Paku dan Amarah

Publish

7 April 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
646
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Paku dan Amarah

Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantung paku dan mengatakan padanya untuk menancapkan satu paku di pagar kayu belakang rumah mereka setiap kali ia marah. Baru satu hari saja paku yang tertancap sudah berjumlah 48 buah. Selama beberapa hari berselang paku itu kian bertambah jumlahnya dan ia tak menyadari hal itu.

Suatu hari menjelang senja, ia ke belakang rumahnya dan menghitung jumlah paku yang sudah tertanam di pagar kayu. Wowww! Ia tertegun sejenak. Kenapa jumlahnya banyak sekali ya? tanyanya dalam hati.

Begitulah seterusnya hingga puluhan paku telah menancap di sebuah batang kayu yang terlihat kekar tersebut. Seiring bertambahnya jumlah paku yang ditancapkan, sang anak merasa metode ini tak lagi efektif. Semakin hari emosinya semakin sulit dikendalikan. Datanglah ia kepada ayahnya, "ayah, buat apa kau selalu menyuruhku memaku kayu bila emosiku tak bisa diredakan?" tanyanya. Sang ayahpun menggandeng tangannya menuju batang kayu yang sudah penuh paku. "Coba, cabut semua paku-paku yang sudah kamu tancapkan itu." Anakpun menurut, di dalam benaknya, ayah akan menyuruh menancapkan paku-paku itu kembali. 

Namun ternyata tidak. Sang ayah mengumpulkan paku kembali dan mengangkat batang kayu. "Coba lihat, bagaimana bentuk batang kayu ini sekarang. Kayu yang tadinya tampak kokoh dan baik-baik saja, penuh luka dan banyak lubang di sekujur tubuhnya. Demikianlah saat kamu meluapkan emosimu kepada orang lain. Hati mereka terluka, sekalipun mereka tampak baik-baik saja," jelas sang ayah. 

“Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang dan mencabutnya kembali tetapi tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu akan tetap ada dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik,” pungkas sang ayah.

Anda mungkin merasa bahwa orang di sekitar Anda baik-baik saja. Namun, jauh di lubuk hati mereka sedang terluka oleh emosi Anda. Sama halnya seperti paku, perkataan adalah sebuah senjata yang sangat kejam untuk melukai seseorang. Bukankah lidah lebih tajam daripada paku dan pisau?

Rubrik Motivasi hidup Islami dalam kehidupan karier profesional. Diasuh oleh Dr M G Bagus Kastolani, Psi, seorang psikolog dan kader Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM Edisi 1 Tahun 2024


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Kami memanggilnya: Paman Jangkung. Badannya tinggi. Kurus. Beliau adik kandung ibu. Tetapi, ibu dan ....

Suara Muhammadiyah

8 November 2024

Humaniora

Durian, Mendoan, dan Kemakmuran Masjid Kesan Pertemuan LPCRPM PP Muhammadiyah di Universitas Muhamm....

Suara Muhammadiyah

13 January 2025

Humaniora

Cerpen Suyanto *) Di TK ABA 8 itu, Abidah masih setia memimpin 7 guru perempuannya tanpa jenuh. Seo....

Suara Muhammadiyah

12 January 2024

Humaniora

Oleh: Mahli Zainuddin Tago Trondheim-Norwegia, Senin 1 Desember 2024. Hari sudah gelap meski jam ....

Suara Muhammadiyah

6 December 2024

Humaniora

Belajar Makna “Sang Pencerah” dari Dr. Winai Dahlan Oleh: Vritta Amroini Wahyudi, S.Si,....

Suara Muhammadiyah

22 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah