SEMARANG, Suara Muhammadiyah - Posisi politik Muhammadiyah kembali menjadi perhatian publik menjelang Pilkada Serentak 2024. Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi, menegaskan posisi Muhammadiyah dalam politik praktis adalah independen, bukan sikap netral. Pernyataan itu disampaikan dalam acara Pendidikan Politik yang diselenggarakan secara daring oleh Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Semarang pada Rabu (20/11/2024).
“Pengalaman Muhammadiyah dalam mendukung Capres Amien Rais pada Pilpres 2004 maupun dukungan Muhammadiyah terhadap sejumlah kader yang maju sebagai Calon DPD RI maupun Calon Kepala Daerah (Cakada) adalah sejumlah bukti sikap independen bukan sikap netral. Karena itu, sikap netral adalah salah satu tafsir dan bukan tafsir tunggal atas posisi independen,” ujar Ridho. Prinsip ini, lanjutnya, dilandasi oleh Khittah Ujung Pandang 1971, yang dipertegas melalui Keputusan Muktamar 1978 Surabaya dan Khittah Denpasar 2002.
Muhammadiyah mengadopsi pendekatan “politik strategis” yang moderat. Artinya, organisasi ini tidak apolitis tetapi juga tidak terjebak dalam politik partisan. Muhammadiyah berupaya memainkan peran strategis tanpa melibatkan diri dalam dinamika praktis politik partai, melainkan melalui perencanaan matang untuk memajukan kepentingan bangsa.
Program Satu Daerah Satu CakadaMu
Sebagai bagian dari Amanat Muktamar ke-48 di Surakarta, Muhammadiyah mendorong kadernya untuk berkontribusi dalam lembaga negara, termasuk melalui Pilkada. Salah satu strategi utamanya adalah program “Satu Daerah Satu CakadaMu”, yang bertujuan mengusung kader Muhammadiyah sebagai calon kepala daerah (Cakada).
Melalui program ini, Muhammadiyah berharap dapat mencetak pemimpin berintegritas yang mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat. “Ini adalah bagian dari dakwah Muhammadiyah dalam politik kebangsaan,” ungkap Ridho.
Proses seleksi bagi kader yang akan diusung sebagai CakadaMu dilakukan dengan ketat. Kader yang diusung harus memenuhi berbagai tahap dan kriteria untuk memastikan bahwa mereka benar-benar mampu membawa misi dakwah Islam berkemajuan di bidang politik kebangsaan. “Kami membangun narasi untuk mendukung secara serius kader yang terjun ke politik praktis, tetapi tetap menjaga independensi Muhammadiyah sebagai organisasi,” tegas Ridho.
Meski aktif mendorong kadernya terlibat dalam politik, Muhammadiyah tetap menegaskan sikap independennya. Organisasi ini tidak akan terlibat langsung atau menggunakan simbol maupun atribut Muhammadiyah dalam proses politik.
Program Satu Daerah Satu CakadaMu mencerminkan komitmen Muhammadiyah untuk mendukung kader yang memiliki integritas dan kapasitas tanpa afiliasi partisan. “CakadaMu tidak harus berasal dari satu partai, tetapi dapat terdiaspora dari berbagai partai politik. Yang utama, kader tersebut tetap menjadi petugas misi Muhammadiyah, bukan petugas partai di Muhammadiyah,” jelas Ridho.
Politik Uang Hukumnya Haram
Sebagai bagian dari pendidikan politik berbasis nilai, Muhammadiyah menegaskan sikapnya terhadap politik uang. Ketua LHKP PP Muhammadiyah menekankan bahwa politik uang adalah tindakan haram yang merusak moral dan cara berpikir masyarakat. “Politik uang itu haram. Politik uang membentuk pola pikir masyarakat yang pragmatis dan merusak fondasi demokrasi kita,” tegas Ridho.
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyatakan bahwa segala bentuk suap, sogokan, dan imbalan untuk transaksi jual beli suara atau risywah politik adalah haram. Ridho menggarisbawahi bahwa pendidikan politik yang dilakukan Muhammadiyah berorientasi pada nilai, bukan pragmatisme. “Pendidikan politik yang kami dorong adalah pendidikan berbasis nilai, berfokus pada membangun demokrasi yang sehat dan bermartabat,” pungkasnya. (ENH)