Neraka dalam Perspektif Islam: Mengapa Ada Hukuman dari Tuhan yang Maha Pengasih?

Publish

1 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
132
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Neraka dalam Perspektif Islam: Mengapa Ada Hukuman dari Tuhan yang Maha Pengasih?

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Pertanyaan besar yang akan kita selami hari ini adalah "Jika Tuhan begitu pengasih, bagaimana neraka bisa ada?" Pertanyaan ini sering kali membuat kita berpikir, apalagi ketika ada yang menambahkan, "Mengapa neraka harus selamanya?" Ini adalah salah satu pertanyaan paling penting yang membutuhkan jawaban yang mendalam.

Sejak kecil, kita diajarkan tentang konsep surga dan neraka: berbuat baik akan membawa kita ke surga, sedangkan berbuat buruk akan membawa kita ke neraka. Namun, pemahaman ini sering kali bertentangan dengan keyakinan kita bahwa Tuhan adalah zat yang maha pengasih. Bagaimana kita bisa menyatukan dua konsep yang tampaknya berlawanan ini?

Al-Qur'an dengan jelas menunjukkan sifat pengasih Tuhan. Kita sering mendengar ayat pembuka di setiap surah, "Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang." Dua nama indah-Nya, Al-Rahman dan Al-Rahim, menggambarkan kasih sayang yang tak terbatas. Keduanya berasal dari kata dasar yang sama yang berarti pengasih, namun dalam bentuk intensif. Hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya, jika Tuhan sangat pengasih, mengapa Dia harus menghukum siapa pun?

Jawabannya terletak pada konsep keadilan Tuhan. Tuhan menjanjikan balasan yang setimpal: kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, dan keburukan akan dibalas dengan keburukan. Ini adalah bagian alami dari sistem keadilan ilahi. Sering kali, kita melihat orang-orang yang melakukan kejahatan, seperti pembunuhan, bisa lolos dari hukuman di dunia ini. Oleh karena itu, di akhirat, mereka akan menerima balasan yang adil atas perbuatan mereka. Neraka adalah tempat di mana keadilan ini ditegakkan, di mana mereka yang berbuat zalim akan menerima hukuman yang pantas.

Penjelasan ini membawa kita pada sudut pandang bahwa hukuman di neraka adalah konsekuensi logis dari kejahatan yang dilakukan, mirip dengan bagaimana sistem hukum di dunia ini bekerja. Namun, lebih dari sekadar perbandingan hukum, konsep ini juga dapat dilihat melalui lensa hukum sebab dan akibat yang berlaku di seluruh alam semesta. Setiap tindakan yang kita lakukan memiliki konsekuensi.

Pikirkan tentang kehidupan sehari-hari kita. Jika kita terus-menerus mengonsumsi makanan yang tidak sehat, kita mungkin akan menderita penyakit seperti diabetes. Dalam situasi seperti ini, kita tidak bisa menyalahkan Tuhan atas penyakit yang kita alami. Penyakit itu adalah hasil langsung dari pilihan dan tindakan kita sendiri. Ini adalah contoh sederhana yang menunjukkan bahwa setiap pilihan memiliki akibat. Tentu saja, kita selalu berdoa dan berharap agar Tuhan meringankan penderitaan setiap orang yang sakit, karena kasih sayang-Nya tak terbatas.

Poin penting di sini adalah memahami bahwa ada konsekuensi yang tidak bisa kita hindari dari perbuatan kita. Hukuman di akhirat adalah konsekuensi alami dari tindakan kita di dunia ini. Oleh karena itu, pertanyaan yang lebih tepat bukanlah, "Mengapa Tuhan menghukum kita?" melainkan, "Mengapa kita melakukan hal-hal yang salah yang mendatangkan hukuman bagi diri kita sendiri?"

Selain sebagai bentuk keadilan, neraka juga dapat dilihat sebagai alat pembentukan diri dari Tuhan. Dengan memperingatkan kita tentang neraka, Tuhan mendorong kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan untuk memilih jalan yang benar. Ancaman neraka bukan berarti Tuhan pasti akan menghukum kita, tetapi lebih sebagai motivasi untuk melakukan yang terbaik. Ini adalah cara-Nya menunjukkan jalan yang lebih baik bagi kita.

Menurut mayoritas ulama Muslim, ada perbedaan fundamental antara janji dan ancaman Tuhan. Mereka berpendapat bahwa Tuhan pasti akan memenuhi janji-janji-Nya, namun Dia tidak terikat untuk melaksanakan ancaman-ancaman-Nya. Ini adalah poin penting yang menyoroti sifat rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas.

Secara logis, tidak ada entitas yang bisa memaksa Tuhan untuk menghukum. Jadi, ancaman hukuman dapat dilihat sebagai alat untuk mereformasi manusia. Ini seperti orang tua yang mengancam anaknya, "Tunggu sampai Ayah pulang," tetapi pada akhirnya, ancaman itu tidak benar-benar dilaksanakan. Sang Ayah tidak menghukum anaknya karena belas kasihnya. Dalam skenario ini, tidak ada yang akan menyalahkan sang ayah; sebaliknya, mereka akan memuji kebaikan dan belas kasihnya. Konsep ini membantu kita memahami bahwa ancaman neraka mungkin tidak selalu berakhir dengan hukuman yang mengerikan, melainkan dimaksudkan sebagai motivasi bagi manusia untuk memilih jalan yang benar.

Setelah membahas keberadaan neraka, muncul pertanyaan lain yang lebih kompleks: apakah neraka akan abadi? Meskipun pandangan mayoritas umat Islam meyakini bahwa neraka akan kekal, ada pandangan lain yang menarik dan semakin populer. Salah satu ulama terkemuka dari Abad Pertengahan, Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, berpendapat bahwa neraka tidak akan kekal.

Pandangan ini menjadi sangat relevan saat ini karena selaras dengan konsep kasih sayang Tuhan. Menurut Ibn al-Qayyim, Tuhan hanya menghukum untuk alasan yang baik. Begitu tujuan hukuman tercapai—misalnya, pemurnian dosa—tidak ada lagi alasan untuk melanjutkan hukuman tersebut. Dalam pandangan ini, neraka berfungsi sebagai proses pemurnian di mana orang-orang yang berbuat dosa dibersihkan sebelum akhirnya diizinkan masuk ke surga. Dengan demikian, neraka bukanlah tempat hukuman abadi, melainkan stasiun persinggahan untuk penyucian jiwa. Pandangan ini menawarkan perspektif yang penuh harapan dan menunjukkan bahwa belas kasih Tuhan pada akhirnya akan mengungguli segalanya.

Menurut salah satu pandangan yang dipegang oleh ulama terkemuka seperti Ibn al-Qayyim al-Jawziyya, neraka pada akhirnya akan dihancurkan total bersama dengan semua isinya, sehingga tidak ada lagi hukuman abadi. Konsep ini muncul setelah semua orang yang memiliki keimanan, bahkan sebesar biji sesawi, telah dikeluarkan dari neraka dan dipindahkan ke surga. Ini menyiratkan bahwa jumlah orang yang pada akhirnya akan diselamatkan mungkin jauh lebih besar dari yang kita duga.

Meskipun Al-Qur'an menggambarkan neraka sebagai tempat yang sangat mengerikan, di mana tidak seorang pun ingin berada di sana, pandangan ini memberikan secercah harapan. Meskipun minoritas, pandangan Ibn al-Qayyim al-Jawziyya yang mengakhiri keberadaan neraka secara total menunjukkan bahwa pada akhirnya, kebaikan dan rahmat Tuhan akan mengatasi segalanya. Hal ini menawarkan perspektif yang menenangkan, bahwa penderitaan dan kejahatan di neraka pada akhirnya akan berakhir, sementara kebahagiaan di surga akan kekal.

Intinya, ada beberapa alasan utama mengapa neraka itu ada. Pertama, neraka adalah perwujudan dari keadilan ilahi. Tuhan memberikan hukuman yang setimpal kepada mereka yang pantas menerimanya sebagai bagian dari sistem keadilan-Nya. Kedua, neraka juga berfungsi sebagai alat reformasi. Ancaman hukuman ini dimaksudkan untuk mendorong manusia agar berbuat baik dan menjauhi kejahatan, meskipun Tuhan tidak harus selalu melaksanakannya.

Selain itu, beberapa ulama berpandangan bahwa neraka tidak kekal. Pandangan ini menunjukkan bahwa pada akhirnya, kejahatan dan penderitaan di neraka akan berakhir, sementara kebaikan dan kebahagiaan di surga akan menjadi abadi. Konsep ini memberi kita harapan bahwa pada akhirnya, rahmat Tuhan akan menang. Inilah mengapa kita terus berupaya menjadi pribadi yang lebih baik, dengan menjalankan ibadah seperti puasa, salat, membaca Al-Qur'an, dan bersedekah selama Ramadan—semua demi mencapai kebahagiaan abadi bersama Tuhan di surga.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Tito Yuwono, PhD, Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekreta....

Suara Muhammadiyah

5 June 2025

Wawasan

Ayat-Ayat Takdir yang Disalahpami Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andal....

Suara Muhammadiyah

10 July 2024

Wawasan

Oleh: Fathurrahman Kamal, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pada Langit yang Ketuju....

Suara Muhammadiyah

2 June 2025

Wawasan

Puasa Ramadhan Momentum Merawat Hati dan Menata Pikiran Oleh: Dwi Kurniadi/Kader IMM Pondok Shabran....

Suara Muhammadiyah

10 March 2025

Wawasan

SIAP TEMPUR Oleh: Joko Intarto ---------------Pengembangan platform penghimpunan wakaf uang dengan....

Suara Muhammadiyah

24 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah