah tak lagi duduk di bangku kuliah, spirit Muhammadiyah tetap menyala dalam bentuk kepedulian, pengabdian, dan kontribusi sosial yang nyata. (Adipatra Kenaro)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) menyelenggarakan keg....

Suara Muhammadiyah

23 September 2023

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah - Klinik Pratama Muhammadiyah Medical Center atau yang sering disebut MMC m....

Suara Muhammadiyah

27 January 2024

Berita

BANDAR LAMPUNG, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Provinsi Lamp....

Suara Muhammadiyah

10 May 2025

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah – DNA Muhammadiyah memberi dan memperbaiki. Dengan syarat loyalitas. ....

Suara Muhammadiyah

7 October 2023

Berita

AUSTRALIA, Suara Muhammadiyah - Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayyinah bersama....

Suara Muhammadiyah

18 May 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah