Penderitaan: Titik Merah dalam Kanvas Kehidupan

Publish

29 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
31
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Penderitaan: Titik Merah dalam Kanvas Kehidupan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Sejauh ini, kita telah membuktikan eksistensi Tuhan dan menjelaskan mengapa kita tidak bisa melihat-Nya. Namun, muncul sebuah pertanyaan yang seringkali menggugah hati: Mengapa ada begitu banyak penderitaan di dunia jika Tuhan itu Maha Kuasa dan Maha Penyayang? Bukankah seharusnya Dia menghilangkan semua penderitaan itu? Faktanya, kehadiran penderitaan seolah menjadi argumen terkuat yang digunakan untuk menyangkal keberadaan Tuhan. Lalu, bagaimana kita menjawabnya?

Berikut adalah beberapa poin penting untuk direnungkan. Pertama, penderitaan bagian dari tatanan alamiah. Tidak semua hal yang kita sebut kejahatan adalah hukuman langsung dari Tuhan. Sebaliknya, penderitaan bisa jadi merupakan bagian dari tatanan alamiah yang diciptakan Tuhan. Alam semesta bekerja berdasarkan hukum sebab-akibat. Untuk menciptakan manusia dengan kehendak bebas—sebuah karunia yang luar biasa—Tuhan harus menciptakan alam semesta yang memiliki keseimbangan antara ketetapan dan fleksibilitas. Fleksibilitas ini memungkinkan adanya unsur ketidakpastian, yang terkadang memicu peristiwa seperti bencana alam.

Kedua, pilihan manusia, bukan kesalahan Tuhan. Tuhan memberi kita akal dan kebebasan untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Sebagian besar kejahatan dan kerugian yang terjadi di dunia adalah hasil dari pilihan buruk yang dibuat oleh manusia. Saat manusia memilih untuk melakukan hal yang salah, akibatnya tidak bisa disalahkan pada Tuhan. Tuhan memiliki tujuan yang lebih besar dalam menciptakan kita dengan kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, dan kehendak bebas adalah bagian tak terpisahkan dari tujuan itu.

Pernahkah kita melihat sesuatu yang buruk, namun pada akhirnya membawa kebaikan yang jauh lebih besar? Fenomena ini seringkali terjadi. Kejadian yang kita anggap sebagai 'kejahatan' atau musibah di dunia ini bisa menjadi katalis untuk kebaikan yang tidak terduga. Misalnya, sebuah gempa bumi memang bisa merenggut nyawa dan harta benda, namun di sisi lain, musibah tersebut membangkitkan empati dan solidaritas kemanusiaan. Orang-orang berbondong-bondong datang memberikan bantuan, menunjukkan kasih sayang, dan saling menguatkan. Siapa yang bisa mengukur kebaikan yang muncul dari keburukan ini? Mungkin saja, jika dihitung secara keseluruhan, kebaikan yang dihasilkan jauh melebihi penderitaan yang terjadi.

Untuk memahami penderitaan, kita harus melihatnya dari perspektif yang lebih luas. Kita, sebagai manusia, cenderung menilai segala sesuatu berdasarkan dampaknya di dunia yang fana ini. Padahal, kita meyakini adanya kehidupan setelah kematian, yaitu kehidupan akhirat yang abadi. Jika kita melihat penderitaan di dunia ini sebagai sebuah gambaran kecil dalam sketsa kehidupan yang lebih besar, kita akan menyadari betapa sepele penderitaan itu.

Bayangkan sebuah kanvas putih yang sangat besar. Di tengahnya, ada satu titik merah. Jika kita melihat dari dekat, yang terlihat hanyalah titik merah itu. Namun, jika kita melangkah mundur dan melihat keseluruhan kanvas, titik merah itu menjadi sangat kecil dan nyaris tidak terlihat.

Dunia ini adalah titik merah itu, dan kehidupan akhirat yang abadi adalah kanvas putih yang luas. Apa yang kita sebut penderitaan di dunia ini hanyalah setitik noda yang akan memudar dibandingkan dengan kebahagiaan abadi di akhirat kelak.

Dalam Islam, ada hadits yang mengajarkan kita tentang cara memandang penderitaan. Dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ (Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan nikmat dia bersyukur dan itu baik baginya. Dan apabila dia mendapatkan musibah dia sabar dan itu baik baginya—(HR. Muslim)

Ini adalah janji yang luar biasa. Seorang mukmin akan selalu mendapatkan berkah, baik dalam keadaan senang maupun susah. Berkah ini akan disimpan untuknya di akhirat, di mana kebahagiaan abadi menanti. Titik merah penderitaan di dunia ini hanyalah ujian kecil untuk mendapatkan kanvas putih kebahagiaan yang tak terhingga. Jadi, penderitaan tidak membuktikan ketidakberadaan Tuhan, melainkan menjadi bukti bahwa Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih besar dan lebih baik bagi kita.

Sebagai kesimpulan, mari kita satukan semua poin penting ini untuk mendapatkan pemahaman yang utuh. Fenomena penderitaan, seperti bencana alam, tidak selalu merupakan kehendak langsung dari Tuhan sebagai hukuman. Sebaliknya, kejadian-kejadian ini adalah bagian tak terpisahkan dari tatanan alam semesta yang sengaja diciptakan-Nya. Untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang berkehendak bebas dan memiliki kesadaran, Tuhan harus menciptakan sebuah dunia dengan hukum-hukum alam yang tetap. Dari hukum-hukum inilah muncul potensi bencana seperti gempa bumi atau letusan gunung berapi.

Namun, di balik setiap musibah, kita melihat sisi kemanusiaan yang paling mulia. Bencana alam seringkali menjadi momen di mana simpati, kedermawanan, dan kasih sayang sesama manusia mencapai puncaknya. Tindakan-tindakan mulia ini menjadi bukti bahwa penderitaan dapat diimbangi, bahkan diungguli, oleh kebaikan yang muncul darinya.

Yang terpenting, kita harus ingat bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah segalanya. Dibandingkan dengan keabadian akhirat, kehidupan kita di dunia ini hanyalah sekejap mata. Penderitaan yang kita alami di sini, seberat apa pun, akan terasa sepele jika dibandingkan dengan kebahagiaan abadi yang menanti di kehidupan selanjutnya. Kehidupan akhirat adalah kanvas putih yang luas, penuh dengan ketenangan dan keindahan, yang akan jauh melampaui segala kesulitan yang kita hadapi di dunia.

Jadi, ketika kita bertanya 'Mengapa ada penderitaan di dunia?', jawabannya bukanlah karena Tuhan tidak ada. Sebaliknya, penderitaan menjadi bukti bahwa Tuhan memiliki alasan yang mendalam dan bijaksana. Penderitaan hanyalah bagian dari ujian di dunia ini. Tugas kita adalah bersabar, beriman, dan berusaha untuk berbuat baik. Dengan demikian, kita akan siap menyambut kehidupan akhirat di mana semua penderitaan akan sirna, digantikan oleh kebahagiaan yang abadi.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Prof. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, Ketua PDM Jakarta Timur Istilah dan konsep “Islam Berk....

Suara Muhammadiyah

5 January 2024

Wawasan

Selalu Berlapang Dada terhadap Tetangga Oleh: Mohammad Fakhrudin Berlapang dada terhadap tetangga ....

Suara Muhammadiyah

9 August 2025

Wawasan

Oleh: Cristoffer Veron P Setelah menikmati lelap tidur panjang berikut menyaksikan bunga mimpi nan ....

Suara Muhammadiyah

21 September 2023

Wawasan

Tilawah Menyehatkan Nalar Penulis: Dr. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen UM Metro)  Bulan Ramadha....

Suara Muhammadiyah

25 March 2025

Wawasan

Vonis Ringan Koruptor Bukan Sekadar Tidak Adil Karena Membahayakan Eksistensi Bangsa Oleh: Immawan....

Suara Muhammadiyah

10 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah