Purnabakti Prof Tulus Warsito "Sweet Seventy"

Publish

9 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
469
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kritisi Diplomasi Publik dan Peran Diaspora

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bidang Politik Internasional dan Diplomasi Kebudayaan menyampaikan kritiknya terhadap definisi diplomasi publik. Ia mengatakan, berbicara publik berarti berbicara warga negara. Setiap warga negara boleh berdiplomasi. Tetapi publik bukanlah berarti semua warga negara. 

Menurutnya, setiap warga negara berpotensi menjadi pelaku dalam diplomasi. Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua warga negara memiliki keterlibatan dalam isu-isu diplomasi. Hanya warga negara yang memiliki kepentingan dengan negara yang relevan dalam konteks diplomasi. Oleh karena ia menenkankan urusan diplomasi publik harus dibedakan dengan private. 

“Seperti misalnya pemain bola asing menikahi warga lokal, maka kelokalannya itu tidak ada urusannya dengan pemerintah. Itu bukan bagian dari diplomasi publik. Dengan kata lain marilah kita merevisi apa yang disebut sebagai publik, itu harus kita bedakan dengan private,” tuturnya dalam acara penghargaan purnabakti Prof. Tulus Warsito, M.Si Terus Berbakti di Sweet Seventy di Gedung AR Fakhruddin B lantai 5 UMY Kamis, (09/11).

Sehingga menurut Profesor pertama UMY tersebut, diplomasi memiliki kelasnya sendiri yang mengakibatkan jaringan warga negara akan terklasifikasi kepada satu isu jaringan maupun perdebatan. Ia menekankan bahwa tidak semua warga negara yang berada di luar negeri dapat menjadi mitra dalam diplomasi. Namun, jika ada individu yang memiliki relevansi dalam isu-isu tertentu, maka mereka dapat memainkan peran penting dalam diplomasi. 

“Tidak semua orang yang berada di luar negeri bisa jadi kawan kita untuk berdiplomasi. Sebaliknya walaupun jauh tapi kalau ada orang yang sedemikian rupa berkaitan dalam isu-isu tertentu maka kita akan berdekatan dengan dia,” ujarnya. 

Selain itu, penting untuk memahami perbedaan antara warga negara dan warga negara diaspora. “Maka sebenarnya tidak semua orang Indonesia yang ada dimana-mana itu bisa menjadi diplomat, melainkan tergantung dari 2 hal. Pertama bersifat hirarkis, yang itu hubungannya dengan kementerian luar negeri, dalam hal ini berkaitan dengan kedutaan, maka dia dianggap memilih pengaruh yang berbeda. Dan, yang kedua adalah siapapun orangnya boleh saja ikut dalam diplomasi asal dia punya kaitan pada kasus tertentu yang dia bicarakan,” pungkasnya. (Mut)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Menjelang pesta demokrasi (Pemilu) yang akan dilaksanakan pada....

Suara Muhammadiyah

2 January 2024

Berita

MUI Mengajak Solidaritas dan Dukungan YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Krisis kemanusiaan yang luar....

Suara Muhammadiyah

15 September 2023

Berita

MEDAN , Suara Muhammadiyah - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi m....

Suara Muhammadiyah

23 December 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Tahun 2024 bangsa Indonesia menghelat Pemilihan Umum (Pemilu)....

Suara Muhammadiyah

23 February 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Bertepatan dengan acara tasyakuran dan rapat bulanan yang berlangsu....

Suara Muhammadiyah

1 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah