Muhasabah untuk Menjadi Muslim yang Lebih Baik

Publish

27 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
88
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Muhasabah untuk Menjadi Muslim yang Lebih Baik

Oleh: Mohammad Fakhrudin

TUA PUN TAK PASTI

Serasa setiap saat usia bertambah

Sesungguhnya kematian makin dekat

 

Ada orang bilang

Tua itu pasti

dewasa itu pilihan

Yang sebenarnya terjadi

tua pun tak pasti

Yang pasti adalah mati

 

Mati tak pernah kompromi

dengan siapa pun

kapan pun

di mana pun

dan bagaimana pun

 

Mati tak selalu melalui

tua atau sakit dulu

dapat datang 

kala menyanyi jauh Ilahi atau mengaji

bermaksiat atau beribadat

nyinyir atau zikir

marah atau ramah

 

Entah usia tinggal berapa

               tahun

               bulan

               pekan

                hari

                jam

              menit

               detik

dalam genggaman kekuasaan Allah

 

Ya, Allah! Beri kami

hidayah kesalehan 

dan pertemukan 

di surga-Mu kami 

 

Aamiin.

 

Mati Pasti Terjadi

Mati pasti terjadi. Kapan, kita tidak tahu pasti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-An’am (6):2

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ طِيْنٍ ثُمَّ قَضٰٓى اَجَلًا ۗ وَاَجَلٌ مُّسَمًّى عِنْدَهٗ ثُمَّ اَنْتُمْ تَمْتَرُوْنَ 

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menentukan batas waktu hidup (masing-masing). Waktu yang ditentukan (untuk kebangkitan setelah mati) ada pada-Nya. Kemudian, kamu masih meragukannya.” 

Sementara itu, di dalam surat al-A’raf (7):34 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Setiap umat mempunyai ajal. Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat pula meminta percepatan.”

Berkenaan dengan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan doa agar sebaik-baik umur kita pada umur kita yang paling akhir, dan sebaik-baik amal kita pada penutup amal. Doa tersebut terdapat di dalam HR ath-Thabrani berikut ini,

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِيمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ فِيهِ  

“Ya, Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada umurku yang paling akhir, dan sebaik-baik amalku pada penutup amal, dan sebaik-baik hariku adalah hari bertemu dengan Engkau.”

Perintah Muhasabah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Hasyr:18-19,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Wahai, orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri merenungkan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan bertakwalah kamu kepada Allah! Sesungguhnya, Allah itu Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan. Dan janganlah keadaan kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah pun membuatnya lupa kepada dirinya sendiri; itulah orang-orang yang fasik.”

Pada ayat 18 Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintah kita agar bertakwa kepada-Nya dan perintah bertakwa itu diulang. Lalu, kita diperintah agar meneliti amal apa saja yang sudah kita kerjakan untuk esok. Sudahkah kita mengamalkan perintah tersebut?

Pada ayat 19 Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita berperilaku seperti orang yang lupa pada-Nya. Menurut tafsir Ibnu Katsir, jika seseorang lupa zikir atau lupa mengingat Allah, Allah membuatnya lupa apa saja yang patut dikerjakan untuk kepentingan dirinya sendiri yang bermanfaat bagi kehidupannya di akhirat.

Sementara itu, Ibnu Qayyim menulis dalam kitab Darus Sa’adah (Negeri Bahagia), “Barang siapa lupa kepada Allah, Allah membuatnya lupa kepada dirinya sendiri sehingga dia tidak mengenal lagi siapa sebenarnya dirinya dan apa yang perlu untuk kebahagiaan dirinya. Bahkan, dia pun dibuat lupa akan jalan hidup yang akan ditempuhnya untuk kebahagiaan dirinya sendiri, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. 

Tiga Golongan Manusia

Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat Fathir (35):32 berfirman,

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌۚ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang

yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

Berkenaan dengan ayat tersebut, ada beberapa hal penting yang perlu kita pahami. Pertama, siapakah orang-orang yang dipilih oleh Allah? Menurut Hamka, sebagaimana dijelaskan di dalam _Tafsir Al Azhar_, mereka adalah umat Islam sejak Al-Qur’an diturunkan hingga akhir zaman. Kedua, apa yang diwariskan? Menurut beliau, pemahaman isi kandungan, ilmu-ilmu, hukum-hukum, dan ajaran akidahnya. Ketiga, bagaimana keadaan atau kualitas tiga golongan sebagaimana dijelaskan di dalam ayat tersebut? Ada tiga tingkatan kualitas mereka, yaitu (1) "zhaalimu li nafsih", yang oleh Hamka disebut golongan aniaya terhadap diri sendiri, (2) golongan "muqtasid", disebutnya bersikap cermat atau hati-hati, dan (3) golongan "saabiqum bilkhairaa", disebutnya mendahului berbuat kebajikan.  

Di dalam Tafsir Al Azhar dijelaskan bahwa tiga golongan tersebut ditafsirkan oleh mufasir sangat luas. Di antara mereka, ada yang menghimpun sepuluh tafsir. Satu dari sepuluh tafsir tersebut adalah golongan pertama, yaitu orang zalim, adalah orang-orang yang mengambil Al-Qur’an, tetapi tidak mengamalkannya. Golongan kedua, yakni yang cermat adalah orang-orang yang mengamalkannya. Golongan ketiga, yaitu yang mendahului adalah orang-orang yang mengambil Al-Qur’an untuk diamalkan dan mengajak juga orang lain agar mengamalkannya.  

Di dalam terjemahan Departemen Agama RI terdapat penjelasan bahwa yang dimaksud dengan "zhaalimu li nafsih" adalah 'orang yang menganiaya dirinya sendiri, yakni orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya. Yang dimaksud golongan "muqtasid: adalah golongan 'pertengahan, yakni orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya. Golongan "saabiqum bilkhairaa" adalah 'orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan', yakni orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. 

Peningkatan Kualitas Iman dan Takwa

Peningkatan kualitas iman dan takwa memerlukan hidayah dari Allah Subahanahu wa Ta'ala. Cukup banyak orang yang pada awal hidupnya beramal surga, tetapi pada akhir hidupnya beramal neraka, padahal mereka cerdas intelektual.

Siapa yang diberi hidayah dapat memperbaiki kualitas iman dan takwa? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam surat Fath [48]:4,

 

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْٓا اِيْمَانًا مَّعَ اِيْمَانِهِمْۗ وَلِلّٰهِ جُنُوْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًاۙ 

 

“Dia (Allah) menurunkan ketenteraman ke dalam hati orang beriman supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanannya yang telah ada.”

 

Berdasarkan ayat tersebut, imanlah yang menjadi syarat mutlak bertambah meningkatnya kualitas iman dan takwa. Kita beriman bahwa tanpa hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak mungkin kita menjadi orang-orang yang masuk golongan "saabikum bilkhairaa". Berkenaan dengan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan doa, sebagaimana terdapat HR Muslim berikut ini, 

اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

“Ya, Allah, sungguh-sungguh aku mohon kepada-Mu hidayah, takwa, dapat menjaga kehormatan diri dan ketenteraman hari.”

Kita Golongan yang Mana?

Termasuk golongan yang manakah kita? Golongan aniaya terhadap diri sendiri atau golongan yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya atau golongan mendahului berbuat kebajikan?

Tentu kita ingin masuk golongan ketiga, yakni golongan yang mempunyai kebaikan lebih banyak, selalu mendahului berbuat kebajikan, dan mengajak orang lain berbuat kebajikan. Namun, jika dengan muhasabah ini kita sadar bahwa kualitas iman dan takwa dalam mengamalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan larangan-Nya ternyata belum sampai pada golongan ketiga, tidak ada pilihan lain, kecuali memperbaiki diri agar menjadi muslim yang lebih baik.

Bismillah!


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pernahkah Anda berpikir apakah....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Wawasan

Membangun Good Organization Governance di Persyarikatan melalui Implementasi Balanced Scorecard Ole....

Suara Muhammadiyah

10 January 2025

Wawasan

Kita dan Indonesia Oleh: Teguh Pamungkas, Warga Muhammadiyah Kalimantan Selatan Suatu ketika di pa....

Suara Muhammadiyah

8 September 2025

Wawasan

Demokrasi dan Tirani Mayoritas Oleh: Suko Wahyudi, Pegiat Literasi Tinggal di Yogyakarta  Dem....

Suara Muhammadiyah

25 September 2025

Wawasan

Keluarga dalam Islam Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Islam mem....

Suara Muhammadiyah

17 March 2025