BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat Ayi Yunus Rusyana menyatakan bahwa Ramadan adalah bulan pelatihan bagi umat Islam untuk menjaga amanah dan mengendalikan hawa nafsu. Menurutnya, keberhasilan seseorang dalam menjalankan amanah selama Ramadan mencerminkan kualitas puasanya. Amanah tersebut mencakup menjaga Al-Quran, membangun keluarga yang sakinah, dan melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik.
Hal itu disampaikan Ayi dalam pengajian Tarhib Ramadan 1446 Hijriah yang digelar Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Al-Islam Kemuhammadiyahan (LPPAIK) di Auditorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Bandung pada Senin (24/02/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan bahwa amanah tidak hanya berkaitan dengan ibadah personal, tetapi mencakup tanggung jawab dalam kehidupan sosial dan profesional.
Ayi juga mengingatkan pentingnya menjaga amanah dalam dunia akademik. Dosen, misalnya, memiliki kewajiban menjalankan tridharma atau caturdharma perguruan tinggi, termasuk tanggung jawab tambahan bagi mereka yang diberi amanah lebih. “Manusia sanggup menerima amanah yang bahkan gunung dan makhluk lainnya tidak sanggup memikulnya. Namun, sayangnya, banyak manusia yang gagal menjaganya karena hanya dilakukan selama Ramadan tanpa tindak lanjut di bulan-bulan berikutnya,” jelasnya.
Lebih jauh, Ayi menerangkan bahwa dalam diri manusia terdapat dua potensi, yaitu potensi hayawan (sifat hewani) dan potensi ketakwaan. Ramadan, menurutnya, seharusnya menjadi momen untuk menguatkan potensi ketakwaan agar lebih dominan dibandingkan dengan sifat keduniawian. “Minimal, kondisi spiritual kita di bulan Ramadan harus sama baiknya dengan bulan sebelumnya, jangan malah lebih buruk,” tegasnya.
Selain itu, Ayi menyoroti pola makan yang sering kali berlebihan selama Ramadan. Ia mengingatkan bahwa banyak orang justru lebih boros dalam mengonsumsi makanan saat berbuka sehingga tidak mencerminkan filosofi dan hikmah puasa. “Padahal, perut dan lambung merupakan sumber penyakit. Jika tidak dikontrol, bukannya menjadi sehat, justru Ramadan bisa membuat kondisi tubuh semakin buruk,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya tidak hanya memperhatikan aspek kehalalan makanan, tetapi memperhatikan aspek tayib (baik dan sehat). Ramadan, kata Ayi, bukan hanya soal menahan lapar, melainkan menjadi proses detoksifikasi fisik dan penyucian jiwa. Oleh karena itu, bulan ini seharusnya menjadi momen untuk meningkatkan produktivitas, bukan malah sebaliknya.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Ayi menyoroti bahwa banyak orang mengurangi jam kerja dan pulang lebih cepat selama Ramadan. Padahal, Rasulullah telah mencontohkan bahwa Ramadan seharusnya menjadi bulan dengan produktivitas tinggi. “Kita sering kali justru menjadikan Ramadan sebagai bulan santai, bukan bulan kerja keras,” tuturnya.
Pada akhir sesi, Ayi mengajak umat Islam untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas zakat serta sedekah. Ia menegaskan bahwa dalam harta seseorang terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan. “Ramadan adalah fasilitas dari Allah untuk membersihkan jasad dan hati dari dosa. Maka, mari kita isi bulan ini dengan amalan yang baik dan produktif,” ajaknya. Pengajian ini juga dimeriahkan dengan pembagian hadiah menarik bagi peserta yang beruntung.***(FA)