YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Di tengah urgensi pencarian alternatif pengganti plastik, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menghadirkan solusi yang berdampak. Fadhil Ihsan, mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah angkatan 2024, menginisiasi produk ramah lingkungan bernama “Purun Heritage”, yang menggunakan anyaman tanaman purun sebagai bahan utama. Tanaman liar yang umumnya hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian ini berhasil disulap menjadi produk sehari-hari seperti tas, sedotan, dan peralatan makan yang ramah lingkungan.
Fadhil menamai produknya “Purun Heritage” sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal para petani dan penganyam purun di Desa Margasari, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Selain mudah didaur ulang dan bebas bahan kimia, inovasi ini juga menjadi upaya nyata dalam memberdayakan masyarakat desa melalui peningkatan nilai ekonomi purun, sekaligus memperluas akses mereka ke pasar produk ramah lingkungan.
“Sejak kecil, saya terbiasa melihat para ibu di Margasari menganyam purun menjadi tas untuk membawa bekal ke sawah. Dari situlah ide ini lahir. Saya ingin mengangkat anyaman tradisional ini agar bisa menjangkau pasar yang lebih luas, sekaligus memperkenalkan potensi desa saya kepada masyarakat luas,” ujar Fadhil, Rabu (2/7).
Produk “Purun Heritage” terdiri dari tas selempang, tote bag, serta sedotan alternatif pengganti plastik yang dapat digunakan kembali hingga dua kali, sebelum akhirnya dapat diurai menjadi pupuk alami. Konsep ini merupakan wujud kepedulian Fadhil terhadap isu lingkungan sekaligus semangat membangun kampung halaman.
Proses produksinya cukup panjang dan dilakukan secara kolaboratif dengan masyarakat lokal. Mulai dari pengumpulan purun menggunakan perahu di area rawa, pembersihan menggunakan arang, penjemuran selama dua hari, pewarnaan dengan bahan alami, hingga proses anyaman oleh masyarakat Margasari. Produk kemudian dikirim ke Yogyakarta untuk tahap akhir seperti penyempurnaan desain dan pengemasan.
Inovasi ini mendapat dukungan dari Startup and Business Incubator (SEBI) UMY dalam program inkubasi tahun 2025. Selama enam bulan, Fadhil dan tim menerima pendampingan intensif mulai dari analisis pasar, penguatan strategi bisnis, hingga pelatihan penyusunan business model canvas untuk memastikan keberlanjutan usaha mereka.
“SEBI memberi dampak besar dalam proses pengembangan “Purun Heritage”, mulai dari pendanaan, bimbingan usaha, hingga kesempatan mengikuti berbagai pameran dan kompetisi,” jelas Fadhil.
Kini, “Purun Heritage” mulai dipasarkan melalui akun Instagram resmi @purunheritage. Fadhil berharap, produk ini tidak hanya menjadi solusi praktis dalam pengurangan plastik, tetapi juga menjadi contoh nyata bagaimana mahasiswa dapat berkontribusi dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat desa.
“Solusi lingkungan tidak harus datang dari teknologi tinggi. Tanaman liar di rawa-rawa pun bisa jadi bagian dari perubahan, asal kita mau menggali potensinya,” pungkas Fadhil. (ID)