YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar kegiatan Sosialisasi dan Bimtek Pedoman Masjid dan Musala. Acara ini dilaksanakan pada Rabu 7 Agustus 2024.
Ketua PP Muhammadiyah Drs H A Dahlan Rais, MHum Dahlan mengatakan periode ini masjid itu berada di bawah Majelis Tabligh dan Lembaga Pengembangan dan Pembinaan Masjid (LPCRPM). Meskipun lembaga yang berbeda namun sama-sama memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalisasikan fungsi masjid agar semakin lebih baik lagi.
“Periode ini masjid itu di bawah kedua lembaga yang berbeda. Yang satu dibawah naungan Majelis Tabligh, tapi juga dalam lembaga pengembangan cabang dan ranting dan pembinaan masjid. Semoga dengan dua lembaga tersebut masjid-masjid kita bisa semakin kopen (terawat),” ucapnya.
Dahlan mengungkapkan selama tempo 1,5 tahun ini LPCRPM telah begitu rupa atensinya terhadap masjid. Lebih - lebih soal marbot, di mana marbot menjadi sangat penting dalam bagi sebuah masjid. Menurutnya marbot tidak hanya sekedar orang yang menjaga masjid namun bertanggung jawab atas hal-hal yang terkait dengan masjid.
“Pada dasarnya marbot tidak hanya sekadar orang yang menjaga masjid, tetapi berfungsi sebagai manajemen masjid. Jadi marbot itu manager, di atas manager pasti ada direktur (takmir). Itu sangat strategis,” katanya.
Dahlan menjelaskan terkait syarat-syarat menjadi seorang marbot masjid sesuai dengan peraturan dalam AMMM yaitu mengikuti pelatihan khusus selama 8 hari. Menurutnya pelatihan ini wajib diikuti oleh calon marbot masjid karena menjadi seorang marbot bukan tugas yang sederhana.
Selain marbot, pada saat yang sama peranan imam muazin, khatib harus menjadi atensi yang diutamakan. Ketiga elemen ini harus memedomani keputusan Majelis Tarjih dan sekaligus pedoman yang ada di Muhammadiyah. Sehingga masjid dalam strukturnya dapat berjalan secara profesional.
“Dalam kaitan ini memang kami menginginkan ada masjid percontohan dan kalau ada masjid percontohan bagi kami, biar belajar dari teman sejawat. Bagaimana mengelola masjid sehingga menjadi masjid percontohan dan ke depan jauh lebih baik,” tandasnya.
Sementara, Dr KH Muhammad Saad Ibrahim, MA memaknai masjid sebagai bangunan. Dalam konteks ini, bangunan tersebut seyogianya harus membawa tarikan napas nilai-nilai Ilahiyah. Artinya, keberadaan masjid sebagai medium untuk berinteraksi dengan Allah, Tuhan Semesta Raya.
“Suasana batin yang tercipta di masjid itu, ketika kita bawa keluar ini juga harus melahirkan masjid-masjid. Bukan dalam konteks bangunan tapi suasana kebatinan kita itu juga tetap tertuntun pada konteks kemasjidan itu,” ujarnya.
Saad membentangkan selama di masjid, umat Islam niscaya melaksanakan sholat. Baginya shalat merupakan symbol tertinggi dari proses interkoneksi dengan Allah (Hablu min Allah) “Sholatlah suasana yang paling mencerminkan Hablu min Allah disitu. Kemudian dalam sholat itu yang lebih mencerminkan kedekatan kita kepada Allah itu ketika kita sujud,” tegasnya. (Lika/Fab/Alle/Cris)