Overview Live In Society: Mendayung diantara Al-Maun dan Al-Ashr
Oleh: Hendro Susilo
Dua tahun terakhir ini saya mencoba merefleksikan kegiatan “live In Society” bagi kelas X di SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta. Program ini merupakan salah satu program unggulan yang dimiliki sekolah ini. Program yang menerjunkan langsung siswa kelas X kepada realita kehidupan masyarakat untuk melakukan program pemberdayaan dimulai sejak sekolah ini berdiri di tahun 2016. Program ini melatih siswa menjadi “problem solver” dan siap menjadi kader Muhammadiyah yang memberikan kontribusi (pengabdian) bagi Masyarakat.
Sekilas, saya coba cuplik tulisan yang pernah saya buat di awal tahun 2023 (TA 2022-2023) saat kegiatan “live in society” di Pancot,Tawangmangu.
“Rangkaian kegiatan Live In Society, diawali dengan kunjungan ke Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu. Kunjungan ini membuka wawasan dan pemaknaan gerakan membangun sumber daya manusia yang sehat dan unggul. Melalui tema tanaman obat dan jamu tradisional, siswa mendapatkan informasi kegiatan dari hulu sampai ke hilir proses penelitian dan pengembangan tanaman obat yang akan dimanfaatkan untuk Masyarakat”
“Dari kegiatan tersebut, saya termotivasi untuk terus belajar dan memperdalam ilmu dengan kemampuan riset yang harus dkembangkan. Dalam forum tanya jawab, saya memanfaatkan forum tersebut untuk bertanya sesuatu yang mengganjal dalam pikiran saya. Saya bertanya, apa beda obat tradisional dan obat modern,” ujar Wafi. Dijelaskan pengelola bahwa obat tradisional itu dosisnya besar dan butuh waktu lama dalam pemuliahan, tetapi efek samping sedikit. Sedangkan, obat modern itu pemulihan lebih cepat, dosis kecil tetapi efek sampingnya banyak”. Demikian, ujar Wafi ketika saya wawancara”.
Saya menangkap bahwa kunjungan siswa ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di tahun 2023 memberikan motivasi riset dan makna yang mendalam bagi siswa. Bahwa kegiatan penelitian, pemeliharaan dan budidaya sumber daya alam, dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat adalah tugas-tugas mulia kemanusiaan. Pun, termasuk pengalaman siswa berinteraksi dengan masyarakat, menjadi pengalaman berharga. Siswa bertugas menjadi imam dan memberikan tausiyah (kultum) di masjid,mengajar TPA, mengajar di sekolah dasar setempat,membuka bazar murah, membantu memberikan pelayanan cek kesehatan warga adalah pengalaman menarik. Proses pendidikan dengan pendekatan model “hadap masalah” dan mendorong siswa untuk membantu kesejahteraan warga merupakan implementasi dari semangat al-maun.
Di tahun ajaran 2023-2024, program “live in society” ini juga dilakukan di desa Beji, Klaten, Jawa Tengah. Saya juga merefleksikan kegiatan ini melalui artikel. Kegiatan ini berkolaborasi dengan ranting Muhammadiyah Beji. Sebuah ranting Muhammadiyah yang memiliki semangat dakwah berkemajuan dan memiliki program-program pemberdayaan warga yang telah dikupas dalam artikel “Pengalaman Berharga Tinggal Bersama Warga Ranting Muhammadiyah Beji”. Saya cuplik bagian akhir dari artikel tersebut.
“Akhirnya, dari program yang menerjunkan langsung siswa pada sebuah realita kehidupan masyarakat dan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dengan desain program yang dilakukan, memberikan pengalaman berharaga bagi siswa. Sebuah pengalaman yang memberikan makna tentang dakwah berkemajuan. Dakwah mencerahkan dan menggembirakan, dipraktekkan secara langsung oleh siswa kelas X SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat yang bekerjasama dengan ranting Muhammadiyah Beji. Semoga ikhtiar ini, mampu mencetak kader-kader Muhammadiyah yang beretos al-maun dan al-ashr”.
Teologi Al-Ashr Dalam Live In Society
Muhammadiyah adalah sebuah gerakan. Etos al-maun begitu kental dalam warna kegiatan persyarikatan. Begitu juga etos al-Ashr yang memiliki orientasi peradaban. Sehingga Muhammadiyah gerakannya “mendayung diantara al-maun dan al ashr” perlu di bumikan dalam gerak dakwah berkemajuan. Kader-kader muda dan potensial yang ada di AUM, perlu diberikan pengalaman dan pendidikan yang beretos al-maun dan al-ashr.
Begitu juga program “live in society” di sekolah Muhammadiyah, dengan pendekatan teologi al-ashr bisa diimplementasikan. Siswa SMA sejak awal diperkenalkan pengabdian masyarakat. Dan memang, roh dari “live in society” adalah memberikan pengalaman siswa dalam pengabdian masyarakat, meskipun dalam bentuk filantropi. Bentuk pengabdian kepada masyarakat sangat variatif, sehingga bentuk-bentuk lain perlu juga diperkenalkan seperti lokakarya, kursus-kursus, penyuluhan, publikasi, proyek-proyek percontohan dan pameran misalnya.
Bagi siswa SMA yang akan mempersiapkan diri memasuki perkuliahan, pengabdian masyarakat menjadi penting untuk disiapkan. Apalagi fungsi tri dharma perguruan tinggi yang menempatkan penelitian dan pengabdian masyarakat menjadi instrumen mutu lembaga sangat gencar dilakukan PT. Pun, dukungan dana dari Kementerian Pendidikan serta LPMP kampus bagi mahasiswa yang mau melakukan pengabdian masyarakat terbuka lebar peluangnya. Sehingga bila SMA menyiapkan siswanya untuk mengambil peluang tersebut, akan menjadi program keunggulan lulusan di sekolah Muhammadiyah.
Sebagai gambaran implementasi, saya coba memberikan ilustrasi. Siswa melakukan “live In Society” di daerah ranting Muhammadiyah. Saya ambil contoh misalnya Kottabarat yang memiliki 5 ranting dengan 15 masjid Muhammadiyah. Jika melakukan program ini di lingkungan setempat, maka sekolah dan kelompok siswa mengidentifikasi permasalahan dan tantangan dakwah di tiap-tiap ranting dan masjid Muhammadiyah. Tentu dengan wawancara dan bertemu para tokoh setempat. Semisal ditemukan tantangan dakwah di masjid ranting yang masih belum menyentuh mayoritas warga. Maka, solusi media publikasi dan dakwah digital bisa menjadi alternatif solusi.
Dari hasil identifikasi, maka disusun proposal sederhana di bawah bimbingan guru untuk dipresentasikan dan mendapat persetujuan dewan guru. Setelah proposal di acc, dukungan dana dari sekolah untuk implementasi program pemberdayaan dan peningkatan dakwah digital (seperti contoh kasus diatas) dilaksanakan di masjid ranting Muhammadiyah. Siswa membantu membuat channel youtube dan ataupun platform lain yang dimanfaatkan takmir masjid ranting untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan dakwah sehingga bermanfaat bagi warga sekitar ranting Muhammadiyah
Dengan model demikian, ada beberapa manfaat yang diperoleh siswa. Pertama, siswa belajar identifikasi masalah, belajar menyusun proposal, belajar presentasi (seminar) proposal, mengaplikasikan rencana proposal dan membuat sesuatu “proyek” yang berpotensi menjadi amal jariyah dan membantu menyelesaikan problem yang ada di masjid ranting Muhammadiyah tersebut. Siswa akan belajar “kultur kampus” dalam hal kultur akademik melalui penyusunan proposal dan mini seminar dalam pengabdian masyarakat.
Model ini juga sekaligus untuk mempersiapkan kader-kader muda muhammadiyah ketika masuk perguruan tinggi untuk turut serta kegiatan pengabdian masyarakat dan peluang mengakses dana dari kementerian dan LPMP PT yang bersangkutan. Semakin banyak siswa lulusan dari sekolah Muhammadiyah yang ikut pengabdian masyarakat ketika mahasiswa, maka etos al-Ashr dan spirit kemajuan bisa terpancar di masyarakat.
Kolaborasi ranting dan AUM dalam hal mendukung dakwah berkemajuan Muhammadiyah sangat strategis dilakukan. Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan bisa terjadi. Ranting menjadi laboratorium siswa dalam belajar pemberdayaan masyarakat dan dakwah. Sementara itu, AUM akan membantu dakwah ranting dalam program pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas dakwah di akar rumput. Program “Live In Society” yang menjadi Gerakan di sekolah Muhammadiyah Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat, bisa menjadi pintu masuk kolaborasi dan menyiapkan kader Muhammadiyah yang siap mengabdi dengan semangat al-Ashr untuk membangun peradaban yang maju di masyarakat.
Hendro Susilo, Guru SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta